Kamis, 25 Agustus 2011

diam-diam

Aku hanya ingin memandangmu diam-diam lalu dengan diam-diam pula berharap kau balik memandangku tepat ketika aku memandangimu diam-diam kemudian kediam-diamanku menjadi kediam-diaman kita yang akhrinya membawamu ke-kediamanku. semoga..

Rabu, 24 Agustus 2011

jalan hati

Mungkin memang begitulah hati;mempunyai caranya sendiri untuk menemukan jalannya, jalan yang membimbingnya untuk pulang, pulang kemana ia seharusnya bermukim.

Dan begitu juga dengan cinta, ia tak akan pernah benar-benar mati, mungkin ia hanya bisa ditidurkan sebentar, hingga suatu hari ia bangun kembali dan mencari serta menyusun kembali keeping-keping kisah yang pernah terpecah.

Dan tak ada kekuatan yang mampu menghentikan, seperti saat ini, ketika kau dan aku bertemu kembali.

jalan hati (cerita...)

Jalan Hati

“kau tikam aku dengan cintamu dan rasanya manis sekali, rasanya manis sekali, kau beri aku surga dunia, dan rasa ingin kuulangi, rasa ingin kuulangi….”
Suara band winner terdengar dari telpon gengamku, sebuah nada panggil khusus yang kutujukan hanya untuknya.
“hallo”
“hallo juga” jawabku.
“nanti malam setelah jam kerja kita ketemu di hotel tempat biasa ya, aku sudah booking tadi.”
Tanpa menunggu jawabanku telpon itu telah terputus.
***
Memang, jam istirahat makan siang seperti ini selalu kami pergunakan untuk saling menelpon, atau mengatur janji untuk bertemu setelah usai jam kerja, selalu, sejak pertama kali ia kembali kedalam kehidupanku. Tepatnya, satu tahun yang lalu ketika tiba-tiba ia menelponku dan bercerita tentang apa yang dirasakannya, sebuah penyesalan. Rasa sesal atas sebuah keputusan yang diambilnya dulu, rasa sesal ketika ia lebih memilih logika dan keluarganya daripada perkataan hatinya.
Memang, tiga tahun yang lalu, ia memutuskan untuk mengikuti keinginan orangtuanya untuk menikah dengan pilihan mereka dan memutuskan hubungan kami yang sudah cukup lama, enam tahun, ya enam tahun, bukanlah waktu sebentar untuk sebuah hubungan. Tetapi, yang lebih tak bisa kuterima dari itu semua; bahwa kami saling menyayangi dan saling membutuhkan satu dengan yang lain. Namun, saat itu tak ada yang mampu kuperbuat, karna apalah yang bisa di lakukan seseorang yang tak mempunyai kekuatan apa-apa, seseorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Maka, kurelakan ia pergi dan memilih untuk menghilang. dan satu tahun yang lalu tiba-tiba ia datang kembali.
Mungkin memang begitulah hati; mempunyai caranya sendiri untuk menemukan jalannya, jalan yang membimbingnya untuk pulang, pulang kemana ia seharusnya bermukim. Dan begitu juga dengan cinta, ia tak akan pernah benar-benar mati, mungkin ia hanya bisa ditidurkan sebentar, hingga suatu hari ia bangun kembali dan mencari serta menyusun kembali keeping-keping kisah yang pernah terpecah. Dan tak ada kekuatan yang mampu menghentikan, seperti saat ini, ketika kau dan aku bertemu kembali.
