Senin, 31 Januari 2011

Sebuah Pengharapan

; x-andria.


x-andria. Di perkenalan ini tak perlu kita basabasi yang ternyata memang sudah basi untuk dicicipi oleh para pencari kejujuran hati seperti puluhan puisi yang kusimpan di almari dan tak lagi punya arti. Malam ini, kita berdua samasama tahu tak ada cinta antara kau dan aku karna terlalu larut malam dan kita samasama lelah akan keberpurapuraan.

x-andria. Dari pesan yang kau kirim lewat kedipan matamu dapat kubaca tentang benih yang diamdiam mulai tumbuh di kepala, sebuah bibit pengharapan dari tak sempurna kisah masalalu.

x-andria. Di zaman ini dimana kemunafikan lebih lacur daripada cinta, kita coba menyusun sebuah asa, tetap menjaga kesucian arti dari sebuah perkenalan, yang kini mungkin telah menjadi sebuah pengharapan. Maka, nikmati saja bunyi detak waktu tak perlu buruburu karna memang kita tak lagi ikut lomba kecepatan waktu.

keberpurapuraan hati.

Gelap mulai pupus terganti, semburat cahaya jingga di ujung timur mulai menampakkan kuasanya, udara dingin masih tersisa meraba kedinginan hati para pemimpi yang baru saja menyelesaikan mimpi-mimpinya dan kembali bangun untuk menampaki kenyataan yang memang harus ia jalani.

“dan semua sudah berakhir.” Kata terakhir yang kudengar sebelum pembicaraan melalui telepon gengam ini berakhir.

***
“hai sayang, nanti makan siang bareng ya, aku tunggu di tempat biasa.” Sebuah pesan singkat masuk ke telpon gengamku. Pukul sebelas lewat dua puluh tiga menit ketika kulirik jam di samping kanan laptop, sebentar lagi, aku mulai merapikan pekerjaan kantor yang belum selesai untuk kukerjakan, ini bisa menunggu, setelah selesai aku langsung keluar dari kantorku dan menitipkan pesan untuk sekretarisku, jika ada yang mencari dan menghubungiku katakan aku sedang ada urusan di luar dan suruh untuk melakukannya lagi setelah jam makan siang.

Aku melangkah cepat keparkiran mobil, karna tak ingin nantinya menghabiskan waktu lama di jalan, adalah hal yang sangat biasa ketika jam makan siang jalanan di penuhi oleh mobilmobil yang memaksa orang untuk bersabar dalam kemacetan. Sangat kontras memang yang terjadi dengan situasi di Negara ini, dimana sebagian banyak orang berpikir untuk makan apa hari ini dan sebagian lagi malah pusing memikirkan akan makan di restoran mewah yang mana hari ini. Apa urusanku, itu urusan pemerintah untuk memikirkan nasib mereka dan terserahlah mereka mau atau tidak untuk memikirkan kesejahteraan rakyat mereka, yang penting aku telah membayar pajak yang sudah menjadi kewajibanku sebagai penduduk yang tinggal di Negara ini untuk membayar gajigaji mereka, walau terkadang yang kudengar di berita mereka tak pernah perduli akan nasib rakyat dan malah sibuk memperkaya diri sendiri. Semua perbuatan akan dipertanggung jawabkan nanti setelah kematian.

***
“hi sayang, kamu udah datang duluan.” Lalu sebuah kecupan lembut mendarat di bibirku.
“iya aku sengaja datang lebih cepat, menghindari macet.”
“kalo aku tahu kamu datang lebih awal, tadi aku juga akan keluar lebih cepat.”
“gak papa kok, aku juga memang hari ini ingin datang lebih cepat aja.” Ucapku yang membuat ia mengembangkan senyuman di bibirnya. Mungkin ia pikir aku datang karna aku merindukannya.
“udah pesan makanan belum?”
“belum, hanya segelas juice jambu ini.” Sambil kuangkat gelas yang sudah kosong, tadi berisi juice jambu yang memang sangat kusukai.
“ya udah, kamu mau makan apa?” dengan hanya sedikit anggukan seorang pelayan datang dengan cepat kemeja kami.
Setelah melihat daftar menu, aku memilih memesan stik ikan dan segelas juice jambu lagi.
“kamu kelihatan capek banget?”
“iya, tadi malam tidur agak larut, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan.” Jawabku dengan kebohongan yang tak kuperlihatkan.
“jangan terlalu memaksakan diri, nanti kamu sakit lagi, lagian kenapa kamu gak menyuruh karyawab kamu aja untuk menyelesaikan pekerjaanmu?”
“mereka sudah mempunyai pekerjaan yang harus mereka urus, lagian bukan karna aku pemilik perusahaan aku harus seenaknya.”
“ya sudah, terserah kamulah.”
Tak lama kemudian pelayan mengantarkan makanan yang kami pesan tadi.
Waktu terasa berjalan begitu lama, cukup lama untuk berpura-pura memperhatikan dan menjawab pertanyaannya, sementara pikiranku melayang kekejadian tadi malam.
“oh ya, hari minggu temenin aku ke acara pernikahan ya.”
“siapa yang menikah?”
“aldi.”
“oo, sahabatmu itu, kenapa ia tak memberitahukanku juga ya.”
“mungkin ia sibuk, mengatur acara pernikahannya.”
“baiklah.”

***
Laju mobil kupacu begitu lamban, seakan tak ingin sampai ketempat yang akan membuatku kehilangan selamanya.
Di sebuah gedung yang cukup ternama dibilangan jalan gatot soebroto, aku memakirkan mobilku. Ternyata cukup ramai juga yang datang sampaisampai aku cukup lama berputarputar agar bisa memakirkan mobilku.
“tunggu sebentar ya, aku ingin merokok sebatang dulu.”
“ya sudah, tapi jangan terlalu banyak merokok ya, gak baik buat kesehatanmu.”

