Sabtu, 17 Desember 2011

Isi Puisiku

bila kau ingin tahu isi puisiku
itu adalah dirimu;
tersimpan rapi dalam lemari
dan kuncinya adalah hatiku

ke hatiku;
aku persilahkan kau masuk
karna kaulah pemilik segala aku
tak perlu kau ketuk pintu
bisikkan saja namamu, pelan
maka segala yang tak tampak
seketika akan bersujud di hadapanmu

cinta adalah kegaiban
yang di beri oleh hati
seperti senyummu
yang datang tiba-tiba
mampu beri wangi
kepada luka di dadaku

aku tuliskan puisi ini
bukanlah untuk memujimu
karna segala pujapuji adalah nafasku
--yang menghembus helakan namamu.

Rabu, 14 Desember 2011

Nadia

Di kedalaman matamu, Nadia
Bening air tak mengalir
Ikan-ikan berenang riang
Dan padma tumbuh mekar disana

Nadia, di akhir pertemuan
kucoba beri kau senyuman
namun ribuan bintang di langit
lebih senang melihat kita sakit

kini, akulah lelaki
—yang telah memilih
menjadi nelayan, Nadia
mengarungi lima samudera
mencari samudera serupa matamu

perjalanan hanyalah pencarian
kembali keindahan kenangan
masa di masalalu
; tatapan mesra. senandungkan
Lagu-lagu kerinduan

Nadia, ingin sekali lagi
Aku tenggelam di matamu
Menjadi ikan-ikan
Yang menetaskan telur-telur
Yang memberi subur
Pada bungga padma.

Baiklah, aku rasakan dan katakan; aku mencintaimu

Baiklah, aku rasakan;
Aku mencintaimu
Awal mula debar tercipta
Dadamu mendekap dadaku
Dan malam menerang
Lewat pancaran cahya
Dari binar matamu

Baiklah, aku katakan;
Aku mencintaimu
Awal mula kata akan terkatakan
Bibirmu memangut bibirku
Dan siang menghitam
Pancaran cahya lewat
Dari mataku yang tertutup rapat

Malam adalah siang
Siang adalah malam
Maka kepadamu,
aku rasakan dan katakan;
Aku mencintaimu.

Kamis, 24 November 2011

Tidurlah tidur, sayang

Tidurlah tidur, sayang. Nyenyakkan segala lukamu dalam mimpi dan bangunkan bahagia dalam nyatamu.

Tidurlah tidur, sayang. Biarkan malam senandungkan lagu rindu dan juga biarkan bulan yang setengah mengintip malam ini menjagamu bersama doaku.

Kelak, ketika di ujung pagi kau terbangun, biarkan embun dan udara pagi meresap ke hatimu, dan rasakan, aku disana memelukmu. dan kau akan mengerti bahwa cinta adalah kecupan pertama pagi yang mampu kuberikan kepadamu.

maka, tidurlah tidur, sayang. agar tak terlewat segala kecup dan ucap selamat pagi yang kan terbit dari langit timur jantungku.

Bulu-mataku yang berguguran

“Aku rindu kamu.” Tiga kali sms-mu masuk ke nomor ponselku, getarnya meninggalkan bekas merah di dadaku, serupa bekas merah kecupan bibirmu dahulu.

Mungkin. Musim penghujan telah datang, aku bersiap-siap menanam kembali benih-benih bulu-mataku yang berguguran selepas kepergianmu.

Musim, terlalu sulit untuk diterka, apalagi cuaca
Rindumu yang datang tiba-tiba, ingin kembali mengairi petak-petak di dadaku.

Aku tak lagi sudi.

Ribuan hari telah kutarikan tari ritual pemangil hujan. engkau dimana?

Ahh, kini biarlah, kutunggu hujan yang lain
Yang datang tepat waktu
Tepat di jantungku.

Yang (masih) merindumu

Hujan sore ini, diam diam

hanyutkan bau tubuhmu ke kotaku

kenangan tergenang menghujam

dada—yang (masih) merindumu

untuk kesekian kali. seperti kanak-kanak

aku berlarian menyongsong hujan

menyongsong sepi yang retak

di kebisingan atap-atap di atas kepala

selepas hujan sore ini

mungkin kita tak lagi bersama, sayang.

peluklah aku. Erat.

Biar hangat segala ingatan



Sekumpulan rintik berbisik

Serupa samar suaramu menyamar

Selepas itu, air turun dari mataku

Entah hujan

Entah air mata

senja itu katakata tak terucap

Seharusnya,

Telah aku katakan kata-kata ini

Ketika keriting rambutmu menguning

Di sentuh cahya matahari senja

Ketika burung-burung mulai kembali ke sangkarnya

Dan sungai Sambas surut ke muara

Senja itu,

Setelah lalu-lalang sampan nelayan

Angin mempermainkan rambutmu

Dan matamu,

Dalam lubuk ikan bermain riang

Lihatlah, sayang

Untuk menyatu; dua sungai ini

Saling membentur dan melebur

Lalu bersama-sama menuju samudera

Kepadamu. senja itu

Kata kata itu tak terucap

Tertelan keindahan;

Matarahari senja

Riak sungai

Dan kamu.

Kamis, 20 Oktober 2011

daun kering

Aku menemukanmu pada selembar daun kering yang gugur di halaman rumah, ketika siang ini angin kencang hembuskan masalalu ke dalam ingatanku.

Rindu,

Mungkin sebentar lagi hujan, mendung terlampau tebal di langit hatiku seperti hari-hari yang lalu, hari-hari di kepergianmu.

Hujan,

Entah sejak kapan, aku mengartikannya sebagai kehilangan, sebuah jeda untuk menemukan kembali pelangi dan sinar matahari. Lalu ribuan kolam tercipta di tanah ingatan dari tetesan air hujan dan kata-kata terlahir di sana.

Dan begitulah aku memaknainya;
Rindu
Hujan
Sesak yang kutangkap dari matamu yang basah, ketika pertemuan adalah janji awal dari sebuah perpisahan. Namun, tetap saja selalu ada duka tumbuh dan nyata
Menguning
Mengering
Dan gugur.

Sabtu, 01 Oktober 2011

Sesatku

;disebabkan Ida

Dan pengulangan perjalanan
Adalah pengulangan luka
Yang aku candui;
Kamu

Setiap simpang terlewat
Ajarkanku bagaimana harus
Berpura pura mengerti arah
Pura pura tak tersesat

Bahkan, kepada langit
Yang memayungi setiap langkah
Tak kulihatkan rupaku
Rupa yang hanya engkau mengetahui
Rupa yang hilang
Ketika langkahmu telah jauh

Dan memang begitulah akhirnya;
Beribu ribu hari
Ribu ribu kilometer terlewat
Hanyalah sesatku mencarimu..



Semarang 2/10/11

Jumat, 30 September 2011

Bulan yang sama

Barangkali memang baiknya kita balik saja waktu ke waktu pertama kali kita bertukar sapa saat dimana kita bebas lepas mengawinkan tawa serta canda sekaligus sesekali kita saling menggoda kepenatan hati masing-masing dan berpurapura sedang mengelinding di hijau savana atau sekedar duduk bicarakan pecah pecahan warna dasar lalu kita pilih salah-satu warna yang kemudian kita rajut menjadi tikar kenangan sebagai alas untuk sekedar berpiknik dari rutinitas luka yang terlalu sibuk mondarmandir di harimu dan hariku.

Lalu, kenapa kita persulit kini?

Sedangkan bulan di atas langit Surabaya malam ini adalah bulan yang sama di kotamu --yang mungkin diamdiam kita samasama pandangi; mungkin juga bibir kita samasama merapal doa yang sama; agar kelak, sembuh segala luka. Atau barangkali baiknya kita padamkan saja bulan di langit agar tak perlu lagi kita sembunyi dan kita bebas menari tanpa perlu takut kelihatan, tetapi, sesekali tak apalah kita bergesekkan kulit agar ada irama kehidupan tercipta atau hanya sebagai pertanda kita ada dan tak perlu saling cari.

Dan begitu pula dengan angin yang berhembus di tempatku kini adalah angin yang sama satu jam yang lalu mengecup mesra rambut dan tubuhmu, aku kenalinya dari wangi parfummu yang terbawa angin ke kota ini, membuatku merasakan kehadiranmu hingga tak perlu aku bersusah-susah untuk memaksa atau menculikmu, cukup kutunggu satu jam maka angin akan mengantarkanmu ke kota ini, di sampingku.



Surabaya 24/09/11

di pertengahan malam

; terima kasih untukmu,
yang membuatku menunggui malam.


Di pertengahan malam ini
Aku coba buat puisi untukmu
Sementara kau sibuk di dapur seduh kopi
Dari airmatamu yang tentu belum matang benar
Lalu kau tuang ke gelas yang retak permukaannya
--yang kemudian kau suguhkan kepadaku.
Aku ragu, dari sisi sebelah manakah harus meminumnya?
Sebab, bibirku yang tak pernah kau ciumi ini
Telah lemah menangkal segala luka

“Barangkali biar kubiarkan, tak meminumnya saja
Agar tak kering airmatamu”

Di pertengahan puisi ini
Aku coba buatkan malam untukmu
Sementara di kamar kau sibuk tertidur
Memimpikan airmatamu yang telah matang
--yang kali ini adalah airmataku.

barangkali, baiknya tak usah kuselesaikan puisi ini
agar tak ada lagi puisi yang terbunuh di pertengahan malam

Sabtu, 24 September 2011

September Yang Hilang

Inikah september yang hilang?
Hujan tak lagi turun
Kemarau bakar hutan ingatan
Debu-debu bertebangan
Jarak pandang, sebatas kepala dan dada.

Hei, telah selingkuhkah mereka?
Mungkin juga Ida
Sepanjang jalan. tak kulihat apa
Semua sirna, di ini september yang hilang


Rembang 24/09/11

Kamis, 22 September 2011

doa untuk kekasihku

jika pagi ini aku masih diperbolehkan berdoa
aku ingin mendoakan kekasihku;
"bahagiakanalah ia dengan kekasihnya.".
itu saja cukup, Tuhan...



rembang 22/09/11

Senin, 19 September 2011

Semoga kau tidak lupa dan luka, sayang.

Ada kalanya memang,

kita menari, merapatkan tubuh dan eratkan pelukan, mengimbangi iramairama

yang berdetak di dada.

Jika nanti kita kembali jumpa

Semoga kau tidak lupa dan luka, sayang.




Jati - Asih 19/09/11

Kamis, 25 Agustus 2011

diam-diam

Aku hanya ingin memandangmu diam-diam lalu dengan diam-diam pula berharap kau balik memandangku tepat ketika aku memandangimu diam-diam kemudian kediam-diamanku menjadi kediam-diaman kita yang akhrinya membawamu ke-kediamanku. semoga..

Rabu, 24 Agustus 2011

jalan hati

Mungkin memang begitulah hati;mempunyai caranya sendiri untuk menemukan jalannya, jalan yang membimbingnya untuk pulang, pulang kemana ia seharusnya bermukim.

Dan begitu juga dengan cinta, ia tak akan pernah benar-benar mati, mungkin ia hanya bisa ditidurkan sebentar, hingga suatu hari ia bangun kembali dan mencari serta menyusun kembali keeping-keping kisah yang pernah terpecah.

Dan tak ada kekuatan yang mampu menghentikan, seperti saat ini, ketika kau dan aku bertemu kembali.

jalan hati (cerita...)

Jalan Hati

“kau tikam aku dengan cintamu dan rasanya manis sekali, rasanya manis sekali, kau beri aku surga dunia, dan rasa ingin kuulangi, rasa ingin kuulangi….”
Suara band winner terdengar dari telpon gengamku, sebuah nada panggil khusus yang kutujukan hanya untuknya.
“hallo”
“hallo juga” jawabku.
“nanti malam setelah jam kerja kita ketemu di hotel tempat biasa ya, aku sudah booking tadi.”
Tanpa menunggu jawabanku telpon itu telah terputus.
***
Memang, jam istirahat makan siang seperti ini selalu kami pergunakan untuk saling menelpon, atau mengatur janji untuk bertemu setelah usai jam kerja, selalu, sejak pertama kali ia kembali kedalam kehidupanku. Tepatnya, satu tahun yang lalu ketika tiba-tiba ia menelponku dan bercerita tentang apa yang dirasakannya, sebuah penyesalan. Rasa sesal atas sebuah keputusan yang diambilnya dulu, rasa sesal ketika ia lebih memilih logika dan keluarganya daripada perkataan hatinya.
Memang, tiga tahun yang lalu, ia memutuskan untuk mengikuti keinginan orangtuanya untuk menikah dengan pilihan mereka dan memutuskan hubungan kami yang sudah cukup lama, enam tahun, ya enam tahun, bukanlah waktu sebentar untuk sebuah hubungan. Tetapi, yang lebih tak bisa kuterima dari itu semua; bahwa kami saling menyayangi dan saling membutuhkan satu dengan yang lain. Namun, saat itu tak ada yang mampu kuperbuat, karna apalah yang bisa di lakukan seseorang yang tak mempunyai kekuatan apa-apa, seseorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Maka, kurelakan ia pergi dan memilih untuk menghilang. dan satu tahun yang lalu tiba-tiba ia datang kembali.
Mungkin memang begitulah hati; mempunyai caranya sendiri untuk menemukan jalannya, jalan yang membimbingnya untuk pulang, pulang kemana ia seharusnya bermukim. Dan begitu juga dengan cinta, ia tak akan pernah benar-benar mati, mungkin ia hanya bisa ditidurkan sebentar, hingga suatu hari ia bangun kembali dan mencari serta menyusun kembali keeping-keping kisah yang pernah terpecah. Dan tak ada kekuatan yang mampu menghentikan, seperti saat ini, ketika kau dan aku bertemu kembali.
***
Jalanan Jakarta ketika jam pulang kerja seperti ini sangat macet, vespaku melaju dengan ragu, seperti mengerti atas apa yang ada dipikiranku saat ini, keraguan atas telponnya siang tadi, tidak seperti biasanya ketika ia mengakhiri percakapannya denganku, biasanya setiap ia mengakhiri telponnya selalu mengucapkan kerinduan dan rasa cintanya. Tapi, kali ini sepertinya ia terburu-buru dan suaranya berat dan seperti seseorang yang mengucapkan dengan terpaksa.
Setelah satu jam-an bergelut dengan kemacetan jalan dan keraguan di pikiranku, akhirnya aku memasuki lobby hotel juga. Lobby hotel sepi, hanya terlihat beberapa pegawai hotel yang duduk-duduk di ruang resepsionis, memang di hari-hari kerja seperti saat ini hotel ini tidaklah begitu ramai, sangat berbeda ketika akhir pecan. Dan karna tidak terlalu ramai itulah makanya kami suka janjian ketemu di sini, di hari kerja tentunya.
Aku langsung menuju ke kamar yang dia sebutkan melalui sms yang ia kirim kepadaku, setelah telponnya siang tadi.
***
Entah sengaja atau tidak ternyata memang pintu kamar itu tak terkunci, tidak seperti biasanya, dimana pintu kamar selalu terkunci ketika ia yang datang lebih dulu ke hotel ini dan aku harus mengetuknya terlebih dahulu, namun kali ini pintu tidak terkunci. Dengan sedikit ragu kubuka juga pintu kamar, kulihat kau duduk di salah satu kursi yang berada di samping tempat tidur, kau hanya diam dan menatap kepadaku, ada yang aneh, ketika kutatap wajahmu kau mengelengkan kepalamu seakan menyuruhku untuk tidak masuk ke dalam kamar, dan tentunya saat itu aku tak memperdulikan perasaan itu. Aku masuk ke kamar dan menutup pintu.
Airmata menetes darimatamu seiring langkah kakiku mendekat ke-arahmu, wajahmu semakin memucat, ketegangan tampak di wajah tanpa senyum itu, tidak seperti biasanya ketika kau menyambutku datang, selalu penuh dengan kecerian dan senyuman. Tapi kali ini semua sangat berbeda. Langkahku berhenti menujumu ketika sebuah benda dingin menempel di kepala sampingku, sebuah benda bulat, ujung pistol, aku terdiam tak mampu bergerak.
Airmata semakin deras menetes dari kedua matamu, tapi tak ada kata yang keluar dari mulutmu, kau memandang lekat kearah lakilaki yang wajahnya tak mampu kulihat yang berdiri di sampingku sambil menodongkan pistol ke kepalaku. Pandangan mata dengan kebencian yang teramat sangat, pandangan yang tak pernah kusaksikan sebelum hari ini.
“dorrr…”.
Keheningan terpecah oleh suara pistol yang meledak itu. Tak ada kesakitan, hanya kakiku seakan tak mampu lagi menahan berat tubuhku, dan pandangan mata yang semakin nanar, tetapi pandangan mataku tak pernah lepas dari wajahmu.
Sebelum tubuhku roboh, aku tersenyum ketika melihat wajahmu ikut tersenyum ketika pistol yang baru saja meledak itu juga mengarah kearahmu, dan itu adalah senyuman terindahmu semenjak kita bertemu kembali, seakan semua beban yang mengikutimu selama ini terlepas dari hatimu, sehingga hanya menyisakan cinta kita. Hanya cinta kita.