***
Jalanan Jakarta ketika jam pulang kerja seperti ini sangat macet, vespaku melaju dengan ragu, seperti mengerti atas apa yang ada dipikiranku saat ini, keraguan atas telponnya siang tadi, tidak seperti biasanya ketika ia mengakhiri percakapannya denganku, biasanya setiap ia mengakhiri telponnya selalu mengucapkan kerinduan dan rasa cintanya. Tapi, kali ini sepertinya ia terburu-buru dan suaranya berat dan seperti seseorang yang mengucapkan dengan terpaksa.
Setelah satu jam-an bergelut dengan kemacetan jalan dan keraguan di pikiranku, akhirnya aku memasuki lobby hotel juga. Lobby hotel sepi, hanya terlihat beberapa pegawai hotel yang duduk-duduk di ruang resepsionis, memang di hari-hari kerja seperti saat ini hotel ini tidaklah begitu ramai, sangat berbeda ketika akhir pecan. Dan karna tidak terlalu ramai itulah makanya kami suka janjian ketemu di sini, di hari kerja tentunya.
Aku langsung menuju ke kamar yang dia sebutkan melalui sms yang ia kirim kepadaku, setelah telponnya siang tadi.
***
Entah sengaja atau tidak ternyata memang pintu kamar itu tak terkunci, tidak seperti biasanya, dimana pintu kamar selalu terkunci ketika ia yang datang lebih dulu ke hotel ini dan aku harus mengetuknya terlebih dahulu, namun kali ini pintu tidak terkunci. Dengan sedikit ragu kubuka juga pintu kamar, kulihat kau duduk di salah satu kursi yang berada di samping tempat tidur, kau hanya diam dan menatap kepadaku, ada yang aneh, ketika kutatap wajahmu kau mengelengkan kepalamu seakan menyuruhku untuk tidak masuk ke dalam kamar, dan tentunya saat itu aku tak memperdulikan perasaan itu. Aku masuk ke kamar dan menutup pintu.
Airmata menetes darimatamu seiring langkah kakiku mendekat ke-arahmu, wajahmu semakin memucat, ketegangan tampak di wajah tanpa senyum itu, tidak seperti biasanya ketika kau menyambutku datang, selalu penuh dengan kecerian dan senyuman. Tapi kali ini semua sangat berbeda. Langkahku berhenti menujumu ketika sebuah benda dingin menempel di kepala sampingku, sebuah benda bulat, ujung pistol, aku terdiam tak mampu bergerak.
Airmata semakin deras menetes dari kedua matamu, tapi tak ada kata yang keluar dari mulutmu, kau memandang lekat kearah lakilaki yang wajahnya tak mampu kulihat yang berdiri di sampingku sambil menodongkan pistol ke kepalaku. Pandangan mata dengan kebencian yang teramat sangat, pandangan yang tak pernah kusaksikan sebelum hari ini.
“dorrr…”.
Keheningan terpecah oleh suara pistol yang meledak itu. Tak ada kesakitan, hanya kakiku seakan tak mampu lagi menahan berat tubuhku, dan pandangan mata yang semakin nanar, tetapi pandangan mataku tak pernah lepas dari wajahmu.
Sebelum tubuhku roboh, aku tersenyum ketika melihat wajahmu ikut tersenyum ketika pistol yang baru saja meledak itu juga mengarah kearahmu, dan itu adalah senyuman terindahmu semenjak kita bertemu kembali, seakan semua beban yang mengikutimu selama ini terlepas dari hatimu, sehingga hanya menyisakan cinta kita. Hanya cinta kita.