***
Langkah kaki terasa begitu berat untuk dilangkahkan langkah demi langkah. Cukup meriah pestanya, terbukti dengan design panggung, makanan yang beraneka ragam dan mahal pula tentunya dan juga para tamu yang cukup banyak. Dan terlebih lagi banyak para pejabat penting di Negara ini yang hadir dan aku cukup sering melihatnya tampil di acaraacara televisi.
Kaki terus melangkah dan kusadari semakin jauh aku melangkah kedalam pesta semakin dekat akhir dari cerita, yang telah lama kujalani, itulah di saat dimana aku bisa merasakan kebahagian sejati, kebahagian yang memang hanya dimiliki oleh hati, karna hatilah sumber kebahagian sejati bukan yang lain.
Berpasang-pasang mata tampak mengarah kepadaku, tetapi, tepatnya bukan kearahku karna mata mereka liar menatap seorang wanita yang sangat cantik berjalan di sampingku sambil mengandeng lenganku. Betapa beruntungnya lelaki itu. Ada keirian ditatapan mata mereka, padahal aku tahu bahwa banyak diantara mereka yang memiliki istri atau kekasih simpan lebih dari satu, tetapi memang seperti itulah kenyataan, harta, jabatan dan wanita selalu membuat kita lupa akan semuanya.
Perasaanku bercampuk aduk, ketika langkah kakiku mulai menaiki panggung, sepertinya, aku sangat mengutuki diriku sendiri karena telah memutuskan untuk datang ketempat ini, dan berjanji tak akan pernah memaafkannya. Satu per satu aku mulai menyalami keluarga para pengantin, kulihat tatapan kebahagian di mata mereka, betapa harapan mereka yang telah tersimpan sejak lama, mungkin sejak para pengantin belum menghirup udara dunia ini untuk pertama kalinya, sebuah perjanjian yang tak mengikuti para pengantin, sebuah kebahagian yang sampai saat ini sangat sulit untukku mengerti. Bukankah kebahagian itu adalah apa yang dirasakan dari hati.
Dari semua mata yang berdiri di atas panggung ini, hanya matamu yang memancarkan pandangan yang berbeda, pancaran mata yang terbebani oleh keterpaksaaan, katakmampuan melawan sebuah keadaan dan ketakberanian memperjuangkan keinginan, pancaran mata dengan kemengertian bahwa akan menjalani hidup keberpurapuraan sampai nafas terakhir di hidupnya. Adakah penderitaan melebihi keberpurapuraan seumur hidup.
Setelah menyalami semua yang ada diatas panggun, kakiku terasa bergerak dengan cepat untuk meninggalkan pesta pernikahan ini, dan mengengam tangan wanita yang berjalan di sampingku lebih erat, ia pun membalas gengam itu semakin erat. Mungkin ia berpikir aku setelah melihat pesta ini aku akan segera menikahinya.
Tapi, pikiran berkecamuk lain di kepalaku, pikiranku melayang pada pembicaraan di telpon gengam tadi malam. Dan kini dengan sangat aku mengertinya, aku membebaskanmu, apaun itu yang kaupilih untuk hidupmu, termasuk keberpurapuraan seumur hidupmu.
“maafkan aku untuk tak bisa lagi bersamamu, semua sudah berbeda kini, dan kita tak bisa lagi memeperjuangkan perasaan kita, mereka tak akan pernah mengerti tentang apa yang terjadi antara kita, termasuk apa yang dirasakan oleh hati kita, tapi, ketahuilah sampai kapanpun kau tetap kekasihku. Dan semua sudah berakhir.” Ucap lelaki yang menjadi pengantin hari ini kepadaku tadi malam.

Sabtu, 29 Januari 2011

Kali ini biarkan aku menghujat.

Kali ini akan kuhujat terik matahari yang menghitam-legamkan kulit anakanakku ketika siang membakar pikiran di kepala mereka di perempatan-perempatan lampu merah untuk berbelas iba dan mencuri rejeki dari pengendara kuda besi yang tak lagi mempunyai nurani, mencuri sesuatu yang mungkin sebagian adalah hak mereka.

Di Negeri yang tak mempunyai pemimpin ini adalah para aktor-aktor hebat yang memainkan kuasa persis pemeran bintang senitron di sinetron murahan yang setiap hari ditayangkan di layar kaca milik orang kaya di negeri sandiwara ini.

Tak ada yang peduli nasib mereka, para pemimpin menutup mata, hanya memikirkan berapa banyak nominal uang ketika akhir bulan slip gaji diselipkan di kantong celana dekat kemaluan mereka yang memang sudah tak punya malu.

Kali ini biarkan aku terus menghujat hingga nafasku lewat seperti syahwat para penguasa yang memilih tidur di hotel mewah ditemani modelmodel cantik yang wajah dan dadanya disumpal silikkon buatan para pekerja salon daripada pulang ke rumah dimana para nyonya sedang sibuk berlomba untuk mendapatkan perjaka di sebuah acara arisan yang memang menghadiahkannya.

Jumat, 28 Januari 2011

Menunggu pagi membunuhku.

Bila esok pagi kau terbangun
Sapalah endapan embun di kelopak mawar
Kuberharap, ia mampu berimu kelembutan
Sepercik kasih mewangikan harimu

Hati tak selamanya berjabat
Musim berganti
Tunastunas mulai tumbuh
Semua berubah, karna ialah yang abadi

Bila esok pagi tak kau temukan aku lagi
Mungkin mimpi membawaku pergi
Sepertimu, yang telah dicuri waktu dariku
Diculik ke-tak-berani-anmu

Sementara Sepingan sajak hatiku di meja makan
telah kau biarkan basi dalam sepi


kita samasama tahu
waktu adalah pisau bermata dua
dimana setiap sisinya selalu mencipta luka

kau tahu sayang,
malam ini begitu sunyi
udara dingin bekukan rindu di hatiku
lampulampu kota mematung dalam diam
dan aku berjalan dalam kesendirian
menanti pagi membunuhku.