Minggu, 14 Agustus 2011

Catatan Dinding; di ke-entahanmu..


sekarang, aku tahu siapa dan dimana aku berdiri. seribu duri rasa takkan melukai jiwaku lagi, seribu rindu hanyalah permainan hati ketika malam begitu hening dan tak mampu lagi membuatku bergeming. sebab, bahagiaku adalah ketika kau tak lagi memasak airmatamu..
***
mencintaimu, bukan berarti aku harus memelukmu, cukup kurentangkan kedua tangan dan biarkan angin mengelus seluruh tubuhku. dan kuartikan itu sebagai kau yang memelukku. itu sudah cukup, bagiku..
***
bahkan jika kau tetap di sampingku;
kupotong semua tulang rusukku
mungkin juga kedua mata
karna segala aku, tertuju padamu
***
kemudian tibalah kita pada simpangan, kau memutuskan pergi berlawanan arah, sementara aku, raga dan jiwa yang terpisah...
***
tajam tatapanmu,
adalah malam yang datang tibatiba
segalanya sepi dan sunyi
ketika merah matamu adalah dendam
***
selain kamu, tak ada yang mampu menusuk jantungku dari dekat.
***
tentang cinta; ia akan menemukan jalannya sendiri, bebaskan, maka ia akan membimbingmu ke siapa dia akan tertuju...
***
teruslah merindu dan berharap, apapun itu, suatu saat ia akan memberikan jawaban yang tak pernah kau duga...
***
mungkin ini cinta. ketika hembusan angin malam ini, serupa namamu terdengar di telingaku.
mungkin ini cinta. ketika bulan di langit sana, serupa kau yang tersenyum kepadaku
mungkin ini cinta. cinta ini, mungkinkah?
***
sesekali baiknya kita lewati saja senja ini dalam diam dengan tangan saling gengam, dan kita akan belajar; seperti keindahan senja, sebentar saja, lalu hilang kembali ditelan malam. kekasih, tak ada yang abadi, bahkan mungkin dengan rasa cinta kita, suatu saat nanti salah satu dari kita akan menjadi potongan kisah yang lainnya, jadi, dekaplah tubuhku, erat, sebelum nanti seseorang mengatikan pelukanmu, ini...
***
Jika rasa itu tetap sama, kenapa tak menemuiku?
Di selasar angin berhembus kencang, riuh, namun malam tetap hening, sepi, hatiku.
Menanti. Detik terasa engan berdetak, sayup-sayup cahya bulan bentuk wajahmu di ujung jalan, sebentar saja namun pupus, berulangkali, berulangkali, hingga kupatungkan hatiku di selasar rumah rinduku..
***
Mata itu, mata yang tak lagi punya impian. Kini Mata itu, hanya mata yang menanti detik-detik berganti.
***
Sungguh, rindu terlalu gagu di kalbu, bahkan untuk memangil namamu lidahku terlalu kelu, tetapi ketahuilah, hatiku tak pernah berhenti menyebut namamu, kekasih.
***
begitulah cinta. seberapa sakitpun luka itu terkecup, tetap saja terlantun doa bahagia untukmu di bibirku.
***
Akhirnya tiba juga kita pada akhir dari pertemuan; perpisahan.
Tiba-tiba saja senja memerah di matamu
Dan aku, mempersiapkan kedatangan malam dan sepi yang dikandungnya
***
--yang kutahu, setiap detik berlalu, adalah goresan satu garis rindu di hatiku untukmu..
***
Kalau boleh, aku hanya ingin tiada..
***
Dan hamparan langit yang kita tatap, adalah mata-mata dari luka
--yang siap menghantam ketika lengah.
***
Realita kehidupan dan keakuanku adalah tembok-tembok tebal yang menahanku dalam sangkar kesendirian.
***
Terkadang masalalu adalah keusangan yang dipakai berulang-ulang di masa kini.
***
Melepasmu hanyalah ke-egoisanku 'tuk memilikimu utuh, karna, untuk dirimu aku tak ingin berbagi, bahkan bagi khayalan seseorang.
***
Diam-diam datanglah padaku di waktu senja telah hilang, disaat kita merupa bayang dalam gelap malam, maka datanglah padaku dalam diam.
***
di bening telaga matamu, tempat kularungkan semua perahu kertas dari mimpi-mimpiku.
***
sederetan bintang bersinar memberi warna pada malam, aku tetap sepi, menatap sebuah kapal beranjak menjauh, seperti kepergianmu, selalu tertingal sepi 'tuk kucumbui, barangkali benar, sepi terlalu abadi dan luka adalah nafas yang selalu menemani setiap detak jantungku, dan kau adalah ingatan yang terlalu tajam mengores setiap sudut di hatiku.
***
dan luka yang diam-diam kita simpan, sebenarnya adalah jiwa kita yang saling memanggil, dan rindu adalah bahasa lain dari desah angin yang menyampaikannya.
***
kelak, suatu ketika kau dapati sebuah taman yang indah, dimana berupa bunga-bunga mewanggi dan mekar tanpa henti di kehidupanmu. jangan pernah ingkari, dahulu, ketika kukecup lembut bibirmu, kau menutup matamu dan membayangkan semua itu.
sebab, diam adalah keramaian dinikmati sendiri oleh hati, semacam kerahasian yang selalu terjaga, tersimpan rapi dalam ingatan, ada kamu, ya kamu, yang selalu bermain dalam kenangan, dalam gerak bayang yang terasa nyata, bahkan terlalu nyata dalam kesendirianku. ini bukanlah ke-tidakwarasan, tetapi hanyalah rindu yang terlalu merindui akan hadirmu.
***
satu yang tak pernah kusesali dari perpisahan kita dahulu, bahwa kini kau tersenyum bersamanya.
***



di kepergianmu; di kesendirianku

sebenar-benarnya jarak;
jiwa kita terpisah
kau menjelma langit
pun aku berpijak pada bumi

ohh, betapa malangnya
matahari
bulan
dan hujan
selalu kuandaikan;
tatapan mata
dan tetes airmata kerinduanmu
---yang kau tujukan padaku

sayang, tak ada yang lebih lenggang
daripada gengam tangan tak berpasang
ketika melangkah
dan tujuan
dan mimpi
dan semua telah menjadi sepi
di kepergianmu; di kesendirianku..

Kamis, 11 Agustus 2011

Pemujamu

dan ingin kukenal kau

sebagai debar risau

tak kusentuh tak kujamah

tentangmu, tak akan usai sudah



Bekasi, 12/08/11

Jumat, 05 Agustus 2011

yang terlewati

; kepadamu IF

barangkali benar katamu dulu; tak akan ada yang bisa mencintaiku seperti kau mencintaiku. dan juga tak akan ada yang mengertiku kecuali kamu.
waktu berjalan, ribuan kilometer kisah telah kulewati, bahkan telah kujamah daerah-daerah hati yang tak terjamah.
dan dari sekian banyak itu, akhirnya juga aku sadari; tak ada orang yang bisa begitu sangat membenciku seperti kau membenciku, kini.

untittled

; kepada L



deru suara nafasmu membuat irama indah pada jantungku malam itu, di bidang sebelah kiri dadaku kau rebah, memberi kehangatan tersalur dari payudara sebelah kananmu.

malam itu dingin sekali, sayang.



sayang, entah mengapa aku selalu suka menggelus payudara sebelah kananmu, ada semacam keberanian yang kau simpan disana dan itu membuatmu merasa bebas bersinar seperti bintang terang yang pernah kau tunjukkan kepadaku.



dan tentang payudara sebelah kirimu sayang, bukannya aku tak suka sayang, tapi di payudara sebelah kirimu ketika tanganku memegangnya, ada semacam getar ketakutan yang kau simpan diam-diam, ketakutan yang beranak pinak dirahim logikamu.

Rabu, 03 Agustus 2011

annelies

Sebab kesucian bukanlah yang tak bernoda
Tetapi, dari nodalah ia bercahaya


Annelies,

Tak perlu kau resah akan waktu
Atau yang telah menjadi masa di masalalu
Karna semua telah tergurat
Tak akan pernah bisa diralat

Annelies,
Annelies,

Padamu aku datang
Telanjang
Setelah takdir buat kita mengerang
Sisakan puing-puing di antara tulang

Setibaku, sambutlah aku
Tak perlu kau malu
Tak perlu jua kau ragu
Karna padamu, segala aku tertuju

Sebab kesucian bukanlah yang tak bernoda
Tetapi, dari nodalah ia bercahaya


Annelies,
Annelies,

Aku bawakan kau buah tangan;
Jantungku, ---yang selalu berdetak menyebut namamu
Sesekali mungkin juga ia lupa
Karna diantara bunyi detak
Selalu tercipta jeda

Dan selain itu,
Tak ada lagi yang bisa kuberi
Jalan kehidupan telah menjadi pencuri
Yang memperkosa kesucian hati

Sebab kesucian bukanlah yang tak bernoda
Tetapi, dari nodalah ia bercahaya

Senin, 30 Mei 2011

hati dan kata; padanya aku berserah..

Berhenti membaca hati dan menulis..

Senin, 25 April 2011

Malam Yang Kautakuti.

Di ujung hari, semakin cemas tak lepas kau tatap senja seperti waktu-waktu lalu, seiring semburat merah semakin cerah diufuk barat, debar detak di jantungmu semakin bergema tak teratur. Kepadaku pernah kau katakan “aku tak suka senja, merahnya isyaratkan luka dan perpisahan.”. namun, tetap saja kau pandangi lekat semburat di kaki langit barat itu, seakan tak ingin melepas cahya matari ke keperaduannya.
“bukanlah malam kutakutkan, tetapi, sepi yang terbawa dalam gelapnya itulah menyimpan gelisah.”. Begitulah ucapmu, setelah malam mencuri kembali keriuhan dan membawa sepi, dan sendiri, dan kenangan.
Ya, kenangan. Menurutmu, adalah sebuah belati pengkhianatan diri terhadap diri sendiri, walaupun kau tahu waktu tak akan menghapusnya, tetap saja kau tusukkan belati itu berulang-ulangkali ke jantungmu ketika gelap merampas keperawanan malam. Begitulah, kita tak bisa memilih atas kenangan, karna pada dasarnya hati dan pikiran adalah dua kehidupan yang hidup dalam satu wadah, dan kenangan selalu ada di-antara-nya.
Sebenarnya kaupun tahu, tak ada alasan untuk kautakuti sepi malam serta kenangan yang merajam ingatanmu, selayaknya ingatan, adalah guratan yang telah tercatat dalam lembaran buku kehidupan dengan tinta-tinta keabadian. Kau pun tahu, masing-masing kisah yang terlewat adalah judul-judul bab dalam buku kehidupanmu ---yang menjadikannya cerita utuh.
Malam takkan hilang walau kau tutup seluruh pintu dan jendela, menyalakan suar dan seribu lilin dalam ruang serta mengambar matahari dilangit-langit kamar. Karna malam yang sesungguhnya adalah urat di lehermu, jalur kehidupan antara hati dan pikiran, seimbangkan masalalu, saat ini dan masa akan datang.
Ingin sekali kutemani kau meretas malam yang kautakuti dengan cahyaku, mendekapmu dengan kehangatan, namun, waktu mempunyai detaknya sendiri, sepertiku ---yang siang.

Kini di kotaku

Di kota ini, kini udara kian asing
Pertemuan dua arus jadi batas
Arus yang mungkin akan membanjiri matamu
Dan aku. serupa udara, kian asing
Bergerak bebas dalam kesendirian

Lalu jalan-jalan di kota ini
bukan lagi penentu arah kepergian-kepulangan
Setelah simpang begitu mengoda
Memberi tujuan baru dari mimpimimpi
Yang dulu kita bangun dari pinggir
Ketika udara meniup lembut gengam tangan kita

Sebab Kini, di kota ini
Udara kian asing
Jalan-jalan sepi
Sesepi gerak bebas kesendirian

Maka, kubiarkan saja
Segala percakapan menjadi udara
Dan jalan-jalan semakin bersimpang
Karna segala janji bukanlah akhir mimpi; lagi.