Minggu, 14 Agustus 2011

Catatan Dinding; di ke-entahanmu..


sekarang, aku tahu siapa dan dimana aku berdiri. seribu duri rasa takkan melukai jiwaku lagi, seribu rindu hanyalah permainan hati ketika malam begitu hening dan tak mampu lagi membuatku bergeming. sebab, bahagiaku adalah ketika kau tak lagi memasak airmatamu..
***
mencintaimu, bukan berarti aku harus memelukmu, cukup kurentangkan kedua tangan dan biarkan angin mengelus seluruh tubuhku. dan kuartikan itu sebagai kau yang memelukku. itu sudah cukup, bagiku..
***
bahkan jika kau tetap di sampingku;
kupotong semua tulang rusukku
mungkin juga kedua mata
karna segala aku, tertuju padamu
***
kemudian tibalah kita pada simpangan, kau memutuskan pergi berlawanan arah, sementara aku, raga dan jiwa yang terpisah...
***
tajam tatapanmu,
adalah malam yang datang tibatiba
segalanya sepi dan sunyi
ketika merah matamu adalah dendam
***
selain kamu, tak ada yang mampu menusuk jantungku dari dekat.
***
tentang cinta; ia akan menemukan jalannya sendiri, bebaskan, maka ia akan membimbingmu ke siapa dia akan tertuju...
***
teruslah merindu dan berharap, apapun itu, suatu saat ia akan memberikan jawaban yang tak pernah kau duga...
***
mungkin ini cinta. ketika hembusan angin malam ini, serupa namamu terdengar di telingaku.
mungkin ini cinta. ketika bulan di langit sana, serupa kau yang tersenyum kepadaku
mungkin ini cinta. cinta ini, mungkinkah?
***
sesekali baiknya kita lewati saja senja ini dalam diam dengan tangan saling gengam, dan kita akan belajar; seperti keindahan senja, sebentar saja, lalu hilang kembali ditelan malam. kekasih, tak ada yang abadi, bahkan mungkin dengan rasa cinta kita, suatu saat nanti salah satu dari kita akan menjadi potongan kisah yang lainnya, jadi, dekaplah tubuhku, erat, sebelum nanti seseorang mengatikan pelukanmu, ini...
***
Jika rasa itu tetap sama, kenapa tak menemuiku?
Di selasar angin berhembus kencang, riuh, namun malam tetap hening, sepi, hatiku.
Menanti. Detik terasa engan berdetak, sayup-sayup cahya bulan bentuk wajahmu di ujung jalan, sebentar saja namun pupus, berulangkali, berulangkali, hingga kupatungkan hatiku di selasar rumah rinduku..
***
Mata itu, mata yang tak lagi punya impian. Kini Mata itu, hanya mata yang menanti detik-detik berganti.
***
Sungguh, rindu terlalu gagu di kalbu, bahkan untuk memangil namamu lidahku terlalu kelu, tetapi ketahuilah, hatiku tak pernah berhenti menyebut namamu, kekasih.
***
begitulah cinta. seberapa sakitpun luka itu terkecup, tetap saja terlantun doa bahagia untukmu di bibirku.
***
Akhirnya tiba juga kita pada akhir dari pertemuan; perpisahan.
Tiba-tiba saja senja memerah di matamu
Dan aku, mempersiapkan kedatangan malam dan sepi yang dikandungnya
***
--yang kutahu, setiap detik berlalu, adalah goresan satu garis rindu di hatiku untukmu..
***
Kalau boleh, aku hanya ingin tiada..
***
Dan hamparan langit yang kita tatap, adalah mata-mata dari luka
--yang siap menghantam ketika lengah.
***
Realita kehidupan dan keakuanku adalah tembok-tembok tebal yang menahanku dalam sangkar kesendirian.
***
Terkadang masalalu adalah keusangan yang dipakai berulang-ulang di masa kini.
***
Melepasmu hanyalah ke-egoisanku 'tuk memilikimu utuh, karna, untuk dirimu aku tak ingin berbagi, bahkan bagi khayalan seseorang.
***
Diam-diam datanglah padaku di waktu senja telah hilang, disaat kita merupa bayang dalam gelap malam, maka datanglah padaku dalam diam.
***
di bening telaga matamu, tempat kularungkan semua perahu kertas dari mimpi-mimpiku.
***
sederetan bintang bersinar memberi warna pada malam, aku tetap sepi, menatap sebuah kapal beranjak menjauh, seperti kepergianmu, selalu tertingal sepi 'tuk kucumbui, barangkali benar, sepi terlalu abadi dan luka adalah nafas yang selalu menemani setiap detak jantungku, dan kau adalah ingatan yang terlalu tajam mengores setiap sudut di hatiku.
***
dan luka yang diam-diam kita simpan, sebenarnya adalah jiwa kita yang saling memanggil, dan rindu adalah bahasa lain dari desah angin yang menyampaikannya.
***
kelak, suatu ketika kau dapati sebuah taman yang indah, dimana berupa bunga-bunga mewanggi dan mekar tanpa henti di kehidupanmu. jangan pernah ingkari, dahulu, ketika kukecup lembut bibirmu, kau menutup matamu dan membayangkan semua itu.
sebab, diam adalah keramaian dinikmati sendiri oleh hati, semacam kerahasian yang selalu terjaga, tersimpan rapi dalam ingatan, ada kamu, ya kamu, yang selalu bermain dalam kenangan, dalam gerak bayang yang terasa nyata, bahkan terlalu nyata dalam kesendirianku. ini bukanlah ke-tidakwarasan, tetapi hanyalah rindu yang terlalu merindui akan hadirmu.
***
satu yang tak pernah kusesali dari perpisahan kita dahulu, bahwa kini kau tersenyum bersamanya.
***