Kamis, 27 Januari 2011

Dia, wanita dengan luka di dada

Dia berjalan ketika matahari baru saja bangun dari tidur
Terus berjalan kearah barat
Berjalan kearah berlawanan dengan tujuan hatinya
Ada ragu ketika ia melangkahkan kaki
Desahnya, angin berhembus dengan hembusan yang sama

Dia, wanita bergaun merah
Ketika matahari tegak lurus,
dia berhenti di sebuah sungai
Sekedar untuk minum, pelepas dahaga
Katanya. “walau tak memuaskan dahaga, tapi cukup untuk menantang senja.”

Dia, wanita dengan luka di dada
Kemudian ia mulai mencuci debu yang hinggap di lukanya
Menganti bening sungai dengan warna merah
“semoga darahku cukup memberi makan ikan-ikan.”

Matahari sudah mulai condong kearah barat
Ia mulai melanjutkan perjalanan
Langkahnya semakin goyah
Ketika gundah tak berkesudah
Rupanya, senja semakin berwarna merah
“itukah warna senja, di mana terlalu tersirat keabadian luka di merahnya.”
Inikah jalan yang kutuju?

Dia, wanita yang kucinta
Wanita yang melangkahkan kaki kearah barat
Sementara aku adalah timur

Selasa, 18 Januari 2011

Aku kehilangan jantungku

seperti buaya tangkar di mangar
ada debar risau di jantung
yang terjaring di jala nelayan berpunggung hitam legam
di pantai lamaru
alunan ombak kian meragu
sebab sajak membuat jarak
di retak telapak kaki

ini senja, purnama datang tergesa
mengintip lewat pucuk dahan kelapa
berpasangpasang kekasih sedang bermandikan air laut
ketika seorang lelaki berteriak
"aku kehilangan jantungku, aku kehilangan jantungku."

tak jauh dari sana, di reot gubuk kayu
nelayan berpunggung hitam legam dan istri serta dua orang anaknya
baru saja selesaikan doa
"terima kasih, telah Kau beri kami makan hari ini. amien"



pantai lamaru, mangar. 18/01/11

buah ranum

; untukmu sahabat, neny apriyani
keep figthing sist...



belum matang benar
nasib membuat ia terlepas dari dahan
buah ranum dengan kulit sangat halus
terlempar dan terombangambing di deras arus

dalam hati
satu doa terucap pasti

"Tuhan, buatlah arus deras ini
lontarkan tubuhku ke tanah di pinggir
sebagai tempat biji kumekar, nanti
maka, kubiarkan panas matahari keringkan tubuhku."

Kamis, 13 Januari 2011

gadisku

Bunga yang mekar diantara rerumputan liar
tumbuh dengan siraman airmatanya sendiri
Tak layu,
dicuaca tak menentu

diketiadaanmu

Mi, telah ada waktu di mana tubuh singgah
Merebahkan langkah goyah dalam istirah
Tetapi sepi tetap saja membelati
Seikat melati yang merobek gambar hati
; hatiku
Dan hatimu yang dulu sempat beradu

Mi, dikepergianmu, tak ada yang berubah
Kecuali semak yang semakin tumbuh subur
Di taman ini, jejeran bangku kosong
Masih setia menunggu tamu
; kamu
Dan aku yang menjadi patung

Mi, diketiadaanmu
Diamdiam kubangun kuil persembahan
Yang tentu tak ada yang tahu
Bahwa aku membangun patung-patungmu
(karna pasti aku akan di cap penyembah berhala)
Bahwa aku selalu memujamu

Sabtu, 08 Januari 2011

Meracau (sebuah pesan masuk ke kotak suratku…dan kubalas lewat catatan ini saja)

Aku terbangun ketika jarum jam menunjukkan angka dua lewat lima belas menit dini hari, mungkin karna suara jon bon jovi dengan livin on prayernya cukup membuatku terjaga, suara yang terdengar dari laptop yang lupa kumatikan, perlahan kuarahkan mataku kearah layar monitor empatbelas inchi di depanku, sekilas masih dapat kulihat warna kuning kehijauhijauan masih berkelapkelip dari modem yang terpasang di samping kanan laptop, ahh, ternyata masih online, di monitor kulihat ada beberapa sapaan dari temanku di YM dan di account facebook ada sembilan pemberitahuan juga ada tiga pesan masuk, untuk sapaan di YM sengaja tak kubalas karna kupikir mereka yang menyapa mungkin juga sudah tertidur dan aku hanya membalas jawaban pemberitahuan di facebook tentang komentarkomentar di status yang tadi aku bikin sebelum tertidur dan juga beberapa komentar untuk tag-tagkan foto atau catatan dari teman-temanku, setelah itu aku periksa pesan yang masuk, dari ketiga pesan yang masuk, salahsatu nama pengirimnya mampu membuatku menggerutkan kening, karna setahuku yang mengirim pesan tak ada namanya di daftar pertemanan di account facebookku, atau tepatnya orang yang mengirimkan pesan menghapusku dari pertemanan facebooknya bahkan pernah juga sampai mem-blockirku, cukup lama juga aku memandang pesan itu dan setelah membaca isinya, cukup membuatku untuk tak bisa melanjutkan tidur, sebuah pesan yang di kirim oleh seseorang yang dulu pernah cukup dekat denganku, mungkin sangat dekat malah, karna memang aku dan dia pernah meng-ikrarkan bahwa kami adalah sepasang kekasih, namun, karna terlalu banyak perbedaan dan ke-tidaksukaannya pada beberapa kebiasaanku, membuat dia memutuskan untuk mengakhiri hubungannya denganku dan tentunya aku sangat menerima tanpa harus bertanya alasannya, tapi percayalah bukan karna aku tak ingin mempertahankan hubungan itu, tetapi menurutku cinta itu adalah hubungan dua arah dan jika salahsatu dari pasangan sudah ingin mengakhirinya mau tak mau kita harus menerima, karna cinta bukanlah sebuah paksaan, bukankah cinta itu bukan hanya tentang keharusan memiliki tetapi terlebih kepada bagaimana melihat orang yang kita sayangi tertawa walau tak bersama kita. Tapi ini hanya sebuah pendapat dariku saja yang tentu saja benar atasku sendiri, karna setiap orang mempunyai pandangan berbeda akan hal ini. Setiap orang mempunyai definisi berbeda akan cinta, karna cinta bukanlah matematika dimana semua telah tertetapkan dengan rumus-rumus tak pernah mempunyai hasil yang berbeda, tetapi tidak dengan cinta.