Villa nusa indah 23/04/11

#

#
Kembali kita dicumbu jarak dan waktu
Merapat-rengang,
Serupa liukan di keriting rambutmu
Yang menyimpan wewangian kentara
Yang kukenali dari percintaan pertama
#
Kembali dingin angin berbisik,
Membawa kabar serupa kenangan
Dan malam,
Selalu saja menjadi belati yang merajam ingatan
#
Ini malam,
Wajah bulan terpecah
Bias tersapu gelombang
Langit menyimpan kisah
Kerinduan terbelah sudah
#
Jarak jantungmu dan jantungku
Adalah tempat rindu
bergerak bebas
#
Kata-kata lahir dari keterpisahan
Mencatat

Rabu, 06 April 2011

lelaki pengayuh sampan

jika saja, kau tahu jarak antara hulu dan muara?
kau akan mengerti kebisuan riak airmata
yang tersimpan abadi di dasar sampan
dari beribu kayuh-kayuh kesendirian

hai, kau lelaki pengayuh sampan
bagian mana dari tubuhmu yang terluka, kawan?
jutaan tahun matahari buat kering kau punya badan
dari riwayat-riwayat penderitaan
leluhur. ku tahu,
tak ada yang mampu
menancapkan pedang di raga itu
kecuali, airmata dan rindu yang bersarang di dadamu.

aku hidup, ketika kau milikku

Aku sangat mencintainya. Sungguh. Dan untuk perasaanku kepadanya aku tak akan pernah berbohong kepada siapapun termasuk kalian. Terlebih saat ini aku tak perduli lagi kepada perkataan siapapun. Dia, Lelaki yang menjadi kekasihku sejak aku masih duduk di kelas 2 SMA, tujuh tahun dia menjadi kekasihku, cukup lama memang, cukup lama untuk membuat dirinya abadi dan tak tergantikan di hatiku, bahkan sampai saat ini dan mungkin juga nanti.
Kukatan juga, bersamanya, waktu terasa cukup cepat berlalu, sepertinya takkan pernah cukup waktu dalam sehari. Entah mengapa, dialah satu-satunya lelaki yang mampu membuatku tertawa dan menangis dalam satu waktu, ahh, betapa aku sangat mencintai dan tak bisa tanpanya di sampingku.
Namun seiring waktu berjalan lambatlaun aku tahu hidup terlalu singkat hanya untuk sebuah cinta saja, masih banyak hal di luar dari itu, ada kebahagian-kebahagian lain selain dari cinta. Dan kebahagian itu yang tak kudapatkan dari lelaki yang sangat aku cintai. Aku mulai mencari kebahagian lain itu, pas ketika aku sudah kuliah dan melaksanakan praktek kerja lapangan ada seorang lelaki yang mendekati dan ingin menjalin hubungan denganku, lelaki yang membawa kebahgian lain selain dari kebahagian cinta, lelaki yang mempunyai pekerjaan tetap dan jabatan cukup tinggi di tempatku melaksanakan praktek kerja lapangan, dan juga laki-laki yang mengunakan kemeja dan celana panjang bahan. Sangat berbeda jauh dengan lelaki yang kucintai, sebagai mahasiswa di sebuah universitas dan bersifat cuek, ia seakan tak pernah mengenal kemeja dan celana bahan.
Tak lama hubungan sembunyiku dengan lelaki yang satu kantor denganku, mungkin karna baru pertama kali menjalani hubungan seperti itu, akhirnya lelaki yang aku cintai itu mengetahui hubungan kami, ia akhirnya mengambil keputusan untuk mengakhir hubungan yang sudah lama kami jalani, tetapi, aku yang tidak menyetujuinya, dengan meminta maaf dan memberi alasan apa saja agar ia mau memaafkanku serta juga dengan mengiba kepadanya, ia pun akhirnya mau kembali bersamaku, tentu dengan syarat aku harus mengakhiri hubungan sembunyiku itu, yang tentu saja aku akhiri.
Setelah lulus kuliah dengan bermodal ijazah dari sebuah akademi sekretaris yang cukup ternama dan juga dengan wajahku yang cukup cantik, banyak orang yang berkata seperti itu kepadaku, dengan mudah bisa kudapatkan pekerjaan sebagai seorang sekretaris muda di sebuah perusahaan di bilangan thamrin. Jarak yang cukup jauh rumah dan kantor, lelaki yang kucintai dengan senang hati antar-jemputku, karna memang waktu itu dia masih mengangur dan belum punya kesibukan apa-apa.
Sebagai seorang sekretaris aku mulai dekat dengan bosku, seorang lelaki yang tak terlalu tua, masih sekitar 40 tahunan, lelaki yang sudah beristri tapi belum di karuniai seorang anak. Karna cukup dekat dan kebetulan rumahku dan rumahnya se-arah jadi dia menawarkan untuk pergi dan pulang bersamanya. Dan akhirnya aku menerima ajakannya setelah agak bersusah payah memberi alasan kepada lelaki yang kucintai, karna bagaimanapun menurutnya, pasti kalo seperti itu terus akan terjadi kecemburuan oleh karyawan lainnya. Atau mungkin tepatnya ia juga cemburu.
Mulai saat itu aku selalu dijemput-antar oleh bosku, di karenakan seringnya kebersamaan kami akan semakin dekat, kedekatan ini membuat pemikiran yang sempat aku hilangkan dulu kembali lagi, bahwa kebahagian itu bukan hanya tentang cinta, ada banyak kebahagian di luar itu, seperti saat ini, dimana bosku selalu memanjakanku dengan kemewahan, membelikan barangbarang mahal, makan siang dan makan malam di tempat mahal, dan saat itu aku menikmatinya, sangat menikmatinya, menurutku saat itu, sangat wajar seorang wanita menyukai kemewahan, karna dengan kemewahan itulah dia akan tampak lebih cantik dan indah.
Dengan cara bosku yang memperlakukanku seperti itu, akhirnya hubungan kami tak lagi seperti seorang atasan dan bawahan, kami lebih mirip seperti sepasang kekasih, tetapi kami sepakat ketika libur kerja, kami tidak saling menghubungi dan waktu kami sepenuhnya buat orangorang di sekitar kami. Hubungan ini berjalan cukup lama.
Namun, tak ada kebohongan yang benar-benar abadi, suatu hari pasti akan ketahuan, seperti saat itu, ketika pulang kerja, aku dan bosku mampir ke sebuah hotel yang cukup mewah di daerah casablanca, entah kenapa malam itu sebenarnya aku agak malas untuk ikut kesana, tetapi karna ajakan bosku akhirnya aku ikut, benar saja firasatku, ketika baru saja sampai di lobby hotel aku berpapasan dengan lelaki yang aku cintai, disana dia baru saja menghadiri undangan pesta ulang tahun teman waktu kuliahnya, dia berjalan ke arah keluar sedangkan aku berjalan arah masuk ke hotel, sekilas pandangan kami beradu, aku merasakan kakiku lemas dan jantungku seakan berhenti berdetak, pasti akan terjadi keributan besar pikirku, tetapi tidak, dia hanya memandangku sekilas dengan tatapan benci dan terus berjalan keluar, mataku terus mengikutinya, dia berjalan tanpa menoleh ke arahku, saat itu aku tahu apa yang ada dipikirannya, tanpa berpikir lagi aku lari menyusulnya dan memangil namanya, tapi ia tak menoleh sedikitpun terus berjalan keluar, sampai akhirnya aku menghentikan tubuhnya.
Seluruh mata di lobby hotel ini memandang kearah kami, aku tak perduli, aku benarbenar tak ingin kehilangannya di hidupku, sungguh aku sangat mencintainya.
Dia berhenti dan memandang kearahku, tapi tak mengeluarkan satukata apapun, yang aku ingat, saat itu aku terus menangis dan memohon kepadanya untuk mendegarkan semua alasan yang aku berikan, tapi ia tetap tak memperdulikan, aku terus menangis bahkan sampai bersujud di kakinya untuk meminta maaf, ia tetap tak perduli dan terus melangkahkan kakinya sambil mengucapkan sebuah kalimat. “kini, tak ada apa-apa lagi antara kita berdua.” Aku tak terima atas perkataannya, sungguh, aku sangat mencintainya dan tak bisa tanpa dia ada di sampingku.
“jika memang kau tak bisa bersamaku lagi, sebaiknya aku mati saja.” Tanpa pikir panjang lagi aku berteriak kepadanya.
Masih kurasakan tatapan mata heran dan seribu pertanyaan yang hinggap di kepala orang-orang yang berada di lobby hotel, termasuk bosku sendiri yang hanya mampu berdiri mematung melihat yang aku lakukan. Sungguh, aku tak perduli, kalo tentang dia, lelaki yang aku cintai, aku takakan memperdulikan lainnya. Tetapi lelaki itu tetap tak perduli dengan katakataku, ia tetap berjalan keluar, hingga ketika ia mendengar suara benturan cukup keras baru ia berlari ke-arahku.
Saat itu, tibatiba sebuah tangan menahan tubuhku, ya, tangan lelaki yang sangat aku cintai, kurasakan jantungku kembali berdetak ketika tangannya merangkul tubuhku, aku juga merasakan tangannya menyentuh bagian kepalaku, terasa perih, tapi demi bisa untuk bersamanya lagi aku rela merasakan puluhan kali perih dari perih ini. Darah terus mengucur dari luka di kepalaku, luka akibat benturan atau tepatnya sengaja kubenturkan antara kepalaku dan dinding tembok di pintu masuk hotel, darah mengalir membasahi bajuku kami, matanya seakan menatap kasihan kepadaku.
“kembalilah kepadaku, jika tidak aku tak ingin hidup lagi dan terus akan melakukan ini.”
Aku tahu, dia tak akan pernah ingin melihatku menderita. Dan aku sangat tahu itu.
***
Setelah kejadian malam itu aku memilih berhenti bekerja di perusahaan itu dan juga berhenti berhubungan dengan mantan bosku. Aku memilih menjalani hubunganku dengan lelaki yang aku cintai, membangun kembali hubungan kami yang dulu, aku berusaha keras untuk itu, tetapi tetap saja pandangan mata itu tak pernah berubah sejak kejadian malam itu, cara lelaki yang kucintai itu telah berubah ketika memandangku, seakan semua perasaannya telah ikut berubah pula, aku tak perduli, karna yang aku tahu, dia tetap ada di sampingku, itu sudah cukup.
***
Tak lama setelah berhenti dari pekerjaan aku kembali mendapatkan perkerjaan di daerah perkantoran di bilangan sudirman, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang asuransi. Keadaan memang telah berubah, lelaki yang kucintai tak pernah mau antar-jemputku lagi, sehingga mau tak mau aku harus berusaha sendiri untuk sampai ke kantor, untungnya, di depan perumahanku banyak mobil omprengan pribadi yang ke-arah sudirman. Sebuah mobil yang sepertinya sengaja diperuntukkan untuk para karyawan yang bekerja di daerah sudirman.
Di mobil itu, dikarenakan seringnya naik mobil omprengan yang sama, akhirnya aku kenal dengan seorang lelaki, ia berkerja di sebuah perbankan yang cukup ternama di negeri ini, sebagai seorang karyawan bank ia berpenampilan sangat rapi, apalagi dengan posisi yang ia jabat. Hari ke hari akhirnya kami semakin dekat, mulai sering telponan, BBM-an, serta sekalikali kami janjian makan siang.
Aku menikmati kedekatan itu, hingga suatu hari aku sadar, lelaki yang aku cintai seperti menghilang dariku, tak ada kabar lagi darinya, nomor telponnya pun tak aktif, bahkan ketika aku tanya kepada keluarga dan temantemannya, mereka pun bilang tak ada yang tahu kabarnya.
Satu bulan sudah aku mencari kabarnya, tetapi tetap tak kutemukan sedikitpun berita tentangnya, ia seperti hilang ditelan bumi. Namun, aku yakin suatu saat ia akan kembali kepadaku, jadi selama menunggu ia kembali aku tetap menjalani kedekatanku dengan lelaki yang kutemui di mobil omprengan itu.
***
Delapan bulanan tepatnya tak jua kudapatkan kabar dari lelaki yang kucintai itu, hingga suatu hari seorang temannya mengantarkan sebuah undangan kepadaku, sebuah surat undangan pernikahan, temannya tidak mengatakan apa-apa, setelah memberikan surat undangan itu, ia bergegas pergi.
Jantungku berdetak dengan cepat, kakiku lemas seakan tak mampu menahan bobot tubuhku, aku terjatuh dengan tangan tetap mengengam surat undangan itu, namanya tercantum disana, nama lelaki yang kucintai.
Seharian itu, aku tak tahu apa yang harus kulakukan, beribu pikiran melayang bebas di kepalaku, sungguh aku sangat mencintai, aku tak bisa hidup tanpanya, apalagi menerima kenyataan bahwa dia akan menjadi milik oranglain. Aku tak bisa menerima semua kenyataan ini.
***
Tiba-tiba esok harinya ia datang menemuiku, kulihat pandangan di matanya telah berubah, pandangan mata itu kembali seperti dulu, pandangan mata lembut yang penuh dengan kasih sayang, tatapan mata yang dulu sangat kusukai, tetapi saat ini tatapan mata itu sangat aku benci, karna tatapan itu bukan lagi untukku, tetapi untuk seorang wanita yang berjalan di sampingnya.
Dia dan wanita itu terus berjalan ke arahku, aku cemburu, sangat cemburu, aku benci wanita itu, sangat. Tetapi, aku hanya bisa terdiam terpaku tanpa mampu melakukan apapun.
Kini mereka tepat di hadapanku. Lelaki yang kucintai itu, kini berlutut di hadapanku dan mengengam tanganku, kepalanya tertunduk, cukup lama ia menundukkan kepalanya, hingga aku lihat ada yang terjatuh dari matanya, airmata, oh, ia menangis, benar ia menangis, dan saat itu aku sadar bahwa ia juga masih mencintaiku.
Airmatanya terus mengalir jatuh ke lantai, diantara doa-doa yang berkumandang dalam ruang tamu rumahku, airmata itu menjadi pertanda bahwa ia juga kehilangan sepertiku.
“sayang kembalilah kepadaku, sungguh, aku tak bisa hidup tanpa memilikimu.” Katakata itu keluar dari mulutku, tapi sepertinya ia tidak mendengar. Berulang kali kuulang katakataku dan semakin kencang, sepertinya aku mengucapkan hingga berteriak, tetapi ia tetap acuh, seperti tak mendengar katakataku.
Cukup lama aku mengulang katakataku sendiri, hingga kusadari lelaki yang kucintai itu berdiri dan melepaskan gengamannya di tanganku dan beranjak pergi. Ahh, sekejap kulihat ada garis luka di sekitar pergelangan tanganku, aku binggung.
Belum selesai kebinggunganku tentang luka di pergelangan tanganku, tiba-tiba orang-orang beramai-ramai mengotong tubuhku dengan doa-doa keluar dari mulut mereka.

