Rabu, 30 Juni 2010

Kau Kekasihku, Dulu..

Aku baru saja keluar dari pintu kantor salah satu klienku sebuah perusahaan yang bergerak di bidang operator sellular, di sebuah komplek perkantoran di daerah bekasi. Baru saja aku menjejakkan kaki di parkiran ketika tiba-tiba telpon gengam ku berbunyi , sebuah telpon dari salah satu klienku yang berkantor di daerah Jakarta pusat, dia menelpon untuk mengatur jadwal meeting untuk membahas susunan jadwal proyek interior dan segala surat-surat perizinan serta penyelesaian administrasi.
Di tengah percakapan kami secara tidak sengaja aku melihat seorang wanita berdiri di anak tangga salah satu bank swasta yang cukup ternama di Indonesia, wanita itu memandang kearahku tetapi aku tak begitu memperhatikannya dan mengalihkan pandanganku kearah lain sambil terus melanjutkan pembicaraanku dengan klienku.
Akhirnya pembicaraan kami pun selesai setelah menyetujui pertemuan pada hari senin setelah jam makan siang karena besok sabtu dan minggu adalah hari libur. Tanpa sengaja pandanganku beralih kembali kearah bank swasta itu dan kulihat wanita itu tetap berdiri disana dan masih memandang kearahku, aku penasaran, mulai kuperhatikan wanita itu dan aku mulai sadar bahwa wanita itu sedang menanggis memandang kearahku.
Dadaku mulai berdegup kencang, badanku bergetar dengan hebat, ya, itu adalah adinda, wanita yang kucintai, wanita yang telah menjadi pacarku selama 9 tahun, wanita yang telah menghilang dari kehidupanku 8 bulan yang lalu. Belum selesai keterkejutanku, adinda berlari menuruni anak tangga itu dan langsung menuju kearahku.
Aku masih terdiam tak mampu melakukan apa-apa, sepertinya kedua kakiku terpaku erat ke dasar bumi, getaran itu semakin hebat menguncang tubuhku seakan membuat kedua kakiku tak mampu menumpang berat badanku karena secara tiba-tiba adinda telah memeluk tubuhku dan mencium bibirku. Untuk beberapa saat aku menikmati kejadian ini sampai aku sadari seluruh mata memandang kearah kami, mata para teman kerja adinda, mata para keamanan bahkan mata para nasabah bank tempat adinda bekerja.
Untuk menghindari tatap mata mereka maka kuajak adinda ke sebuah restoran yang berada tak begitu jauh dari tempat itu.
***
“mau makan apa?”aku mencoba membuka pembicaraan sambil menyodorkan menu makanan.
“aku minum aja, juice jambu merah minum kesukaan kamu.”jawab adinda dengan tersenyum.
Aku memangil pelayan dan memesan satu steik dan 2 juice jambu merah. Restoran ini sepi hanya ada kami berdua dan pelayannya saja, mungkin dikarenakan ini masih jam kerja kantor, jadi kami tak perlu menunggu lama agar pesanan kami datang.
“apa kabarmu rian?” tanya adinda.
“aku baik-baik saja din, ya, walau harus kuakui cukup lama juga untuk mengerti tentang kepergianmu.”jawabku sambil mulai makan steik.
“maafin aku ya rian.” Suara adinda terdengar sangat lemas dan airmata mulai jatuh dari kedua matanya.
“iya, gak apa-apa kok din, mungkin itu jalan yang terbaik untukmu dan juga untukku.” Sambil tanganku menghapus airmata di pipi adinda.
“oh iya, kabarmu sendiri gimana?”tanyaku kepada adinda untuk mengalihkan pembicaraan.
“aku sangat merindukanmu farian. fotomu selalu kubawa kemana-mana dan disaat aku merindukanmu aku selalu lihat fotomu.”adinda terus menangis sambil mengeluarkan fotoku dari dalam tasnya.
Aku tahu dari cara adinda memegang kuat foto itu, aku tahu adinda memang sangat merindukanku.
“sekali lagi maafin aku karena meninggalkanmu dulu, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa karena orangtuaku melarang untuk berhubungan denganmu.”ucap adinda.
Aku ingat saat itu, saat dimana aku masih belum punya pekerjaan, saat dimana orangtuamu selalu tak pernah menghargai aku.
“rian, kau beda ya sekarang?”tanya adinda setelah dengan susah payah menghentikan tangisnya.
“beda apa, gak ada yang berubah kok dari diriku.”
“banyak yang berubah darimu yan, sekarang kau lebih rapi, lebih bersih, lebih dewasa tepat seperti apa yang aku inginkan untuk dirimu.” jawab adinda.
Kau mulai mengengam tanganku dan menciumnya.
“rian, maafin aku ya.”ucap adinda, ketika adinda tersadar ada cincin pertunangan di jarinya.
“aku sudah mendengarnya dari temanku tentang pertunanganmu dan aku sudah berusaha untuk menerimanya.”jawabku.
Lalu, kau melepas cincin itu dan meletakkannya di sudut meja.
“farian, adinda akan melepaskan semua ini, membatalkan pertunangan dan pernikahan yang akan dilaksanakan dua minggu lagi ini.”suara adinda terdengar yakin dan sambil matanya menatap mataku, mata adinda mulai berbinar kembali, sebuah mata yang dulu selalu ada saat adinda bersamaku, sebuah mata yang dari pertemuan tadi tidak pernah kulihat, sebuah mata bahagia.
“kau yakin? Lalu bagaimana dengan orangtuamu?”
“aku yakin, bahkan jika perlu aku akan meninggalkan keluargaku karena aku sudah tidak mau menangis disetiap malam karena merindukanmu. Aku sangat mencintaimu dan kau selalu di hatiku dan tak pernah akan terganti.”jawab adinda.
Aku hanya bisa terdiam mendengar kata-katamu, aku kembali ingat semua masa-masa indah kita, mengingat setiap usahamu mempertahankan perasaan cinta kita hingga delapan bulan yang lalu akhirnya kau menyerah.
“besok sabtu kamu libur?”tanya adinda tiba-tiba.
“iya.”jawabku singkat.
“boleh aku datang kerumahmu, seperti dulu lagi setiap sabtu dan minggu aku selalu kerumah untuk menemanimu.”tanya adinda lagi kepadaku.
Aku kembali ingat, dulu setiap hari libur kau memang selalu kerumahku karena memang dari dulu aku tinggal sendirian. Memasak makanan kesukaanku bahkan terkadang kau tak pulang dan menginap di rumahku. saat-saat yang paling indah di hidupku.
“gimana, boleh?”adinda terus mendesakku.
“aa..”baru saja aku ingin menjawab pertanyaan adinda ketika tiba-tiba telpon gengamku mengalunkan sebuah lagu satu cinta sempurna-nya siddharta band.
Terlalu banyak cinta yang harus berakhir dengan duka
Hingga aku temukan dirimu yang akan sembuhkan luka
Kau yang menjadi arahku tunggulah aku menjemputmu
“hallo.”aku menjawab telpon.
“hi sayang. Besok jalan-jalan ke Anyer jadikan?”jawab sebuah suara lembut yang keluar dari telpon gengamku
“jadi, besok aku jemput pagi ya,”jawabku.
“terima kasih sayangku..”jawab suara lembut itu.
Setelah telpon itu berakhir, aku memandang kearah adinda dengan tersenyum.
“maafkan aku adinda, bagiku delapan bulan yang lalu kau telah membuat sebuah keputusan.”kata terakhirku kepada adinda sambil berjalan kearah kasir dan pergi keluar meninggalkan restoran.