“hi, apa kabarmu?..

Ternyata sudah lama juga gak mendengar kabar darimu, jujur ada rindu yang selalu bersarang di dadaku untukmu, sebuah perasaan yang tak pernah bisa kupadamkan, ia selalu menyala abadi di hatiku, sebuah cahya yang selalu menjadi penerang di malam kelam tanpamu di sampingku, lagi. Aku tahu, mungkin sudah tak layak bagiku untuk mengatakan ini kepadamu, terlebih setelah apa yang telah kulakukan atasmu dulu, tapi sungguh, aku tak mampu untuk memendam rasa ini sendiri, terlalu berat untuk kutanggung sendiri, dan kau tahu, tak ada seseorang yang di sampingku bisa untuk kubagi perasaanku tentang rinduku akanmu, karna mereka pasti tak akan pernah menyetujuiku denganmu, mereka selalu berpikir tentang apa yang ada di pikiran mereka, tak pernah sekalipun mereka berpikir tentang perasaanku padahal akulah yang menjalaninya. Ahh, betapa begitu berat menanggung perasaan ini.

setelah kau tak ada di sampingku, entah mengapa aku melakukan hal-hal yang dulu sangat kau sukai, walau aku tahu bukan kamu yang berjalan di sampingku lagi, aku mulai suka ke salah satu tempat makanan cepat saji yang selalu kau sukai, mulai menyukai berada lama-lama di toko buku, yang dulu selalu saja ada protesku ketika aku menemanimu di toko buku, kau begitu suka berada berlama-lama di toko buku dan menghabiskan banyak waktu kita dan kini juga aku suka mendatangi tempat di mana kita pernah suka kunjungi, sekedar mengingat kenangan yang pernah kita lalui di sini. Mungkin terdengar agak aneh memang, berjalan bersama oranglain, tapi hanya ingin mengulangi kenanganmu denganku.

Dan saat ini, entah mengapa aku kembali merindukan untuk menjadi bagian dalam puisimu (tentu dulu aku selalu ada dalam puisimu, walau terkadang sulit aku untuk mengerti katakatanya, tetapi selalu kurasakan ada kejujuran dan keromantisanmu disana, keromantisan yang tak pernah kurasakan lagi) dan menemanimu ketika kau menciptakannya, mengarungi dunia yang kau ciptakan melalui cerita-ceritamu, tersenyum bersama tokoh yang kau ciptakan ketika mereka merasa bahagia dan menangis bersama tokoh yang kau ciptakan ketika mereka berada dalam kesedihan, sungguh, saat ini aku ingin menjadi bagian dunia ciptaanmu itu. Padahal dulu aku tahu, aku tak pernah setuju dengan kebiasaan menulismu, karna terlalu banyak waktu yang kaubuang hanya untuk hal yang tak berguna menurutku saat itu, tapi saat ini malah aku ingin berada di dalamnya. aneh ya?..

Tapi, begitulah yang terjadi pada diriku saat ini, jujur aku sendiri binggung kenapa aku merindukan hal-hal yang kubenci darimu dulu dan sekarang aku sendiri yang melakukannya, mungkin karena aku benar-benar sangat merindukanmu dan selalu berpikir bahwa kau selalu ada di sampingku, padahal aku tahu bukan kamu yang ada di sampingku saat ini, kenyataan inilah yang membuatku larut dalam penyesalan, yang hanya bisa ku tanggung sendiri dan kini kubagi denganmu.

NB : maaf kubagi perasaanku ini kepadamu, karna memang aku tak sanggup lagi untuk menyimpan sendiri, aku sudah terlalu lelah dengan sekitarku, bahkan saat ini aku merasa asing dengan diriku sendiri, tapi seperti yang kau ketahui tak mungkin untukku mengharapkanmu lagi untuk ada di sampingku, selain karna aku yang telah memutuskan untuk mengakhiri hubungan kita, juga ada hal lain yang sangat tak bisa aku rubah, ya, orang-orang di sekitarku, biarlah kusimpan rasaku ini untukku sendiri, karna aku telah memilih kebahagian mereka walau harus mengorbankan kebahagianku.
Oh ya, satu lagi, seperti kataku terakhir kali kita bertemu, “aku akan selalu bercinta dengamu ketika kita bertemu dan aku tak perduli kau mau atau tidak” dan saat itu biarkan aku menjadi diriku sendiri.

Yang merindukanmu dengan sangat,



Kata-kata penutup inilah yang membuatku tak bisa melanjutkan tidurku.