di kepergianmu; di kesendirianku

sebenar-benarnya jarak;
jiwa kita terpisah
kau menjelma langit
pun aku berpijak pada bumi

ohh, betapa malangnya
matahari
bulan
dan hujan
selalu kuandaikan;
tatapan mata
dan tetes airmata kerinduanmu
---yang kau tujukan padaku

sayang, tak ada yang lebih lenggang
daripada gengam tangan tak berpasang
ketika melangkah
dan tujuan
dan mimpi
dan semua telah menjadi sepi
di kepergianmu; di kesendirianku..

Kamis, 11 Agustus 2011

Pemujamu

dan ingin kukenal kau

sebagai debar risau

tak kusentuh tak kujamah

tentangmu, tak akan usai sudah



Bekasi, 12/08/11

Jumat, 05 Agustus 2011

yang terlewati

; kepadamu IF

barangkali benar katamu dulu; tak akan ada yang bisa mencintaiku seperti kau mencintaiku. dan juga tak akan ada yang mengertiku kecuali kamu.
waktu berjalan, ribuan kilometer kisah telah kulewati, bahkan telah kujamah daerah-daerah hati yang tak terjamah.
dan dari sekian banyak itu, akhirnya juga aku sadari; tak ada orang yang bisa begitu sangat membenciku seperti kau membenciku, kini.

untittled

; kepada L



deru suara nafasmu membuat irama indah pada jantungku malam itu, di bidang sebelah kiri dadaku kau rebah, memberi kehangatan tersalur dari payudara sebelah kananmu.

malam itu dingin sekali, sayang.



sayang, entah mengapa aku selalu suka menggelus payudara sebelah kananmu, ada semacam keberanian yang kau simpan disana dan itu membuatmu merasa bebas bersinar seperti bintang terang yang pernah kau tunjukkan kepadaku.



dan tentang payudara sebelah kirimu sayang, bukannya aku tak suka sayang, tapi di payudara sebelah kirimu ketika tanganku memegangnya, ada semacam getar ketakutan yang kau simpan diam-diam, ketakutan yang beranak pinak dirahim logikamu.

Rabu, 03 Agustus 2011

annelies

Sebab kesucian bukanlah yang tak bernoda
Tetapi, dari nodalah ia bercahaya


Annelies,

Tak perlu kau resah akan waktu
Atau yang telah menjadi masa di masalalu
Karna semua telah tergurat
Tak akan pernah bisa diralat

Annelies,
Annelies,

Padamu aku datang
Telanjang
Setelah takdir buat kita mengerang
Sisakan puing-puing di antara tulang

Setibaku, sambutlah aku
Tak perlu kau malu
Tak perlu jua kau ragu
Karna padamu, segala aku tertuju

Sebab kesucian bukanlah yang tak bernoda
Tetapi, dari nodalah ia bercahaya


Annelies,
Annelies,

Aku bawakan kau buah tangan;
Jantungku, ---yang selalu berdetak menyebut namamu
Sesekali mungkin juga ia lupa
Karna diantara bunyi detak
Selalu tercipta jeda

Dan selain itu,
Tak ada lagi yang bisa kuberi
Jalan kehidupan telah menjadi pencuri
Yang memperkosa kesucian hati

Sebab kesucian bukanlah yang tak bernoda
Tetapi, dari nodalah ia bercahaya