Jumat, 18 Maret 2011

matamu yang malam

lewat matamu,
aku mengembara mengelilingi bumi
lebih cepat dari hembusan angin
lebih kencang dari perputaran matari dan bulan
menjadi saksi terciptanya setiap keindahan
keindahan yang hanya engkau memilikinya.

di matamu semua berawal
di matamu juga semua berakhir
karna perjalananku adalah lingkaran coklat di kornea matamu

matamu yang malam,
tempat kunangkunang mimpiku berpijar
mimpi yang kubangun dari panjangnya kesendirian diri
dari malam-malam yang melahirkan kelam
hingga matamu pancarkan cahya
terangi setiap jalan yang kutapaki

matamu yang mataku
musafir yang menemukan tempat menetap.
oase di tandus sahara
pelangi setelah badai
dan tatapan yang berbalas.

maka, dari tatapan itu,
kugariskan takdir di tanganku sendiri; yang juga tanganmu.

Selasa, 15 Maret 2011

Dari rindu dan detak jantung

Rindu itu, lin. Rindu yang kita cipta ketika jarak semakin memperlebar dekapan, tepat di saat waktu hampir saja kita hentikan, namun, sekali lagi ia menang dan mempecundangi kita dengan telak. Ia, rindu, pelan tapi pasti diciptanya sebuah pusaran air dari samudera keterpisahan, membangun gelombang-gelombang yang semakin besar dan mungkin akhirnya membangun tsunami, menyapu seluruh pulau-pulau kenangan, pulau yang selama ini kita tempati.
Detik-detik terus berdetak, hari-hari terus berganti, namun rindu (sebuah pengharapan akan kebersamaan) terus mengambil alih detakdetik dan hari-hari di hariku. Aku takut, sunguh, aku takut semua ini tak nyata lagi, kemudian secara perlahan berubah menjadi hanya sebuah mimpi ketika kesadaran kita terambil alih oleh logika.
Ingatkah kau, lin, ketika malam untuk pertama kali kita buat persembunyian, hanya kau, aku dan malam, berbicara berbisik sebab kita tahu hari esok mungkin akan mendengar hingga lekas ia suruh pagi menculik salah-satu dari kita. Sementara kita tahu, kita baru saja menelajangi diri, menghafal setiap lekuk tubuh, agar ketika kita bertemu lagi nanti, kita sudah saling mengenal. Saat ini, masihkah kau kenali aku, ketika jarak semakin samarkan ingatanmu?
Tahukah kau, lin. Siang ini matari bersinar dengan pongahnya, mengeringkan setiap jiwa yang merindu, membakar setiap lembar kenangan yang hinggap di atas pucuk pohon ingatan, tapi, masih saja wajahmu, hadir dalam kekeringan berkepanjangan akan sebuah penantian hujan, ya hujan, yang selalu menjadi penanda kedatanganmu, lewat rintik, kau belai lembut tanah-tanah kerontang di jiwaku, mengalirkan kesejukkan hingga kembali suburkan tunas-tunas rasa cinta di dadaku. Lalu, dengan mengendarai pelangi kau turun memelukku. Semoga, ini bukan mimpi di tidur siangku.
Lin, masihkah kau simpan detak itu? Detak yang kuberikan padamu di perjumpaan pertama kali, detak yang kau kenali asing saat itu. Lin, untuk mengenali keasingan detak itu tak usah kau turut meng-asing pula, detak itu adalah jantungmu sendiri, yang dulu kau berikan kepadaku ketika kita belum saling mengenal, tak usah bingung lin, karna detak itu adalah detak jantungku juga.

Dari rindu dan detak jantung
aku selipkan harapan kepada malam
tentang keusaian kesendirian
dan penantian
maka, langkahkanlah kakimu mendekat
sangat dekat
hingga ketika berdekap
kita tak mampu saling tatap.

Kamis, 03 Maret 2011

Datanglah, perempuanku!

Datanglah, datanglah, perempuanku!
Telah kutunggu kau seribu musim sendiri
Musim-musim yang sepi
Musim yang merobek dadaku dengan belati rindu

Dan demi darah,
dari rahim perawan ia tertumpah
Yang melahirkan penantian-penantian panjang
Datanglah, datanglah

Mari kita berdekap, lalu lenyap
Sebab, dari ketiadaan akan muncul kembali keberadaan
Dan dari keberadaan akan berakhir dengan ketiadaan
Maka, datanglah, datanglah, perempuanku!

Disini, telah kusuling anggur
Dari airmata pepohonan musim gugur
Yang melemparkan daunnya ke tanah
mari kita mabuk, perempuanku!
Lalu rebah dan mendesah
agar mekar bungabunga anyar.

Perempuanku, penantian tumbuhkan dahaga
Kekeringan di tengorakan rinduku
perempuanku, engkaulah mata air suci
penawar dahaga dari diri yang sendiri
maka, datanglah, datanglah, perempuanku!

Rabu, 02 Maret 2011

sayang, aku menunggumu datang

Di setiap kilometer terbentang adalah ukuran kepedihan dari rindu yang menjadi musafir di dadaku, begerak bebas menyayat setiap inchi dinding hati. Nyanyian burung-burung yang mencari sarang untuk bermukim, melawan musim yang semakin ekstrim. Cuaca tak lagi menentu, seribu pintu seakan membisu, ketika jarak mencipta rindu.

Sementara subuh ini, dingin gigilkan mimpi-mimpi para perindu dan sayup-sayup angin seakan mengantar suaramu, pelan, membisikkan kata-kata “aku datang, lewat angin malam yang sesatkan cahaya, sementara aku kehilangan arahmu.”. ahh, kapankah purnama menunjukkan jejak langkahku, agar kau tahu dimana aku menunggumu, di sebuah rumah yang kubangun dari seribu tiang-tiang rindu dan beratap ketulusan cinta.

Dan ketika kau tiba, kau akan tahu seberapa dahsyat sayatan rindu itu telah mengores tubuhku, semoga, masih kau kenali aku seperti pertama kali kau melihatku. Ketika pertama kali rindu itu terlahir dari rahim malam yang kita cipta dari percintaan sesaat.

Waktu, ya, waktu. Seperti juga rindu dan jarak selalu saja melahirkan kecemasan dan getar-getar nada dalam gemetar yang samar. Tentang kabar kehilangan mercusuar dalam pelayaran di keluasan samudera dan ombak besar selalu akan datang menghadang dan meradang, semoga tak karamkan biduk sebelum pencapaian dermaga; tempat ketika hatimu dan hatiku menyatu.

Keterpisahan, membuat jalan-jalan lengang, tak ada jari tuk digengam ketika melengang. Dan sayang, aku menunggu datang di sebuah rumah yang kubangun dari seribu tiang-tiang rindu dan beratap ketulusan cintaku kepadamu.

Rabu, 09 Februari 2011

sebuah catatan iseng ketika aku mengingatmu

Kembali kepada siang ini, tak ada degup yang menyimpang di dadaku, masih seperti hari kemarin, selalu saja sepi yang memainkan peran penting di setiap detik waktu yang berdetak di hidupku. Mungkin aku telah kalah atau mungkin waktu yang mengalahkanku, telak, hingga untuk bangkitpun seakan kakiku tak mampu menahan beban yang tertempa di bahu, tetapi, satu yang membuatku takkan pernah dan takkan ingin menghentikan detak dan detik yang berdetak di jantung dan hariku. Kamu. ya, kamu, wanita yang datang tibatiba, membawa kembali semua rasa yang pernah kuanggap telah tiada.

Ini sebuah kejujuran diri yang selama ini kusimpan jauh dan memilih tertawa dalam kekosongan, melangkah dalam kebersamaan yang asing, dan menertawakan dunia yang mencipta cerita negeri dongeng, dimana hidup selalu mempunyai cinta, serta ikut meneteskan airmata ketika hujan turun, karna aku sangat tahu, rinai hujan membuatku terpojok sendiri di pojok kerinduan, entah kerinduan akan apa dan kepada siapa? Tapi, kerinduan yang tak pernah punya alasan, sampai kau datang ke dalam kehidupanku. Dan kini kutahu pasti, kerinduan yang asing selama ini adalah kerinduanku akan hadirmu.

Ini catatan yang tumbuh dari keterasingan dan kerinduanku akanmu. Sebuah catatan yang menemaniku melewati panas terik siang ini, dimana puisipuisi mati di jiwa yang telah layu, untuk jiwa yang telah meniadakan cinta di dada mereka. Yang dulu sempat kurasakan, aku mati dikehidupanku, hingga kau datang membawa benih-benih yang kini kembali mekar di harihariku, sungguh, jika engkau adalah petani, maka kau adalah petani yang sangat berhasil dalam memanen bungabunga cinta di taman dadaku.

Semua terus tumbuh dan berkembang, di dadamu juga kubaca rindu yang serupa di dadaku, kita saling bermain di lingkaran yang hanya milik para dewa; cinta. Karna tak banyak yang mengerti arti kata itu sesungguhnya, seperti kita juga yang tak begitu mengerti, tetapi, dengan pasti kita bisa merasakannya, “semua yang tak terpikirkan tibatiba muncul ketika rasa itu menyelusup pelan di ruangruang kosong dadaku dan mu.”

Di nyatanya dunia saat ini, kita tahu, tak semua seperti apa yang kita inginkan, selalu ada luka yang kita harus dapatkan di tubuhku dan tubuhmu, namun selayaknya luka, selalu mampu membuat kita belajar untuk berdiri tegar menghadapi badai. Dan sungguh aku percaya, saat kita menyatu, kitalah pohon kokoh yang tumbuh di belantara cinta.

Senin, 07 Februari 2011

Nisan namaku di dadamu

sejak rindu
kau tancapkan
ke jantungku.

tak ada ketetapan
mampu mencabutnya

kecuali,
nisan kan bertuliskan
namaku, di dadamu.

X-andria

Jika kau masih mencintaiku, datanglah..

Jum’at Jam 09.00
Kantor Urusan Agama, Malang

X-andria


***
Setelah cukup lama memandangi dan mencoba mencerna isi dari sms itu, tibatiba baru kusadari hari ini adalah hari kamis sore, berarti aku harus segera berangkat ke stasiun, mengejar jam keberangkatan kereta api terakhir menuju Malang.

***
Tepat setengah jam sebelum keberangkatan kereta, aku sampai di stasiun gambir, dengan agak terburu-buru aku langsung menuju loket untuk membeli tiket, untuglah pada hari biasa begini, tidak perlu antri untuk mendapatkan tiket, seperti pada harihari libur atau hari besar keagamaan.
Stasiun gambir tak terlalu ramai malam ini, hanya ada beberapa calon penumpang yang terlihat menunggu keberangkatan kereta. Tak berapa lama menunggu, akhirnya kereta siap berangkat, sepertinya kereta hari ini berangkat cukup tepat waktu, semoga sudah baik sistem keberangkatan kereta apa di negeri ini.

***
Kesendirian perjalanan selalu menjadi waktu yang tepat untuk mengingat semua yang telah terlewat, seperti saat ini, ingatanku kembali membawaku berjalanjalan ke waktu tujuh tahun yang lalu, ketika secara tidak sengaja kita di pertemukan di bangku kereta ini oleh sebuah harapan untuk mampu mengubah jalan hidup. Ya, tujuh tahun yang lalu pertama kali aku mengenalmu ketika kau memilih duduk disampingku, ketika kereta berhenti di kotamu dan aku memaksakan diriku untuk mengajakmu mengobrol, untuk sekedar mengenalmu dan juga untuk membunuh waktu, agar tak terlalu angkuh mengurung kita dalam kesunyian yang senyap, yang tak cukup kedap untuk meredam getargetar antar gerbong yang mendekat-rengang, serupa ketakutan yang diamdiam menjalar di dada kita akan hari esok di kota yang tak pernah kita sentuh sebelumnya.
Jakarta, kau menyebutkan tujuanmu, yang juga menjadi tujuanku atau tujuan sebagian besar para pemuda-pemudi di negeri ini, setelah bergumul cukup lama dengan pendidikan, Jakarta selalu menjadi tempat yang tepat untuk menjalani ujian akhir dari keinginan untuk mencapai impian, sebuah pemikiran yang kuwariskan dari para pemuda pendahulu-pendahulu di desaku, yang saat ini malah aku tak tahu nasib mereka di kota Jakarta, tetapi, masih saja kulakukan apa yang telah mereka tanamkan di kepalaku, Jakarta adalah tempat segala impian akan tercapai. Ahh, sebuah pemikiran yang tak beralasan saat ini, karna, saat ini ternyata Jakarta telah mencuri semua impianku.

***
Ternyata, hidup di Jakarta jauh dari apa yang ada di pikiranku. Tiga bulan sudah aku berusaha untuk mencari pekerjaan sesuai dengan ijazahku, sarjana ekonomi dengan IPK diatas rata-rata dan lulusan universitas yang cukup ternama di kotaku, Surabaya, tak mampu juga untuk membuatku mendapatkan perkejaan yang sesuai dengan harapanku, tanpa kenalan memang cukup susah untuk mendapatkan perkerjaan di kota ini. Akhirnya, untuk membiayai hidup, karna sisa tabungan yang kukumpulkan waktu berkerja sambil kuliah dulu telah habis, aku bekerja sebagai operator di sebuah pabrik gelas, dan tetangga kontrakkanku yang sepertinya cukup kasihan melihat seorang sarjana ekonomi terluntalunta memasukkanku kerja ditempat ia bekerja, kebetulan ia kenal dengan bagian HRDnya. Tetapi, kau lebih beruntung, dengan wajah yang cantik, sangat mudah bagimu untuk mendapatkan perkerjaan sebagai front-liner di sebuah bank yang cukup lumayan besar di negeri ini.
Di antara kerasnya kehidupan Jakarta, ternyata putikputik cinta bermekaran di hati kita, entahlah, aku juga binggung kenapa kau lebih memilihku daripada temantemanmu yang jelas mempunyai banyak kelebihan daripada seorang operator di pabrik gelas.
Mungkin di saat ini aku percaya bahwa cinta itu buta.