Dari email yang dia kirim, aku tahu banyak perubahan di dirinya, kulihat sekarang dia bisa mengatur rapi kata-katanya dalam tulisan, dulu, hal yang tak pernah mampu dia lakukan, menurutku mungkin saat ini dia telah mulai suka membaca buku dan belajar menulis. Sekejap membuatku mengingat kembali kenangan ketika kami masih saling menjadi kekasih, begitu banyak hal yang pernah kami lakukan, walau sebenarnya kami melakukannya setelah melalui pertengkaran, pertengkaran yang mungkin akhirnya menjadi alasan untuknya meninggalkanku, tapi sebenarnya aku tahu alasan utama ia meninggalkanku, orang-orang di sekitarnya. Tapi, bukan tentang hal itu yang ada di pikiranku saat ini, di pikiranku saat ini muncul sebuah pertanyaan, mengapa sekarang ia melakukan hal-hal yang dulu tidak ia sukai dariku? Memang cukup aneh sepertiya…
Atau mungkin benar kata orang-orang, kita akan tahu betapa kita mencintai seseorang ketika kita telah kehilangannya dan sebenarnya kita tak pernah bisa menghindari rasa itu dan berusaha berlari menjauh tapi sebenarnya kita malah mendekat, mengalihkan kepada hal-hal lain, tetapi sebenarnya tanpa kita sadari, kita malah menggulang melakukan hal yang kita lakukan bersamanya dulu, dan juga memaksakan diri mengantinya dengan orang lain, tetapi sebenarnya kita malah merubah oranglain itu menjadi diri orang yang kita cintai.
Mungkin benar juga, cinta itu terkadang tak sejalan dengan logika, karna logika adalah apa yang di hasilkan atau sesuatu yang bisa dikendalikan oleh pikiran, tetapi, tidak dengan cinta, malah terkadang pikiran yang di kendalikan oleh rasa cinta, seperti apa yang dijelaskan oleh eminem dan rihanna dalam lirik “I love the way you lie”nya, bagaimana mereka menerangkan begitulah cinta, betapapun menyakitkan tetapi selalu saja kita tak bisa menghindar darinya dan selalu memintanya untuk kembali.
Menurutku, seseorang tak pernah bisa merubah perasaan cintanya secara tibatiba, tetapi, karna rasa cinta seseorang bisa merubah dirinya secara tibatiba. Terdengar sangat naïf memang, tapi memang itulah fakta yang terjadi, fakta yang mungkin saat ini telah di hindari oleh orangorang, dan meng-format pikiran mereka dengan pemikiranpemikaran bahwa cinta itu hanya ada di negeri dongeng, di negeri pangeran dan sang puteri, tetapi, mereka sadar di dalam hati mereka sangat mengharapkan itu terjadi kepada diri mereka sendiri, yang sebenarnya tanpa mereka sadari itu telah terjadi kepada diri mereka saat mereka merasakan cinta mereka kepada seseorang, tetapi sekali lagi mereka hanya tak berani untuk berkorban demi rasa cinta mereka sendiri dan memilih menyimpannya dalam hati mereka, dan menipu diri mereka sendiri dengan alasan demi kebahagian orang lain. Dan disinilah sebenarnya perbedaan negeri dongeng dan negeri nyata saat ini, di negri dongeng dimana cinta adalah sumber kebahagian utama, mereka berani untuk berkorban untuk cinta mereka, tetapi di dunia nyata ini, sudah tak ada yang berani melakukannya lagi, karna terlalu banyak hal penting lainnya, hal penting yang membuat bibit penyesalan tumbuh subur di hati mereka.

Ahh, tapi kembali lagi semua adalah pilihan, bagiku pilihan adalah cabang yang tak berpulang ke batang, jadi ketika kau sudah memilih terima resikonya…
Lagian sekarang jam sudah menunjuk di angka tiga lewat tigapuluh menit dini hari, dan kembali rasa kantuk mulai mendekapku kembali dan aku ingin tertidur dan menyambung mimpi, jadi , apa peduli ku, aku hanya kembali tertidur…


Villa nusa indah

Garis lurus dari sudut mata hingga pipimu.

Lalu, dengan apa kau hapus garis lurus dari sudut mata hingga pipimu?
Ketika malam airmata membuat parit yang sakit
Di wajahmu, segala tumpah ruah
Mengirim asin kesudut bibir. Serupa lendir
Yang merngering ketika percintaan berakhir lima menit lalu

Sebab, lelaki kekar telanjang yang tertidur di sampingmu
Tak jua mampu memberimu nyaman dalam pelukannya
Sementara sunyi yang bersarang di dada, menyeruak tibatiba
Seperti epilepsi terkena airmataair yang mengalir dari parit di matamu

Lalu, dengan apa kau hapus garis lurus dari sudut mata hingga pipimu?
Bilamana kemarau datang teramat panjang
Sementara hujan terus menari bebas di hatimu
Dekat belahan dadamu, tempat kau simpan segala rahasia
Adalah waktu yang ingin kau putar mundur
Di kakimu yang seharusnya surga berada
Adalah neraka atas pilihan lalu

Lalu, dengan apa aku hapus garis lurus dari sudut mata hingga pipimu?
jika puisiku telah pucat pasi
Dan basi
Dan mati





Villa nusa indah.

Para Pelupa

Sebab kitalah para pelupa
Menukar ingatan dengan airmata
Di ladang tempat kita menanam luka
Adalah bayangan mengejar senja

Mungkin kau tak pernah mengira
bahwasanya aku tahu
masih tersimpan fotoku di tas kerjamu
yang sesekali kau cium, ketika petang
ketika kau lelah untuk berpura-pura dalam tebalnya make-up

Segala sepi tak menepi
Yang tentunya aku tahu,
Masih tersimpan aku di hatimu
Yang diam-diam kau buka ketika malam
Menganyam dadamu dalam kelam
tentulah itu rindu, diam-diam menyelinap
lewat sela-sela jendela di kepala

sesungguhnya, aku juga tahu
sebenarnya kita bukanlah para pelupa
tentunya kita takkan pernah saling lupa
tapi, hanya sekedar menukar ingatan dengan airmata
dan tetap mengejar bayangan di kala senja
(bayangan kemerahan yang membawa mimpimu bersamaku)


Villa nusa indah
Bekasi

Senin, 03 Januari 2011

Coretan Dinding.