BF
Bekasi, 30/06/2010. 05.02.

Minggu, 27 Juni 2010

Punguk Merindu Bulan



Aku adalah punguk, selalu merindu memeluk kekasihku; bulan
Setiap hari di gelap malam aku selalu memuji keindahannya
Kau kekasih hatiku walau tak pernah kau kumiliki
Karena cinta tak pernah meminta

Suatu hari seorang peri datang kepadaku
Memotong sayapnya dan meletakkannya di punggungku
Agar aku bisa terbang menemui kekasihku; bulan
Dan aku terbang.

Di angkasa, setelah lelah mengepakkan sayap
Aku beristirahat di awan
“yakinkah dirimu bahwa bulan seperti apa yang kau pikirkan, karena terkadang semua tampak indah dari jauh. Dan menukarnya dengan semua yang kau miliki.” awan berbicara kepadaku.
Aku melihat keindahan pada kekasihku, setiap malam dia selalu menghiasi mimpi-mimpiku

Aku kembali terbang melintasi lapisan atmosfer
Yang merobek sayap dan melukai tubuhku
Aku bertahan untukmu kekasihku; bulan
Luka, tak pernah berarti karena rasa cintaku mengalahkannya
Aku datang, kekasihku
Memberimu semua rasa yang ku punya
Kini kau dalam pelukanku

Waktu berlalu, hari kehari, menit ke menit, detik ke detik
Dan aku tersadar, kau tak seperti apa yang tampak
Kecantikanmu hanya kepalsuan
Tak ada ketulusan di dirimu; bulan
Dan aku tersadar bahwa perilah yang aku cari selama ini
Tapi, aku tak pernah bisa kembali
karena pilihan adalah cabang yang tak pernah pulang ke batang
dan bulan takkan pernah mampu memberi sayap kepadaku.


BF
Bekasi 27/06/2010