***
Satu tahun setelah kita memutuskan untuk menjadi kekasih, kau meminta agar diperbolehkan tinggal bersamaku, tepatnya, setelah paman dan bibimu menyuruh untuk kembali ke kotamu di karenakan disuruh oleh kedua orangtuamu, yang telah menjodohkanmu dengan seorang yang sangat kaya dan terpandang di kotamu. Dan sebagai seorang kekasih aku meluluskan permintaanmu dengan satu syarat bahwa kita akan bertemu dengan orangtuamu dan aku akan mencoba meminta kepada mereka agar memperbolehkanmu untuk menjadi istriku.

***
Di stasiun kota baru, Malang. Dadaku berdegup dengan cepat, mataku hanya mampu memandang ke-arah lantai, terpaku kepada sebuah ketakberdayaan, sesekali airmata mengalir pelan kearah sudut bibir, asin, seasin hidup yang terlalu nyata untuk sebuah kehilangan. Masih teringat jelas jawaban kedua orangtua-mu ketika kuminta kau untuk menjadi istriku kepada mereka. Darimana bisa kudapatkan uang limapuluh juta rupiah sebagai penganti dirimu, belum lagi biaya pesta yang harus mewah, karna keluargamu mengharuskan sebuah pesta yang sangat besar untuk menjaga nama keluarga mereka. Ahh, permintaan yang tak mungkin akan bisa kukabulkan, betapa kerasnya aku akan mencoba. Meminta warisan kepada keluargaku, walau aku anak mereka satusatunya, tentu takakan bisa, bahkan dengan semua harta yang mereka miliki mungkin tak akan sebesar itu, keluargaku hanya keluarga petani musiman, yang mengarap tanah milik tuan tanah dan ketika panen hasilnya di bagi dengan pembagian yang tak cukup adil menurutku, setelah cukup lamalama bersusahsusah orangutaku hanya mendapatkan duapuluh lima persen dari keuntungan. Hanya cukup untuk biaya hidup mereka berdua, tak lebih.
Ada rasa ragu yang menyelimuti dadaku ketika kutinggalkan kau di pintu rumahmu, namun, ketakmampuanku lebih besar daripada rasa ragu itu sendiri. Betapa, saat ini semua telah di perdagangkan, semua seperti mempunyai nominal, bahkan termasuk cinta, sebuah kegaiban rasa yang entah berasal dari mana.
Baru saja ingin kulangkahkan kaki kedalam gerbong kereta, ketika sebuah tangan dengan kuliat yang sangat halus mengengam erat tanganku dengan refleks kupandang kearah samping, sebuah senyum terhias di sebuah wajah yang sangat kukenali, wajahmu, wajah yang mampu membuat semua luka yang kurasakan saat ini hilang secara tibatiba. Kau memilih untuk tetap bersamaku dan meninggalkan semua yang kau miliki.
Kaulah wanita pejuang yang selama ini kucari.
***
Lima tahun kita tinggal bersama, di sebuah rumah mungil pinggir kota, rumah yang kita beli dengan cara mencicil, yang pembayaran awalnya di talangi oleh kantormu, rumah yang menjadi impian kita untuk membangun keluarga kecil, keluarga kecil yang tak akan mungkin mendapat restu dari orangtuamu. Ya, sudah lima tahun berlalu sejak peristiwa aku memintamu kepada orangtuamu, sejak saat itu kita mulai mejalani kehidupan sendiri, kehidupan yang hanya ada aku dan kamu, walau sekalikali kita pulang ke rumah orangtuaku, yang selalu menerima kita, karna mungkin mereka tak pernah tahu bahwa kita sudah tinggal bersama. Rumah persembunyian kita, selayaknya persembunyian suatu saat pasti akan di ketahui juga, seperti hari ini, ketika seorang kakak lelakimu dan lima pemuda yang berbadan tegap secara tibatiba membuka pintu, tepatnya di buka dengan paksa, dan dengan gerakan seperti terlatih tibatiba lima lelaki tegap itu langsung memegangi tubuhku, dan kakakmu memegangmu, menarikmu secara paksa untuk ikut bersamanya, tentunya aku melawan tapi apalah artinya tenaga satu orang melawan lima orang yang bertubuh kekar dan tegap, di tengah pergumulanku melawan lima orang, karna ketidak-tegaanmu melihatku yang sudah mengeluarkan darah di sudut bibir dan hidung dan mungkin memang hampir sekarat, karna lamalama semua yang kulihat terasa kabur dan dibawah ancaman kakakmu untuk tak segansegan ingin membunuhku jika kau tidak ikut bersamanya kembali ke kotamu, akhirnya kau menyetujui untuk ikut bersamanya.

***
Berbulan-bulan kemudian aku mendengar kabar dari teman kerja yang baru saja masuk kerja ditempatku bekerja, mengabarkan bahwa kamu sudah menikah dengan pria yang dulu dijodohkan oleh orangtuamu, kebetulan teman kerjaku itu satu kota denganmu dan kebetulan juga kenal dengan suamimu, lagian siapa yang di kota itu tidak mengenal suamimu. Ahh, mungkin kau sudah bahagia sekarang, hidup dengan penuh kecukupan, jadi kubatalkan rencana untuk mencarimu.
Hingga, sebuah sms yang kuterima dengan tercantum namamu dibawahnya.

***
Matahari baru saja menampakkan wajahnya di kota ini, udara dingin yang menyegarkan menelusup ke paruparuku ketika baru saja kulangkahkan kakiku keluar dari gerbong kereta, masih ada cukup waktu untuk mengisi perutku yang mulai meminta untuk minta di perhatikan, setelah sepanjang perjalanan aku tak sempat untuk memperhatikannya.
Setelah mengisi perutku dengan sarapan yang secukupnya dan menanyakan kepada para penduduk arah kantor urusan agama kota Malang, aku langsung menuju kesana.

***
Jarum jam di jam tanganku menunjukkan angka 8:30, setidaknya begitulah angka yang terpampang di jam digital murahan produk dari negeri cina di tanganku, ketika aku tiba di kantor urusan agama kota Malang, dengan jantung berdebar tak beratur dan seribu pertanyaan hinggap di benak kepala, dengan sedikit paksaan kulangkah kaki memasuki ruangan. Ruangan gedung masih begitu lengang sepagi ini, hanya terlihat beberapa petugas yang mengunakan batik terlihat mondar-mandir, entah apa yang sedang mereka kerjakan, aku masih saja berdir tak bergerak sesampainya memasuki ruangan, aku binggung, kepada siapa dan apa yang harus kutanyakan, karna sms yang kuterima darimu tak mengabarkan apa-apa. Hanya menyuruhku kesini.
Mataku terus memandang sekeliling ruangan, tanpa tahu harus berbuat apa, ahh, betapa bodohnya aku, kenapa aku langsung percaya pada isi sms itu, tanpa berusaha menelpon balik ke nomor telponmu dan menanyakan ada apa waktu itu. Baiklah, akhirnya aku mengeluarkan telpon gengamku, mencari nomormu dan menekan tombol yang berwarna hijau, dan hampir disaat bersamaan kudengar sebuah telpon gengam berbunyi di ujung ruangan, telpon gengam seorang wanita yang sedang duduk membelakangiku, jadi aku hanya bisa melihat sebagian besar rambutnya, rambut hitam lurus dengan panjang sebahu, aku tersentak kaget, ketika dia menjawab hallo, karna ruangan di sini cukup tertutup jadi suaranya cukup terdengar sampai ketempatku berdiri, bukan suaranya yang membuat kutersentak, tapi suara hallo itu sama dengan suara yang kudengar di telpon gengamku. Wanita itu terus mengucapkan “hallo” dan sekali-kali memangil namaku dengan pelan, aku masih tak bisa berbuat apaapa, hanya berdiri dan mematung, seperti ada sebuah gaib yang menyihirku menjadi patung. Akhirnya, setelah bersusah payah ibu jari tangganku bisa juga kugerakkan memencet tombol yang berwarna merah; untuk menghentikan percakapan.

***
Wanita itu tampak terkejut ketika sekilas memandang kebelakang, dengan reaksi yang sangat spontan ia membalikkan seluruh badannya kearahku, matanya tampak tak percaya, entah kenapa, tiba-tiba airmata mengalir dari mata itu, mata yang memandang kearahku, aku yang ia pandang lekatlekat, tak kalah terkejutnya, tubuhku tak mampu bergerak sedikit pun, kakiku bergetar dan seakan menancap kelantai, menahan tubuhku yang beratnya seakan bertambah sepuluh kali lipat secara ajaib. Cukup lama juga aksi tatap-menatap ini berlangsung, hingga akhirnya wanita itu berlari kearahku, kemudian memeluk erat tubuhku, sementara aku masih tak mampu bereaksi apa-apa, kurasakan tubuhku semakin bergetar dengan cepat.
Beginikah jika kerinduan yang begitu sangat di hati bertemu dengan orang yang kita rindukan.
“apa yang kau lakukan disini?”
Pertanyaan yang keluar dari bibir wanita itu hanya mampu kujawab dengan keheningan, karna memang saat ini otakku tak mampu untuk berpikir, apalagi untuk menjawab pertanyaan. Saat ini, ketika kerinduan itu bertemu, semua di sekeliling seperti tak ada, hanya ada kau dan aku yang melepaskan semua sesak yang selama ini tersimpan di dada, kita tak perduli beberapa pandang mata mengawasi kita, seakan juga ikut mencerna apa yang terjadi di ruang ini.
Dengan refleks wanita itu melepaskan pelukannya di tubuhku ketika seorang pria yang cukup tampan dan berumur kirakira empat puluh tahunan, menghampiri kearah aku dan dia.
“kenalkan ini suamiku.” Wanita itu memperkenalkan lelaki yang baru datang itu kepadaku.
“tepatnya, mantan suami.” Lelaki itu tersenyum memandang kearahku.
Wajah wanita itu berubah, seakan tak mengerti apa yang terjadi, sama persis dengan wajahku.
“akhirnya, semua sudah datang. Sengaja aku mengundang kalian semua kesini untuk menyelesaikan semuanya.”lelaki itu melanjutkan ucapannya.
lalu ia menatapku “ akulah yang mengundangmu kesini, dengan memakai telponnya.”sambil matanya memandang kearah wanita yang berdiri di sampingku.
Perlahan-lahan aku dan wanita disampingku mulai mengerti apa yang terjadi. Ahh, jadi semua ini dia yang melakukannya. Tapi, aku masih diam tak mampu untuk mengucapkan katakata apapun.
“tadi aku sudah berbicara dengan para petugas, kami sudah mempersiapkan semuanya.”
Perkataan lelaki itu kembali membuat aku dan wanita di sampingku kembali ke-keadaan tak mengerti.
“hari ini akan menjadi hari yang sangat penting untukku dan sekaligus untuk kalian berdua, hari ini aku sudah menceraikannya dan hari ini aku juga akan menjadi wali untuk acara pernikahan kalian berdua.”
Lelaki itu terus bicara dan mengindahkan wajah kami yang di selimuti oleh keterkejutan dan ketakmengertian.
Lalu, lelaki itu memandang kearah wanita yang berdiri di sampingku dan terdiam sejenak sebelum melanjutkan berbicara.
“aku mencintaimu, sangat.”wajahnya masih menatap kearah wanita itu. Dan dengan suara yang agak berat, ia melanjutkan ucapannya.
“aku mencintai semua yang ada padamu, tetapi, yang paling aku cintai darimu adalah ketika kau tersenyum bahagia, senyum yang tak pernah kulihat ketika kau bersamaku.”bola mata lelaki itu tampak berair, sepertinya ia menangis, tapi ia berusaha untuk menahan keinginan itu.
“sekarang mari kita masuk keruang itu.”sambil menuntun kami ke sebuah ruangan, tempat ia tadi keluar.”disana sudah menunggu petugas untuk menikahkan kalian. Dan untukmu..”ia memandang kearahku.” Setelah pernikahan hari ini, bawa dan jagalah ia, karna aku tahu, bersamamulah kebahagian dia sesungguhnya. Dan untuk urusan keluarganya, biar aku nanti yang memberi pengertian kepada mereka, tak usah kalian pikirkan itu.”
Sejak memasuki ruangan ini belum satu katapun yang keluar dari mulutku, namun aku telah mengerti apa yang terjadi, dan aku hanya bisa memeluk lelaki itu, lalu terus berjalan menuju ruangan untuk pernikahan itu sambil mengengam tangan wanita disampingku yang juga semakin mengengam erat tanganku.



Villa nusa indah.

Senin, 31 Januari 2011

Sebuah Pengharapan

; x-andria.


x-andria. Di perkenalan ini tak perlu kita basabasi yang ternyata memang sudah basi untuk dicicipi oleh para pencari kejujuran hati seperti puluhan puisi yang kusimpan di almari dan tak lagi punya arti. Malam ini, kita berdua samasama tahu tak ada cinta antara kau dan aku karna terlalu larut malam dan kita samasama lelah akan keberpurapuraan.

x-andria. Dari pesan yang kau kirim lewat kedipan matamu dapat kubaca tentang benih yang diamdiam mulai tumbuh di kepala, sebuah bibit pengharapan dari tak sempurna kisah masalalu.

x-andria. Di zaman ini dimana kemunafikan lebih lacur daripada cinta, kita coba menyusun sebuah asa, tetap menjaga kesucian arti dari sebuah perkenalan, yang kini mungkin telah menjadi sebuah pengharapan. Maka, nikmati saja bunyi detak waktu tak perlu buruburu karna memang kita tak lagi ikut lomba kecepatan waktu.

keberpurapuraan hati.

Gelap mulai pupus terganti, semburat cahaya jingga di ujung timur mulai menampakkan kuasanya, udara dingin masih tersisa meraba kedinginan hati para pemimpi yang baru saja menyelesaikan mimpi-mimpinya dan kembali bangun untuk menampaki kenyataan yang memang harus ia jalani.

“dan semua sudah berakhir.” Kata terakhir yang kudengar sebelum pembicaraan melalui telepon gengam ini berakhir.