Setelah menyelesaikan tulisannya, ia terduduk di sudut kamar, merasakan lemas di seluruh badan, sementara tatatapannya nanar kearah tulisan yang baru diselesaikannya, sebuah tulisan tentang apa yang terjadi, tentang kenyataan hidup yang ia alami. Terlihat jelas kilatan dendam terpancar dari sorot mata yang tajam itu, mungkin lebih tepatnya sebuah kebencian, kebencian akan keadaan, kebencian akan sesuatu yang diluar kendalinya.
Detik terus berdetak seakan sunyi membuat setiap suara terdengar nyaring, bahkan suara nafaspun seakan tak ingin ketinggalan untuk tampil, terus memburu seperti ingin terlepas dari jantung yang sesak terhimpit oleh beban berat yang menekan kuat dada, yang dikirim oleh otak dan pikirannya.
Setelah hari itu, airmata seakan menjadi airterjun yang tak pernah berhenti mengaliri kedua matanya dan bersumber yang entah dari telaga mana di kornea mata itu, setiap kenangan adalah irisan tipis hatinya dari belati yang berupa kenyataan. Ada goresan yang tertinggal dan tak akan mungkin hilang oleh obat apapun.
“Kau hadirkan dia untukku, lalu dengan cepat Kau ambil kembali, setelah begitu kokoh cinta di hatiku berdiri.” ia berkata dengan setengah berbisik, namun kepalanya mendongak ke langit-langit ruangan, seakan menantang dan meminta penjelasan atas kepergian lelaki yang sangat ia cintai.
Tak ada kehilangan yang lebih hilang dari pada kehilangan orang yang kita sayangi, seakan separuh nyawanya ikut terbang bersama orang yang dia cintai dan meningalkan setengah jiwanya lagi untuk menjadi tawanan dari kepedihan hidup dimana nyata selalu saja menjadi luka yang teramat perih.
Ia kembali tertunduk, sementara darah terus mengalir keluar dari ujung jari telunjuknya, jari yang dengan sengaja ia lukai dan di pakai untuk menulis di dinding kamar dan darahnya di pergunakan untuk menjadi tinta.
“lalu, siapakah yang harus kusalahkan akan semua yang terjadi. Tak mungkin kusalahkan dia dan cinta yang tumbuh subur di hatiku, karena tak ada yang salah dari cinta, ia hadir tanpa pernah bisa di tentukan, ia hadir secara alami, ialah cahaya yang menerangi kelamnya hatiku, dan tiba-tiba kenyataan merampasnya cahaya itu dari hatiku.” Ucapnya kembali dengan kepala tertunduk dan suara tertahan seakan hanya berupa desisan saja.
Perlahan dia bangkit berjalan pelan kearah tempat tidurnya mengambil pelan gaun putih, sebuah gaun pengantin, gaun yang ia pakai di hari pernikahannya, di hari dimana seharusnya menjadi hari dimana puncak kebahagian menghampirinya, tetapi, kenyataan berkata lain. Hari itu, adalah hari dimana setiap mimpinya dan hatinya hancur dalam sekejap. Dan gaun pengantin itu di dekap erat ke dadanya, airmata terus mengalir di pipinya, deras membasahi gaun putih itu.
“selamanya, aku adalah istrimu dan kau adalah suamiku tanpa pernah perduli apa yang akan di katakan orang-orang dan juga aku tak pernah perduli akan norma masyarakat, di hatiku hanya ada cintaku dan kamu, hanya itulah hubungan kita, tak lebih.” Ucapnya lagi.
Lalu dengan perlahan ia duduk di tepi tempat tidur, tempat tidur yang telah ia persiapkan untuk malam pengantin dan malammalam seterusnya di hidupnya, namun itu semua hanya tinggal kenangan, kematian kekasihnya telah merengut semua harapan itu.
“kepadamu cintaku, aku berjanji untuk menjaga janin yang telah kau titipkan di rahimku, janin yang tercipta oleh cinta yang terkandung di hati kita dan sekalipun aku takkan pernah menyesali apa yang telah kita lakukan, bukankah memang begitu seharusnya mencintai, menerima semua apa yang telah terjadi, tanpa harus mengutukki kesalahan-kesalahan yang telah berlalu, hatiku menerimamu dengan ikhlas maka setiap kesalahan adalah pembelajaran bukan sesuatu yang membuat kebencian di hati, dimana cinta sejati tak pernah ada rasa dendam di dalamnya, bukankah begitu hakikat cinta sejati”. Perkataan yang ia ucapkan membawanya kembali ke masa-masa dimana ia merasa hari yang paling bahagia di hidupnya, ketika kekasih hati selalu ada di sampingnya, dimana tawa dan bahagia adalah waktu yang berdetak di harinya, begitulah ketika cinta saling berbalas, seakan tak ada yang lain yang lebih penting di dunia ini selain cinta mereka, hingga buah dari cinta itu bersarang di tubuhnya.
Cukup lama ia duduk terdiam di tempat tidur itu, hingga akhirnya ia berdiri dan memandang kembali sekeliling kamarnya, banyak kenangan yang telah tercipta di kamar ini, di kamar inilah dia selalu mencurahkan isi seluruh pikirannya dan juga tempat dia melepas semua keluh kesah hidup, kamar yang telah ia tempati sedari dia kecil dulu. Kamar yang seharusnya nanti ia wariskan untuk anaknya. Tapi, sekarang kamar ini harus ia tinggalkan untuk selamanya.
Matanya berhenti memandang sekeliling kamarnya ketika ia melihat sebuah pigura yang di dalamnya terdapat foto dia dan kekasihnya, kembali airmata turun membasahi kedua pipinya, terus ia pandangi foto itu, menatap lekat-lekat, ada banyak garis kemiripan di wajah mereka, garis wajah yang dulu sangat ia sukai, ketika orang-orang mengatakan itu adalah tanda mereka berjodoh, namun saat ini dia sangat membenci banyak kesamaan garis wajah diantara mereka.
Tiba-tiba tangannya terkepal dengan keras ketika ia kembali ingat ke hari pernikahannya, hari dimana semua persiapan telah di lakukan, hari dimana seharusnya seribu doa kebahagian terlantun, hari dimana seharusnya setiap nada menciptakan lagu-lagu cinta yang indah. Hari itu, di sebuah rumah ibadah yang sangat besar di kotanya, dengan hati yang sangat berdebar kencang ia menunggu kekasihnya datang untuk mengucapkan janji setia untuk selamanya, detik-detik waktu seakan berjalan lambat di antara kencangnya detak di jantungnya, inilah saat yang paling ia tunggu di hidupnya, saat dimana dia dan kekasih di jadikan satu dalam aturan masyarakat, karna sebelumnya memang mereka telah merasa disatukan oleh perasaan mereka.
Lima belas menit sebelum waktu yang telah di janjikan akhirnya kekasihnya datang, secara refleks bibirnya tersenyum melihat wajah kekasihnya dan begitu pula dengan kekasihnya, mata mereka beradu dalam seribu rasa yang tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata, rasa yang hanya mereka berdua mengerti. Namun sekali lagi hidup memberi bukti, ketika kebahagian telah hampir sempurna maka saat itulah kesedihan mengambil peran, dan itu ia sadari ketika ia melihat ibunya menangis dan mengatakan pernikahan itu harus dibatalkan, melihat hal itu dia serta kekasihnya saling beradu tatap dan berada dalam kebingungan dan tentunya menolak pembatalan pernikahan itu, hingga akhirnya mereka di bawa ke sebuah ruang di samping rumah ibadah itu, dimana di sana hanya ada dia, kekasihnya, ibunya serta ayah dari kekasihnya.
Cukup lama juga ruang itu sunyi, mereka yang berada di dalamnya bergelut dengan pemikiran masing-masing, hingga akhirnya ibunya membuka pembicaraan dengan airmata menetes di matanya, raut wajahnya memancarkan keberanian yang seakan di buatbuat.
“kalian tidak boleh menikah.”ucap ibunya
“lalu apa alasannya kami tidak boleh menikah, kami saling mencintai dan kami telah sepakat takkan ada yang bisa memisah kami.”
“pokoknya kalian tak boleh menikah.” Ayah kekasihnya mulai membuka suara untuk pertama kalinya. Ada kilatan penyesalan terpancar di matanya.
“apapun yang terjadi kami harus menikah.” Jawab kekasihnya dengan suara yang agak meninggih. Sementara ia hanya bisa menangis mendengar perdebatan itu.
Pembicaraan itu terus berlangsung, hingga akhirnya sebuah kata membuat ruang itu kembali sunyi, sebuah kata yang di ucapkan oleh ayah kekasihnya, sebuah kata yang menyebutkan mereka adalah kakak beradik. Dan tentu saja ia dan kekasihnya tak dapat mempercayai perkataan itu dan tak menerimanya. Lalu, ibunya kembali membuka suara dan menceritakan semua kejadian masalalu, bahwa ibu dan ayah dari kekasihnya dulu adalah sepasang kekasih, mereka saling mencintai, tapi, kedua orang tua dari ibunya tidak menyetujui pernikahan itu, mereka menolak ayah kekasihnya untuk menjadi menantunya, hingga akhirnya ibunya menikah dengan seorang laki-laki yang menjadi pilihan orang tuanya dan tak lama kemudian ayah kekasihnya menyusul menikah dengan oranglain, mereka menikah dengan orang yang tak mereka cintai, beberapa tahun mereka tak pernah bertemu lagi, namun benar kata orang-orang bahwa dunia itu sempit dan mereka pun akhirnya bertemu kembali dan kembali juga cinta di hati mereka yang telah lama mereka pendam muncul ke permukaan dan mereka tak kuasa untuk melawannya, hingga terjadilah perselingkuhan yang menurut orangorang salah, tetapi menurut mereka itu adalah sesuatu yang tak salah, karna mereka tak mampu menahan keinginan hati mereka sendiri, perselingkuhan itu terjadi cukup lama hingga akhirnya ibunya hamil dan di ketahui oleh suami ibunya, di karenakan suami ibunya tak pernah bisa mempunyai keturunan di sebabkan oleh penyakit yang di indapnya, tetapi suami ibunya itu memaafkan ibunya dengan persyaratan tidak boleh menemui ayah kekasihnya lagi dan harus ikut untuk pindah ke kota yang lain bersamanya, sejak itu mereka tak pernah bertemu lagi dan berhubungan lagi hingga hari ini.
Setelah mendengar penjelasan dari orangtuanya itu, kekasihnya tak mampu menerima kenyataan bahwa mereka adalah kakak-adik terlebih mereka telah mempunyai buah dari cinta mereka yang kini telah terkandung di rahimnya. Merasa tak mampu menerima kenyataan itu kekasihnya berlari dan mengendarai mobil dengan kecepatan yang sangat tinggi, hingga akhirnya ia mendengar kekasihnya meninggal karna kecelakaan lalu lintas. Setelah mendengar kekasihnya meninggal ingin rasanya ia ikut menyusul kekasihnya terlebih mereka pernah berjanji untuk akan selalu bersama dalam hidup dan mati, tetapi janin di rahimnya membuat dia bertahan untuk tetap hidup, karna janin ini adalah buah dari cinta mereka, di janin inilah setengah dari diri kekasihnya hidup.
kembali ia berjalan kearah foto ia dan kekasihnya, mengangkatnya dengan pelan dan mencium lembut wajah kekasihnya, cukup lama ia melakukan itu dan akhirnya ia memasukkan foto itu kedalam tas yang telah ia persiapkan untuk menemani perjalanannya, meletakkannya diantara barang-barang kenangan mereka berdua.
“kekasihku, aku akan pergi meninggalkan kota ini ke tempat dimana tak seorangpun mengenalku. mungkin dunia ini tak dapat membuat kita satu, sabarlah untuk menungguku di tempatmu, akan kubesarkan anak kita dengan cinta yang telah kau ajarkan kepadaku, percayalah, takakan kubuat dia mengetahui asal-usulnya, biarkan dia mengenalmu dari ceritaku saja, betapa kau mencintainya dan ibunya, namun, takdir membuat ayahnya harus meninggalkannya hanya bersama ibunya.” Bisiknya sambil meraih tas itu ditangannya dan bersiap meninggalkan kamarnya.
Sebelum ia pergi dan menutup pintu kamarnya masih sempat ia baca tulisan yang ia tulisan di dindind kamarnya.