***
“hai sayang, nanti makan siang bareng ya, aku tunggu di tempat biasa.” Sebuah pesan singkat masuk ke telpon gengamku. Pukul sebelas lewat dua puluh tiga menit ketika kulirik jam di samping kanan laptop, sebentar lagi, aku mulai merapikan pekerjaan kantor yang belum selesai untuk kukerjakan, ini bisa menunggu, setelah selesai aku langsung keluar dari kantorku dan menitipkan pesan untuk sekretarisku, jika ada yang mencari dan menghubungiku katakan aku sedang ada urusan di luar dan suruh untuk melakukannya lagi setelah jam makan siang.

Aku melangkah cepat keparkiran mobil, karna tak ingin nantinya menghabiskan waktu lama di jalan, adalah hal yang sangat biasa ketika jam makan siang jalanan di penuhi oleh mobilmobil yang memaksa orang untuk bersabar dalam kemacetan. Sangat kontras memang yang terjadi dengan situasi di Negara ini, dimana sebagian banyak orang berpikir untuk makan apa hari ini dan sebagian lagi malah pusing memikirkan akan makan di restoran mewah yang mana hari ini. Apa urusanku, itu urusan pemerintah untuk memikirkan nasib mereka dan terserahlah mereka mau atau tidak untuk memikirkan kesejahteraan rakyat mereka, yang penting aku telah membayar pajak yang sudah menjadi kewajibanku sebagai penduduk yang tinggal di Negara ini untuk membayar gajigaji mereka, walau terkadang yang kudengar di berita mereka tak pernah perduli akan nasib rakyat dan malah sibuk memperkaya diri sendiri. Semua perbuatan akan dipertanggung jawabkan nanti setelah kematian.

***
“hi sayang, kamu udah datang duluan.” Lalu sebuah kecupan lembut mendarat di bibirku.
“iya aku sengaja datang lebih cepat, menghindari macet.”
“kalo aku tahu kamu datang lebih awal, tadi aku juga akan keluar lebih cepat.”
“gak papa kok, aku juga memang hari ini ingin datang lebih cepat aja.” Ucapku yang membuat ia mengembangkan senyuman di bibirnya. Mungkin ia pikir aku datang karna aku merindukannya.
“udah pesan makanan belum?”
“belum, hanya segelas juice jambu ini.” Sambil kuangkat gelas yang sudah kosong, tadi berisi juice jambu yang memang sangat kusukai.
“ya udah, kamu mau makan apa?” dengan hanya sedikit anggukan seorang pelayan datang dengan cepat kemeja kami.
Setelah melihat daftar menu, aku memilih memesan stik ikan dan segelas juice jambu lagi.
“kamu kelihatan capek banget?”
“iya, tadi malam tidur agak larut, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan.” Jawabku dengan kebohongan yang tak kuperlihatkan.
“jangan terlalu memaksakan diri, nanti kamu sakit lagi, lagian kenapa kamu gak menyuruh karyawab kamu aja untuk menyelesaikan pekerjaanmu?”
“mereka sudah mempunyai pekerjaan yang harus mereka urus, lagian bukan karna aku pemilik perusahaan aku harus seenaknya.”
“ya sudah, terserah kamulah.”
Tak lama kemudian pelayan mengantarkan makanan yang kami pesan tadi.
Waktu terasa berjalan begitu lama, cukup lama untuk berpura-pura memperhatikan dan menjawab pertanyaannya, sementara pikiranku melayang kekejadian tadi malam.
“oh ya, hari minggu temenin aku ke acara pernikahan ya.”
“siapa yang menikah?”
“aldi.”
“oo, sahabatmu itu, kenapa ia tak memberitahukanku juga ya.”
“mungkin ia sibuk, mengatur acara pernikahannya.”
“baiklah.”

***
Laju mobil kupacu begitu lamban, seakan tak ingin sampai ketempat yang akan membuatku kehilangan selamanya.
Di sebuah gedung yang cukup ternama dibilangan jalan gatot soebroto, aku memakirkan mobilku. Ternyata cukup ramai juga yang datang sampaisampai aku cukup lama berputarputar agar bisa memakirkan mobilku.
“tunggu sebentar ya, aku ingin merokok sebatang dulu.”
“ya sudah, tapi jangan terlalu banyak merokok ya, gak baik buat kesehatanmu.”

***
Langkah kaki terasa begitu berat untuk dilangkahkan langkah demi langkah. Cukup meriah pestanya, terbukti dengan design panggung, makanan yang beraneka ragam dan mahal pula tentunya dan juga para tamu yang cukup banyak. Dan terlebih lagi banyak para pejabat penting di Negara ini yang hadir dan aku cukup sering melihatnya tampil di acaraacara televisi.
Kaki terus melangkah dan kusadari semakin jauh aku melangkah kedalam pesta semakin dekat akhir dari cerita, yang telah lama kujalani, itulah di saat dimana aku bisa merasakan kebahagian sejati, kebahagian yang memang hanya dimiliki oleh hati, karna hatilah sumber kebahagian sejati bukan yang lain.
Berpasang-pasang mata tampak mengarah kepadaku, tetapi, tepatnya bukan kearahku karna mata mereka liar menatap seorang wanita yang sangat cantik berjalan di sampingku sambil mengandeng lenganku. Betapa beruntungnya lelaki itu. Ada keirian ditatapan mata mereka, padahal aku tahu bahwa banyak diantara mereka yang memiliki istri atau kekasih simpan lebih dari satu, tetapi memang seperti itulah kenyataan, harta, jabatan dan wanita selalu membuat kita lupa akan semuanya.
Perasaanku bercampuk aduk, ketika langkah kakiku mulai menaiki panggung, sepertinya, aku sangat mengutuki diriku sendiri karena telah memutuskan untuk datang ketempat ini, dan berjanji tak akan pernah memaafkannya. Satu per satu aku mulai menyalami keluarga para pengantin, kulihat tatapan kebahagian di mata mereka, betapa harapan mereka yang telah tersimpan sejak lama, mungkin sejak para pengantin belum menghirup udara dunia ini untuk pertama kalinya, sebuah perjanjian yang tak mengikuti para pengantin, sebuah kebahagian yang sampai saat ini sangat sulit untukku mengerti. Bukankah kebahagian itu adalah apa yang dirasakan dari hati.
Dari semua mata yang berdiri di atas panggung ini, hanya matamu yang memancarkan pandangan yang berbeda, pancaran mata yang terbebani oleh keterpaksaaan, katakmampuan melawan sebuah keadaan dan ketakberanian memperjuangkan keinginan, pancaran mata dengan kemengertian bahwa akan menjalani hidup keberpurapuraan sampai nafas terakhir di hidupnya. Adakah penderitaan melebihi keberpurapuraan seumur hidup.
Setelah menyalami semua yang ada diatas panggun, kakiku terasa bergerak dengan cepat untuk meninggalkan pesta pernikahan ini, dan mengengam tangan wanita yang berjalan di sampingku lebih erat, ia pun membalas gengam itu semakin erat. Mungkin ia berpikir aku setelah melihat pesta ini aku akan segera menikahinya.
Tapi, pikiran berkecamuk lain di kepalaku, pikiranku melayang pada pembicaraan di telpon gengam tadi malam. Dan kini dengan sangat aku mengertinya, aku membebaskanmu, apaun itu yang kaupilih untuk hidupmu, termasuk keberpurapuraan seumur hidupmu.
“maafkan aku untuk tak bisa lagi bersamamu, semua sudah berbeda kini, dan kita tak bisa lagi memeperjuangkan perasaan kita, mereka tak akan pernah mengerti tentang apa yang terjadi antara kita, termasuk apa yang dirasakan oleh hati kita, tapi, ketahuilah sampai kapanpun kau tetap kekasihku. Dan semua sudah berakhir.” Ucap lelaki yang menjadi pengantin hari ini kepadaku tadi malam.

Sabtu, 29 Januari 2011

Kali ini biarkan aku menghujat.

Kali ini akan kuhujat terik matahari yang menghitam-legamkan kulit anakanakku ketika siang membakar pikiran di kepala mereka di perempatan-perempatan lampu merah untuk berbelas iba dan mencuri rejeki dari pengendara kuda besi yang tak lagi mempunyai nurani, mencuri sesuatu yang mungkin sebagian adalah hak mereka.

Di Negeri yang tak mempunyai pemimpin ini adalah para aktor-aktor hebat yang memainkan kuasa persis pemeran bintang senitron di sinetron murahan yang setiap hari ditayangkan di layar kaca milik orang kaya di negeri sandiwara ini.

Tak ada yang peduli nasib mereka, para pemimpin menutup mata, hanya memikirkan berapa banyak nominal uang ketika akhir bulan slip gaji diselipkan di kantong celana dekat kemaluan mereka yang memang sudah tak punya malu.

Kali ini biarkan aku terus menghujat hingga nafasku lewat seperti syahwat para penguasa yang memilih tidur di hotel mewah ditemani modelmodel cantik yang wajah dan dadanya disumpal silikkon buatan para pekerja salon daripada pulang ke rumah dimana para nyonya sedang sibuk berlomba untuk mendapatkan perjaka di sebuah acara arisan yang memang menghadiahkannya.

Jumat, 28 Januari 2011

Menunggu pagi membunuhku.

Bila esok pagi kau terbangun
Sapalah endapan embun di kelopak mawar
Kuberharap, ia mampu berimu kelembutan
Sepercik kasih mewangikan harimu

Hati tak selamanya berjabat
Musim berganti
Tunastunas mulai tumbuh
Semua berubah, karna ialah yang abadi

Bila esok pagi tak kau temukan aku lagi
Mungkin mimpi membawaku pergi
Sepertimu, yang telah dicuri waktu dariku
Diculik ke-tak-berani-anmu

Sementara Sepingan sajak hatiku di meja makan
telah kau biarkan basi dalam sepi


kita samasama tahu
waktu adalah pisau bermata dua
dimana setiap sisinya selalu mencipta luka

kau tahu sayang,
malam ini begitu sunyi
udara dingin bekukan rindu di hatiku
lampulampu kota mematung dalam diam
dan aku berjalan dalam kesendirian
menanti pagi membunuhku.

Kamis, 27 Januari 2011

Dia, wanita dengan luka di dada

Dia berjalan ketika matahari baru saja bangun dari tidur
Terus berjalan kearah barat
Berjalan kearah berlawanan dengan tujuan hatinya
Ada ragu ketika ia melangkahkan kaki
Desahnya, angin berhembus dengan hembusan yang sama

Dia, wanita bergaun merah
Ketika matahari tegak lurus,
dia berhenti di sebuah sungai
Sekedar untuk minum, pelepas dahaga
Katanya. “walau tak memuaskan dahaga, tapi cukup untuk menantang senja.”

Dia, wanita dengan luka di dada
Kemudian ia mulai mencuci debu yang hinggap di lukanya
Menganti bening sungai dengan warna merah
“semoga darahku cukup memberi makan ikan-ikan.”

Matahari sudah mulai condong kearah barat
Ia mulai melanjutkan perjalanan
Langkahnya semakin goyah
Ketika gundah tak berkesudah
Rupanya, senja semakin berwarna merah
“itukah warna senja, di mana terlalu tersirat keabadian luka di merahnya.”
Inikah jalan yang kutuju?

Dia, wanita yang kucinta
Wanita yang melangkahkan kaki kearah barat
Sementara aku adalah timur

Selasa, 18 Januari 2011

Aku kehilangan jantungku

seperti buaya tangkar di mangar
ada debar risau di jantung
yang terjaring di jala nelayan berpunggung hitam legam
di pantai lamaru
alunan ombak kian meragu
sebab sajak membuat jarak
di retak telapak kaki

ini senja, purnama datang tergesa
mengintip lewat pucuk dahan kelapa
berpasangpasang kekasih sedang bermandikan air laut
ketika seorang lelaki berteriak
"aku kehilangan jantungku, aku kehilangan jantungku."

tak jauh dari sana, di reot gubuk kayu
nelayan berpunggung hitam legam dan istri serta dua orang anaknya
baru saja selesaikan doa
"terima kasih, telah Kau beri kami makan hari ini. amien"



pantai lamaru, mangar. 18/01/11

buah ranum

; untukmu sahabat, neny apriyani
keep figthing sist...



belum matang benar
nasib membuat ia terlepas dari dahan
buah ranum dengan kulit sangat halus
terlempar dan terombangambing di deras arus

dalam hati
satu doa terucap pasti

"Tuhan, buatlah arus deras ini
lontarkan tubuhku ke tanah di pinggir
sebagai tempat biji kumekar, nanti
maka, kubiarkan panas matahari keringkan tubuhku."

Kamis, 13 Januari 2011

gadisku

Bunga yang mekar diantara rerumputan liar
tumbuh dengan siraman airmatanya sendiri
Tak layu,
dicuaca tak menentu

diketiadaanmu

Mi, telah ada waktu di mana tubuh singgah
Merebahkan langkah goyah dalam istirah
Tetapi sepi tetap saja membelati
Seikat melati yang merobek gambar hati
; hatiku
Dan hatimu yang dulu sempat beradu

Mi, dikepergianmu, tak ada yang berubah
Kecuali semak yang semakin tumbuh subur
Di taman ini, jejeran bangku kosong
Masih setia menunggu tamu
; kamu
Dan aku yang menjadi patung

Mi, diketiadaanmu
Diamdiam kubangun kuil persembahan
Yang tentu tak ada yang tahu
Bahwa aku membangun patung-patungmu
(karna pasti aku akan di cap penyembah berhala)
Bahwa aku selalu memujamu

Sabtu, 08 Januari 2011

Meracau (sebuah pesan masuk ke kotak suratku…dan kubalas lewat catatan ini saja)

Aku terbangun ketika jarum jam menunjukkan angka dua lewat lima belas menit dini hari, mungkin karna suara jon bon jovi dengan livin on prayernya cukup membuatku terjaga, suara yang terdengar dari laptop yang lupa kumatikan, perlahan kuarahkan mataku kearah layar monitor empatbelas inchi di depanku, sekilas masih dapat kulihat warna kuning kehijauhijauan masih berkelapkelip dari modem yang terpasang di samping kanan laptop, ahh, ternyata masih online, di monitor kulihat ada beberapa sapaan dari temanku di YM dan di account facebook ada sembilan pemberitahuan juga ada tiga pesan masuk, untuk sapaan di YM sengaja tak kubalas karna kupikir mereka yang menyapa mungkin juga sudah tertidur dan aku hanya membalas jawaban pemberitahuan di facebook tentang komentarkomentar di status yang tadi aku bikin sebelum tertidur dan juga beberapa komentar untuk tag-tagkan foto atau catatan dari teman-temanku, setelah itu aku periksa pesan yang masuk, dari ketiga pesan yang masuk, salahsatu nama pengirimnya mampu membuatku menggerutkan kening, karna setahuku yang mengirim pesan tak ada namanya di daftar pertemanan di account facebookku, atau tepatnya orang yang mengirimkan pesan menghapusku dari pertemanan facebooknya bahkan pernah juga sampai mem-blockirku, cukup lama juga aku memandang pesan itu dan setelah membaca isinya, cukup membuatku untuk tak bisa melanjutkan tidur, sebuah pesan yang di kirim oleh seseorang yang dulu pernah cukup dekat denganku, mungkin sangat dekat malah, karna memang aku dan dia pernah meng-ikrarkan bahwa kami adalah sepasang kekasih, namun, karna terlalu banyak perbedaan dan ke-tidaksukaannya pada beberapa kebiasaanku, membuat dia memutuskan untuk mengakhiri hubungannya denganku dan tentunya aku sangat menerima tanpa harus bertanya alasannya, tapi percayalah bukan karna aku tak ingin mempertahankan hubungan itu, tetapi menurutku cinta itu adalah hubungan dua arah dan jika salahsatu dari pasangan sudah ingin mengakhirinya mau tak mau kita harus menerima, karna cinta bukanlah sebuah paksaan, bukankah cinta itu bukan hanya tentang keharusan memiliki tetapi terlebih kepada bagaimana melihat orang yang kita sayangi tertawa walau tak bersama kita. Tapi ini hanya sebuah pendapat dariku saja yang tentu saja benar atasku sendiri, karna setiap orang mempunyai pandangan berbeda akan hal ini. Setiap orang mempunyai definisi berbeda akan cinta, karna cinta bukanlah matematika dimana semua telah tertetapkan dengan rumus-rumus tak pernah mempunyai hasil yang berbeda, tetapi tidak dengan cinta.

“hi, apa kabarmu?..

Ternyata sudah lama juga gak mendengar kabar darimu, jujur ada rindu yang selalu bersarang di dadaku untukmu, sebuah perasaan yang tak pernah bisa kupadamkan, ia selalu menyala abadi di hatiku, sebuah cahya yang selalu menjadi penerang di malam kelam tanpamu di sampingku, lagi. Aku tahu, mungkin sudah tak layak bagiku untuk mengatakan ini kepadamu, terlebih setelah apa yang telah kulakukan atasmu dulu, tapi sungguh, aku tak mampu untuk memendam rasa ini sendiri, terlalu berat untuk kutanggung sendiri, dan kau tahu, tak ada seseorang yang di sampingku bisa untuk kubagi perasaanku tentang rinduku akanmu, karna mereka pasti tak akan pernah menyetujuiku denganmu, mereka selalu berpikir tentang apa yang ada di pikiran mereka, tak pernah sekalipun mereka berpikir tentang perasaanku padahal akulah yang menjalaninya. Ahh, betapa begitu berat menanggung perasaan ini.

setelah kau tak ada di sampingku, entah mengapa aku melakukan hal-hal yang dulu sangat kau sukai, walau aku tahu bukan kamu yang berjalan di sampingku lagi, aku mulai suka ke salah satu tempat makanan cepat saji yang selalu kau sukai, mulai menyukai berada lama-lama di toko buku, yang dulu selalu saja ada protesku ketika aku menemanimu di toko buku, kau begitu suka berada berlama-lama di toko buku dan menghabiskan banyak waktu kita dan kini juga aku suka mendatangi tempat di mana kita pernah suka kunjungi, sekedar mengingat kenangan yang pernah kita lalui di sini. Mungkin terdengar agak aneh memang, berjalan bersama oranglain, tapi hanya ingin mengulangi kenanganmu denganku.

Dan saat ini, entah mengapa aku kembali merindukan untuk menjadi bagian dalam puisimu (tentu dulu aku selalu ada dalam puisimu, walau terkadang sulit aku untuk mengerti katakatanya, tetapi selalu kurasakan ada kejujuran dan keromantisanmu disana, keromantisan yang tak pernah kurasakan lagi) dan menemanimu ketika kau menciptakannya, mengarungi dunia yang kau ciptakan melalui cerita-ceritamu, tersenyum bersama tokoh yang kau ciptakan ketika mereka merasa bahagia dan menangis bersama tokoh yang kau ciptakan ketika mereka berada dalam kesedihan, sungguh, saat ini aku ingin menjadi bagian dunia ciptaanmu itu. Padahal dulu aku tahu, aku tak pernah setuju dengan kebiasaan menulismu, karna terlalu banyak waktu yang kaubuang hanya untuk hal yang tak berguna menurutku saat itu, tapi saat ini malah aku ingin berada di dalamnya. aneh ya?..

Tapi, begitulah yang terjadi pada diriku saat ini, jujur aku sendiri binggung kenapa aku merindukan hal-hal yang kubenci darimu dulu dan sekarang aku sendiri yang melakukannya, mungkin karena aku benar-benar sangat merindukanmu dan selalu berpikir bahwa kau selalu ada di sampingku, padahal aku tahu bukan kamu yang ada di sampingku saat ini, kenyataan inilah yang membuatku larut dalam penyesalan, yang hanya bisa ku tanggung sendiri dan kini kubagi denganmu.

NB : maaf kubagi perasaanku ini kepadamu, karna memang aku tak sanggup lagi untuk menyimpan sendiri, aku sudah terlalu lelah dengan sekitarku, bahkan saat ini aku merasa asing dengan diriku sendiri, tapi seperti yang kau ketahui tak mungkin untukku mengharapkanmu lagi untuk ada di sampingku, selain karna aku yang telah memutuskan untuk mengakhiri hubungan kita, juga ada hal lain yang sangat tak bisa aku rubah, ya, orang-orang di sekitarku, biarlah kusimpan rasaku ini untukku sendiri, karna aku telah memilih kebahagian mereka walau harus mengorbankan kebahagianku.
Oh ya, satu lagi, seperti kataku terakhir kali kita bertemu, “aku akan selalu bercinta dengamu ketika kita bertemu dan aku tak perduli kau mau atau tidak” dan saat itu biarkan aku menjadi diriku sendiri.

Yang merindukanmu dengan sangat,



Kata-kata penutup inilah yang membuatku tak bisa melanjutkan tidurku.

Dari email yang dia kirim, aku tahu banyak perubahan di dirinya, kulihat sekarang dia bisa mengatur rapi kata-katanya dalam tulisan, dulu, hal yang tak pernah mampu dia lakukan, menurutku mungkin saat ini dia telah mulai suka membaca buku dan belajar menulis. Sekejap membuatku mengingat kembali kenangan ketika kami masih saling menjadi kekasih, begitu banyak hal yang pernah kami lakukan, walau sebenarnya kami melakukannya setelah melalui pertengkaran, pertengkaran yang mungkin akhirnya menjadi alasan untuknya meninggalkanku, tapi sebenarnya aku tahu alasan utama ia meninggalkanku, orang-orang di sekitarnya. Tapi, bukan tentang hal itu yang ada di pikiranku saat ini, di pikiranku saat ini muncul sebuah pertanyaan, mengapa sekarang ia melakukan hal-hal yang dulu tidak ia sukai dariku? Memang cukup aneh sepertiya…
Atau mungkin benar kata orang-orang, kita akan tahu betapa kita mencintai seseorang ketika kita telah kehilangannya dan sebenarnya kita tak pernah bisa menghindari rasa itu dan berusaha berlari menjauh tapi sebenarnya kita malah mendekat, mengalihkan kepada hal-hal lain, tetapi sebenarnya tanpa kita sadari, kita malah menggulang melakukan hal yang kita lakukan bersamanya dulu, dan juga memaksakan diri mengantinya dengan orang lain, tetapi sebenarnya kita malah merubah oranglain itu menjadi diri orang yang kita cintai.
Mungkin benar juga, cinta itu terkadang tak sejalan dengan logika, karna logika adalah apa yang di hasilkan atau sesuatu yang bisa dikendalikan oleh pikiran, tetapi, tidak dengan cinta, malah terkadang pikiran yang di kendalikan oleh rasa cinta, seperti apa yang dijelaskan oleh eminem dan rihanna dalam lirik “I love the way you lie”nya, bagaimana mereka menerangkan begitulah cinta, betapapun menyakitkan tetapi selalu saja kita tak bisa menghindar darinya dan selalu memintanya untuk kembali.
Menurutku, seseorang tak pernah bisa merubah perasaan cintanya secara tibatiba, tetapi, karna rasa cinta seseorang bisa merubah dirinya secara tibatiba. Terdengar sangat naïf memang, tapi memang itulah fakta yang terjadi, fakta yang mungkin saat ini telah di hindari oleh orangorang, dan meng-format pikiran mereka dengan pemikiranpemikaran bahwa cinta itu hanya ada di negeri dongeng, di negeri pangeran dan sang puteri, tetapi, mereka sadar di dalam hati mereka sangat mengharapkan itu terjadi kepada diri mereka sendiri, yang sebenarnya tanpa mereka sadari itu telah terjadi kepada diri mereka saat mereka merasakan cinta mereka kepada seseorang, tetapi sekali lagi mereka hanya tak berani untuk berkorban demi rasa cinta mereka sendiri dan memilih menyimpannya dalam hati mereka, dan menipu diri mereka sendiri dengan alasan demi kebahagian orang lain. Dan disinilah sebenarnya perbedaan negeri dongeng dan negeri nyata saat ini, di negri dongeng dimana cinta adalah sumber kebahagian utama, mereka berani untuk berkorban untuk cinta mereka, tetapi di dunia nyata ini, sudah tak ada yang berani melakukannya lagi, karna terlalu banyak hal penting lainnya, hal penting yang membuat bibit penyesalan tumbuh subur di hati mereka.

Ahh, tapi kembali lagi semua adalah pilihan, bagiku pilihan adalah cabang yang tak berpulang ke batang, jadi ketika kau sudah memilih terima resikonya…
Lagian sekarang jam sudah menunjuk di angka tiga lewat tigapuluh menit dini hari, dan kembali rasa kantuk mulai mendekapku kembali dan aku ingin tertidur dan menyambung mimpi, jadi , apa peduli ku, aku hanya kembali tertidur…


Villa nusa indah

Garis lurus dari sudut mata hingga pipimu.

Lalu, dengan apa kau hapus garis lurus dari sudut mata hingga pipimu?
Ketika malam airmata membuat parit yang sakit
Di wajahmu, segala tumpah ruah
Mengirim asin kesudut bibir. Serupa lendir
Yang merngering ketika percintaan berakhir lima menit lalu

Sebab, lelaki kekar telanjang yang tertidur di sampingmu
Tak jua mampu memberimu nyaman dalam pelukannya
Sementara sunyi yang bersarang di dada, menyeruak tibatiba
Seperti epilepsi terkena airmataair yang mengalir dari parit di matamu

Lalu, dengan apa kau hapus garis lurus dari sudut mata hingga pipimu?
Bilamana kemarau datang teramat panjang
Sementara hujan terus menari bebas di hatimu
Dekat belahan dadamu, tempat kau simpan segala rahasia
Adalah waktu yang ingin kau putar mundur
Di kakimu yang seharusnya surga berada
Adalah neraka atas pilihan lalu

Lalu, dengan apa aku hapus garis lurus dari sudut mata hingga pipimu?
jika puisiku telah pucat pasi
Dan basi
Dan mati





Villa nusa indah.

Para Pelupa

Sebab kitalah para pelupa
Menukar ingatan dengan airmata
Di ladang tempat kita menanam luka
Adalah bayangan mengejar senja

Mungkin kau tak pernah mengira
bahwasanya aku tahu
masih tersimpan fotoku di tas kerjamu
yang sesekali kau cium, ketika petang
ketika kau lelah untuk berpura-pura dalam tebalnya make-up

Segala sepi tak menepi
Yang tentunya aku tahu,
Masih tersimpan aku di hatimu
Yang diam-diam kau buka ketika malam
Menganyam dadamu dalam kelam
tentulah itu rindu, diam-diam menyelinap
lewat sela-sela jendela di kepala

sesungguhnya, aku juga tahu
sebenarnya kita bukanlah para pelupa
tentunya kita takkan pernah saling lupa
tapi, hanya sekedar menukar ingatan dengan airmata
dan tetap mengejar bayangan di kala senja
(bayangan kemerahan yang membawa mimpimu bersamaku)


Villa nusa indah
Bekasi

Senin, 03 Januari 2011

Coretan Dinding.