“ Ia yang sejati, tak akan pernah mati
Selalu hidup dalam api abadi
begitulah, yang saling mencintai
tak akan pernah lagi mencari
Apapun itu, kita adalah kekasih
Tanpa norma dan keadaan
Karna cinta yang menikahkan kita
Dan cinta tak pernah salah”

Andai bisa kita kembalikan waktu?

Sebuah pertanyaan yang sedari tadi mampir di kepalaku, berawal dari mendengar lagu dengan judul “if I could turn back the time.”, tapi aku tak begitu tahu siapa yang menyanyikannya, karna kudengar hanya dari radio mobilku dan pembawa acaranya pun tidak menyebutkan siapa pemilik lagu itu. Tapi, bukan tentang siapa yang menyanyikan lagu itu atau siapa penciptanya yang mampir di kepalaku, akan tetapi, pesan tersirat yang di bawa oleh liriknya. Bagaimana sekiranya kalo kita bisa membalikkan waktu, itulah pertanyaan yang di lontarkan kepalaku kepada pikiranku terlebih kepada hatiku.

Setelah cukup lama pikiran dan hatiku bergulat, satu kesepakatan telah mereka buat, yaitu “tak akan membuat orang yang kucintai hilang dari gengamanku.”. sebuah kesepakatan yang selalu saja mampu membuat keningku berkerut, kenapa harus selalu tentang cinta?

Cinta, terlalu banyak definisi tentangnya, mungkin masingmasing orang akan memiliki definisi yang berlainan dan khusus untukku artinya adalah “ketika seseorang menyayangi orang lain melebihi dirinya sendiri”, cukup naïf memang aku mengartikan arti cinta, ya, tapi memang begitulah aku merasakannya, dan ketika aku kehilangan orang yang kusayangi berarti aku telah kehilangan diriku sendiri, kok malah tambah naïf sepertinya.

Entahlah, tapi ada beberapa hal yang membuatku berpikir seperti itu, selain hidup Cuma sekali dan tak ingin ada penyesalan di harihari dimana tak ada yang mampu memberi kebahagian yang palsu lagi, dan menurutku cintalah sumber semua kebahagian yang abadi. Karna hidup adalah masa kini dan masa datang, sementara masalalu telah tertetapkan dan tak akan pernah berubah, dan masakini akan berubah menjadi masalalu karna waktu tak pernah berhenti berdetak maju, maka, seberusaha mungkin untuk menipiskan penyesalan yang akan ada di akhir nanti dengan mempertahankan cinta yang hidup di hatiku.

Bayangkan, ketika kita hidup bersama seorang yang kita tidak cintai. memeluk tubuh yang tak ingin kita peluk, mengengam tangan yang tak ingin kita gengam bahkan bercinta tanpa mengunakan kasih sayang, lalu apa bedanya kita dengan pelacur pinggir jalan, sementara mungkin mereka lebih baik, melakukannya karna terpaksa, karna keharusan mempertahankan hidup dan tak punya pilihan lain, sementara kita melakukannya dengan keinginan kita sendiri tetapi sesungguhnya kita punya pilihan lain. Pasti sangat melelahkan, ketika kita hidup dengan seseorang tetapi di hati dan pikiran kita orang lain yang hidup.

Lalu, ketika materi telah tak mampu lagi memberi bahagia, sementara cinta yang tak kita miliki, membuat perselingkuhan adalah jalan cepat untuk meraih cinta yang sesaat, karna mungkin orang yang kita cintai, orang yang dulu kita sia-siain, telah memiliki kehidupan sendiri dan tak pernah menginginkan kita lagi, hingga kita menghalalkan perselingkuhan mencari alasan untuk menutupi cinta yang telah tersia-sia, apakah benar seperti itu?

Waktu bergerak dengan cepat tanpa kita sadari dan tiba-tiba telah mengantarkan kita di tepian usia, di kehidupan yang tak bisa di rubah lagi, dimana kebahagian sudah tak mampu di beli dengan materi, hingga benih-benih penyesalan yang kita pupuk telah mulai memekarkan putiknya dan siap berbuah airmata dan tanggis. Dan menutup usia dalam penyesalan dan dengan kata “andai saja dulu”…

Kembali ke kotaku

Kembali ke kotaku
Tak banyak cerita yang tertinggal
Di antara geliat pembangunan
Hanya kematian rasa yang kutemukan

rasa yang dulu sempat kupahami
kini hanyalah katakata yang tak mampu ku-eja
lembaran-lembaran kisah yang pernah kutulis
hanya menyisakan ingatan yang terbata

dulu disini, logika pernah terpinggirkan
ketika hati hanya meminta hati untuk keseharian
taman-taman tempat hati bermain bebas
dan sebuah ayunan yang membuat kita lupa waktu pulang
yang kini berganti dengan monumen jam besar
sebagai pengingat keterburuan dan ketuaan yang tiba-tiba
di mana logika tak lagi punya ruang untuk hati

kita kalah atau tepatnya akulah yang kalah
ketika tak mampu mengikuti perubahan
dan tetap meminta hati untuk keseharian
dan melupa yang abadi adalah perubahan
dan waktu adalah perubahan; pasti.

Untuk itu selalu ada perjalanan
Yang harus kutebus dengan luka
Jalan-jalan yang angkuh; gambaran kelelahan diri
Pengembalian ingatan akan setiap langkah yang terlewati
Dan pencarian yang membawaku kembali ke kota ini

sementara waktu terus mencuri kenangan
Diantara kelokan kusimpan mimpi-mimpi
Selayaknya simpangan mengharuskan satu pilihan
setiap kesalahan membuat jarak semakin jauh akan tujuan

di kota ini dulu mimpi pernah terlahir
kini menjadi pahatan sejarah pada dinding harapan

aku kembali ke kotaku
ketika ritual-ritual baru tercipta
ritual yang tak bisa kumengerti
wajah-wajah menari dengan topeng
tersenyum, namun tangan memegang belati
saling memeluk di antara tetesan darah di punggung

lalu, hujan membawaku ke sudut kota
tempat orangorang terpingirkan
dimana luka adalah nyata
tak ada ritual topeng dan belati
tak ada normal dan ketaknormalan
dan aku temukan kedamaian

jika ke-taknormalan adalah perbedaan sudut pandang
dan kenormalan adalah penerimaan sudut pandang
tunjukkan kepadaku manakah yang benar?
Dan manakah yang salah?
Sungguh, aku tak pernah tahu

Aku berdiri di titian takdir
Hembusan angin runtuhkan keangkuhan
Tak ada yang pasti di perjalanan
Pedang-pedang perubahan selalu menghujam
Meninggalkan luka di tubuh ketaksiapan

Inilah akhir untuk kotaku; hatiku.
Menjadi asing di tanah yang melahirkanku