Setelah menyelesaikan tulisannya, ia terduduk di sudut kamar, merasakan lemas di seluruh badan, sementara tatatapannya nanar kearah tulisan yang baru diselesaikannya, sebuah tulisan tentang apa yang terjadi, tentang kenyataan hidup yang ia alami. Terlihat jelas kilatan dendam terpancar dari sorot mata yang tajam itu, mungkin lebih tepatnya sebuah kebencian, kebencian akan keadaan, kebencian akan sesuatu yang diluar kendalinya.
Detik terus berdetak seakan sunyi membuat setiap suara terdengar nyaring, bahkan suara nafaspun seakan tak ingin ketinggalan untuk tampil, terus memburu seperti ingin terlepas dari jantung yang sesak terhimpit oleh beban berat yang menekan kuat dada, yang dikirim oleh otak dan pikirannya.
Setelah hari itu, airmata seakan menjadi airterjun yang tak pernah berhenti mengaliri kedua matanya dan bersumber yang entah dari telaga mana di kornea mata itu, setiap kenangan adalah irisan tipis hatinya dari belati yang berupa kenyataan. Ada goresan yang tertinggal dan tak akan mungkin hilang oleh obat apapun.
“Kau hadirkan dia untukku, lalu dengan cepat Kau ambil kembali, setelah begitu kokoh cinta di hatiku berdiri.” ia berkata dengan setengah berbisik, namun kepalanya mendongak ke langit-langit ruangan, seakan menantang dan meminta penjelasan atas kepergian lelaki yang sangat ia cintai.
Tak ada kehilangan yang lebih hilang dari pada kehilangan orang yang kita sayangi, seakan separuh nyawanya ikut terbang bersama orang yang dia cintai dan meningalkan setengah jiwanya lagi untuk menjadi tawanan dari kepedihan hidup dimana nyata selalu saja menjadi luka yang teramat perih.
Ia kembali tertunduk, sementara darah terus mengalir keluar dari ujung jari telunjuknya, jari yang dengan sengaja ia lukai dan di pakai untuk menulis di dinding kamar dan darahnya di pergunakan untuk menjadi tinta.
“lalu, siapakah yang harus kusalahkan akan semua yang terjadi. Tak mungkin kusalahkan dia dan cinta yang tumbuh subur di hatiku, karena tak ada yang salah dari cinta, ia hadir tanpa pernah bisa di tentukan, ia hadir secara alami, ialah cahaya yang menerangi kelamnya hatiku, dan tiba-tiba kenyataan merampasnya cahaya itu dari hatiku.” Ucapnya kembali dengan kepala tertunduk dan suara tertahan seakan hanya berupa desisan saja.
Perlahan dia bangkit berjalan pelan kearah tempat tidurnya mengambil pelan gaun putih, sebuah gaun pengantin, gaun yang ia pakai di hari pernikahannya, di hari dimana seharusnya menjadi hari dimana puncak kebahagian menghampirinya, tetapi, kenyataan berkata lain. Hari itu, adalah hari dimana setiap mimpinya dan hatinya hancur dalam sekejap. Dan gaun pengantin itu di dekap erat ke dadanya, airmata terus mengalir di pipinya, deras membasahi gaun putih itu.
“selamanya, aku adalah istrimu dan kau adalah suamiku tanpa pernah perduli apa yang akan di katakan orang-orang dan juga aku tak pernah perduli akan norma masyarakat, di hatiku hanya ada cintaku dan kamu, hanya itulah hubungan kita, tak lebih.” Ucapnya lagi.
Lalu dengan perlahan ia duduk di tepi tempat tidur, tempat tidur yang telah ia persiapkan untuk malam pengantin dan malammalam seterusnya di hidupnya, namun itu semua hanya tinggal kenangan, kematian kekasihnya telah merengut semua harapan itu.
“kepadamu cintaku, aku berjanji untuk menjaga janin yang telah kau titipkan di rahimku, janin yang tercipta oleh cinta yang terkandung di hati kita dan sekalipun aku takkan pernah menyesali apa yang telah kita lakukan, bukankah memang begitu seharusnya mencintai, menerima semua apa yang telah terjadi, tanpa harus mengutukki kesalahan-kesalahan yang telah berlalu, hatiku menerimamu dengan ikhlas maka setiap kesalahan adalah pembelajaran bukan sesuatu yang membuat kebencian di hati, dimana cinta sejati tak pernah ada rasa dendam di dalamnya, bukankah begitu hakikat cinta sejati”. Perkataan yang ia ucapkan membawanya kembali ke masa-masa dimana ia merasa hari yang paling bahagia di hidupnya, ketika kekasih hati selalu ada di sampingnya, dimana tawa dan bahagia adalah waktu yang berdetak di harinya, begitulah ketika cinta saling berbalas, seakan tak ada yang lain yang lebih penting di dunia ini selain cinta mereka, hingga buah dari cinta itu bersarang di tubuhnya.
Cukup lama ia duduk terdiam di tempat tidur itu, hingga akhirnya ia berdiri dan memandang kembali sekeliling kamarnya, banyak kenangan yang telah tercipta di kamar ini, di kamar inilah dia selalu mencurahkan isi seluruh pikirannya dan juga tempat dia melepas semua keluh kesah hidup, kamar yang telah ia tempati sedari dia kecil dulu. Kamar yang seharusnya nanti ia wariskan untuk anaknya. Tapi, sekarang kamar ini harus ia tinggalkan untuk selamanya.
Matanya berhenti memandang sekeliling kamarnya ketika ia melihat sebuah pigura yang di dalamnya terdapat foto dia dan kekasihnya, kembali airmata turun membasahi kedua pipinya, terus ia pandangi foto itu, menatap lekat-lekat, ada banyak garis kemiripan di wajah mereka, garis wajah yang dulu sangat ia sukai, ketika orang-orang mengatakan itu adalah tanda mereka berjodoh, namun saat ini dia sangat membenci banyak kesamaan garis wajah diantara mereka.
Tiba-tiba tangannya terkepal dengan keras ketika ia kembali ingat ke hari pernikahannya, hari dimana semua persiapan telah di lakukan, hari dimana seharusnya seribu doa kebahagian terlantun, hari dimana seharusnya setiap nada menciptakan lagu-lagu cinta yang indah. Hari itu, di sebuah rumah ibadah yang sangat besar di kotanya, dengan hati yang sangat berdebar kencang ia menunggu kekasihnya datang untuk mengucapkan janji setia untuk selamanya, detik-detik waktu seakan berjalan lambat di antara kencangnya detak di jantungnya, inilah saat yang paling ia tunggu di hidupnya, saat dimana dia dan kekasih di jadikan satu dalam aturan masyarakat, karna sebelumnya memang mereka telah merasa disatukan oleh perasaan mereka.
Lima belas menit sebelum waktu yang telah di janjikan akhirnya kekasihnya datang, secara refleks bibirnya tersenyum melihat wajah kekasihnya dan begitu pula dengan kekasihnya, mata mereka beradu dalam seribu rasa yang tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata, rasa yang hanya mereka berdua mengerti. Namun sekali lagi hidup memberi bukti, ketika kebahagian telah hampir sempurna maka saat itulah kesedihan mengambil peran, dan itu ia sadari ketika ia melihat ibunya menangis dan mengatakan pernikahan itu harus dibatalkan, melihat hal itu dia serta kekasihnya saling beradu tatap dan berada dalam kebingungan dan tentunya menolak pembatalan pernikahan itu, hingga akhirnya mereka di bawa ke sebuah ruang di samping rumah ibadah itu, dimana di sana hanya ada dia, kekasihnya, ibunya serta ayah dari kekasihnya.
Cukup lama juga ruang itu sunyi, mereka yang berada di dalamnya bergelut dengan pemikiran masing-masing, hingga akhirnya ibunya membuka pembicaraan dengan airmata menetes di matanya, raut wajahnya memancarkan keberanian yang seakan di buatbuat.
“kalian tidak boleh menikah.”ucap ibunya
“lalu apa alasannya kami tidak boleh menikah, kami saling mencintai dan kami telah sepakat takkan ada yang bisa memisah kami.”
“pokoknya kalian tak boleh menikah.” Ayah kekasihnya mulai membuka suara untuk pertama kalinya. Ada kilatan penyesalan terpancar di matanya.
“apapun yang terjadi kami harus menikah.” Jawab kekasihnya dengan suara yang agak meninggih. Sementara ia hanya bisa menangis mendengar perdebatan itu.
Pembicaraan itu terus berlangsung, hingga akhirnya sebuah kata membuat ruang itu kembali sunyi, sebuah kata yang di ucapkan oleh ayah kekasihnya, sebuah kata yang menyebutkan mereka adalah kakak beradik. Dan tentu saja ia dan kekasihnya tak dapat mempercayai perkataan itu dan tak menerimanya. Lalu, ibunya kembali membuka suara dan menceritakan semua kejadian masalalu, bahwa ibu dan ayah dari kekasihnya dulu adalah sepasang kekasih, mereka saling mencintai, tapi, kedua orang tua dari ibunya tidak menyetujui pernikahan itu, mereka menolak ayah kekasihnya untuk menjadi menantunya, hingga akhirnya ibunya menikah dengan seorang laki-laki yang menjadi pilihan orang tuanya dan tak lama kemudian ayah kekasihnya menyusul menikah dengan oranglain, mereka menikah dengan orang yang tak mereka cintai, beberapa tahun mereka tak pernah bertemu lagi, namun benar kata orang-orang bahwa dunia itu sempit dan mereka pun akhirnya bertemu kembali dan kembali juga cinta di hati mereka yang telah lama mereka pendam muncul ke permukaan dan mereka tak kuasa untuk melawannya, hingga terjadilah perselingkuhan yang menurut orangorang salah, tetapi menurut mereka itu adalah sesuatu yang tak salah, karna mereka tak mampu menahan keinginan hati mereka sendiri, perselingkuhan itu terjadi cukup lama hingga akhirnya ibunya hamil dan di ketahui oleh suami ibunya, di karenakan suami ibunya tak pernah bisa mempunyai keturunan di sebabkan oleh penyakit yang di indapnya, tetapi suami ibunya itu memaafkan ibunya dengan persyaratan tidak boleh menemui ayah kekasihnya lagi dan harus ikut untuk pindah ke kota yang lain bersamanya, sejak itu mereka tak pernah bertemu lagi dan berhubungan lagi hingga hari ini.
Setelah mendengar penjelasan dari orangtuanya itu, kekasihnya tak mampu menerima kenyataan bahwa mereka adalah kakak-adik terlebih mereka telah mempunyai buah dari cinta mereka yang kini telah terkandung di rahimnya. Merasa tak mampu menerima kenyataan itu kekasihnya berlari dan mengendarai mobil dengan kecepatan yang sangat tinggi, hingga akhirnya ia mendengar kekasihnya meninggal karna kecelakaan lalu lintas. Setelah mendengar kekasihnya meninggal ingin rasanya ia ikut menyusul kekasihnya terlebih mereka pernah berjanji untuk akan selalu bersama dalam hidup dan mati, tetapi janin di rahimnya membuat dia bertahan untuk tetap hidup, karna janin ini adalah buah dari cinta mereka, di janin inilah setengah dari diri kekasihnya hidup.
kembali ia berjalan kearah foto ia dan kekasihnya, mengangkatnya dengan pelan dan mencium lembut wajah kekasihnya, cukup lama ia melakukan itu dan akhirnya ia memasukkan foto itu kedalam tas yang telah ia persiapkan untuk menemani perjalanannya, meletakkannya diantara barang-barang kenangan mereka berdua.
“kekasihku, aku akan pergi meninggalkan kota ini ke tempat dimana tak seorangpun mengenalku. mungkin dunia ini tak dapat membuat kita satu, sabarlah untuk menungguku di tempatmu, akan kubesarkan anak kita dengan cinta yang telah kau ajarkan kepadaku, percayalah, takakan kubuat dia mengetahui asal-usulnya, biarkan dia mengenalmu dari ceritaku saja, betapa kau mencintainya dan ibunya, namun, takdir membuat ayahnya harus meninggalkannya hanya bersama ibunya.” Bisiknya sambil meraih tas itu ditangannya dan bersiap meninggalkan kamarnya.
Sebelum ia pergi dan menutup pintu kamarnya masih sempat ia baca tulisan yang ia tulisan di dindind kamarnya.

“ Ia yang sejati, tak akan pernah mati
Selalu hidup dalam api abadi
begitulah, yang saling mencintai
tak akan pernah lagi mencari
Apapun itu, kita adalah kekasih
Tanpa norma dan keadaan
Karna cinta yang menikahkan kita
Dan cinta tak pernah salah”

Andai bisa kita kembalikan waktu?

Sebuah pertanyaan yang sedari tadi mampir di kepalaku, berawal dari mendengar lagu dengan judul “if I could turn back the time.”, tapi aku tak begitu tahu siapa yang menyanyikannya, karna kudengar hanya dari radio mobilku dan pembawa acaranya pun tidak menyebutkan siapa pemilik lagu itu. Tapi, bukan tentang siapa yang menyanyikan lagu itu atau siapa penciptanya yang mampir di kepalaku, akan tetapi, pesan tersirat yang di bawa oleh liriknya. Bagaimana sekiranya kalo kita bisa membalikkan waktu, itulah pertanyaan yang di lontarkan kepalaku kepada pikiranku terlebih kepada hatiku.

Setelah cukup lama pikiran dan hatiku bergulat, satu kesepakatan telah mereka buat, yaitu “tak akan membuat orang yang kucintai hilang dari gengamanku.”. sebuah kesepakatan yang selalu saja mampu membuat keningku berkerut, kenapa harus selalu tentang cinta?

Cinta, terlalu banyak definisi tentangnya, mungkin masingmasing orang akan memiliki definisi yang berlainan dan khusus untukku artinya adalah “ketika seseorang menyayangi orang lain melebihi dirinya sendiri”, cukup naïf memang aku mengartikan arti cinta, ya, tapi memang begitulah aku merasakannya, dan ketika aku kehilangan orang yang kusayangi berarti aku telah kehilangan diriku sendiri, kok malah tambah naïf sepertinya.

Entahlah, tapi ada beberapa hal yang membuatku berpikir seperti itu, selain hidup Cuma sekali dan tak ingin ada penyesalan di harihari dimana tak ada yang mampu memberi kebahagian yang palsu lagi, dan menurutku cintalah sumber semua kebahagian yang abadi. Karna hidup adalah masa kini dan masa datang, sementara masalalu telah tertetapkan dan tak akan pernah berubah, dan masakini akan berubah menjadi masalalu karna waktu tak pernah berhenti berdetak maju, maka, seberusaha mungkin untuk menipiskan penyesalan yang akan ada di akhir nanti dengan mempertahankan cinta yang hidup di hatiku.

Bayangkan, ketika kita hidup bersama seorang yang kita tidak cintai. memeluk tubuh yang tak ingin kita peluk, mengengam tangan yang tak ingin kita gengam bahkan bercinta tanpa mengunakan kasih sayang, lalu apa bedanya kita dengan pelacur pinggir jalan, sementara mungkin mereka lebih baik, melakukannya karna terpaksa, karna keharusan mempertahankan hidup dan tak punya pilihan lain, sementara kita melakukannya dengan keinginan kita sendiri tetapi sesungguhnya kita punya pilihan lain. Pasti sangat melelahkan, ketika kita hidup dengan seseorang tetapi di hati dan pikiran kita orang lain yang hidup.

Lalu, ketika materi telah tak mampu lagi memberi bahagia, sementara cinta yang tak kita miliki, membuat perselingkuhan adalah jalan cepat untuk meraih cinta yang sesaat, karna mungkin orang yang kita cintai, orang yang dulu kita sia-siain, telah memiliki kehidupan sendiri dan tak pernah menginginkan kita lagi, hingga kita menghalalkan perselingkuhan mencari alasan untuk menutupi cinta yang telah tersia-sia, apakah benar seperti itu?

Waktu bergerak dengan cepat tanpa kita sadari dan tiba-tiba telah mengantarkan kita di tepian usia, di kehidupan yang tak bisa di rubah lagi, dimana kebahagian sudah tak mampu di beli dengan materi, hingga benih-benih penyesalan yang kita pupuk telah mulai memekarkan putiknya dan siap berbuah airmata dan tanggis. Dan menutup usia dalam penyesalan dan dengan kata “andai saja dulu”…