Minggu, 14 Agustus 2011

Catatan Dinding; di ke-entahanmu..


sekarang, aku tahu siapa dan dimana aku berdiri. seribu duri rasa takkan melukai jiwaku lagi, seribu rindu hanyalah permainan hati ketika malam begitu hening dan tak mampu lagi membuatku bergeming. sebab, bahagiaku adalah ketika kau tak lagi memasak airmatamu..
***
mencintaimu, bukan berarti aku harus memelukmu, cukup kurentangkan kedua tangan dan biarkan angin mengelus seluruh tubuhku. dan kuartikan itu sebagai kau yang memelukku. itu sudah cukup, bagiku..
***
bahkan jika kau tetap di sampingku;
kupotong semua tulang rusukku
mungkin juga kedua mata
karna segala aku, tertuju padamu
***
kemudian tibalah kita pada simpangan, kau memutuskan pergi berlawanan arah, sementara aku, raga dan jiwa yang terpisah...
***
tajam tatapanmu,
adalah malam yang datang tibatiba
segalanya sepi dan sunyi
ketika merah matamu adalah dendam
***
selain kamu, tak ada yang mampu menusuk jantungku dari dekat.
***
tentang cinta; ia akan menemukan jalannya sendiri, bebaskan, maka ia akan membimbingmu ke siapa dia akan tertuju...
***
teruslah merindu dan berharap, apapun itu, suatu saat ia akan memberikan jawaban yang tak pernah kau duga...
***
mungkin ini cinta. ketika hembusan angin malam ini, serupa namamu terdengar di telingaku.
mungkin ini cinta. ketika bulan di langit sana, serupa kau yang tersenyum kepadaku
mungkin ini cinta. cinta ini, mungkinkah?
***
sesekali baiknya kita lewati saja senja ini dalam diam dengan tangan saling gengam, dan kita akan belajar; seperti keindahan senja, sebentar saja, lalu hilang kembali ditelan malam. kekasih, tak ada yang abadi, bahkan mungkin dengan rasa cinta kita, suatu saat nanti salah satu dari kita akan menjadi potongan kisah yang lainnya, jadi, dekaplah tubuhku, erat, sebelum nanti seseorang mengatikan pelukanmu, ini...
***
Jika rasa itu tetap sama, kenapa tak menemuiku?
Di selasar angin berhembus kencang, riuh, namun malam tetap hening, sepi, hatiku.
Menanti. Detik terasa engan berdetak, sayup-sayup cahya bulan bentuk wajahmu di ujung jalan, sebentar saja namun pupus, berulangkali, berulangkali, hingga kupatungkan hatiku di selasar rumah rinduku..
***
Mata itu, mata yang tak lagi punya impian. Kini Mata itu, hanya mata yang menanti detik-detik berganti.
***
Sungguh, rindu terlalu gagu di kalbu, bahkan untuk memangil namamu lidahku terlalu kelu, tetapi ketahuilah, hatiku tak pernah berhenti menyebut namamu, kekasih.
***
begitulah cinta. seberapa sakitpun luka itu terkecup, tetap saja terlantun doa bahagia untukmu di bibirku.
***
Akhirnya tiba juga kita pada akhir dari pertemuan; perpisahan.
Tiba-tiba saja senja memerah di matamu
Dan aku, mempersiapkan kedatangan malam dan sepi yang dikandungnya
***
--yang kutahu, setiap detik berlalu, adalah goresan satu garis rindu di hatiku untukmu..
***
Kalau boleh, aku hanya ingin tiada..
***
Dan hamparan langit yang kita tatap, adalah mata-mata dari luka
--yang siap menghantam ketika lengah.
***
Realita kehidupan dan keakuanku adalah tembok-tembok tebal yang menahanku dalam sangkar kesendirian.
***
Terkadang masalalu adalah keusangan yang dipakai berulang-ulang di masa kini.
***
Melepasmu hanyalah ke-egoisanku 'tuk memilikimu utuh, karna, untuk dirimu aku tak ingin berbagi, bahkan bagi khayalan seseorang.
***
Diam-diam datanglah padaku di waktu senja telah hilang, disaat kita merupa bayang dalam gelap malam, maka datanglah padaku dalam diam.
***
di bening telaga matamu, tempat kularungkan semua perahu kertas dari mimpi-mimpiku.
***
sederetan bintang bersinar memberi warna pada malam, aku tetap sepi, menatap sebuah kapal beranjak menjauh, seperti kepergianmu, selalu tertingal sepi 'tuk kucumbui, barangkali benar, sepi terlalu abadi dan luka adalah nafas yang selalu menemani setiap detak jantungku, dan kau adalah ingatan yang terlalu tajam mengores setiap sudut di hatiku.
***
dan luka yang diam-diam kita simpan, sebenarnya adalah jiwa kita yang saling memanggil, dan rindu adalah bahasa lain dari desah angin yang menyampaikannya.
***
kelak, suatu ketika kau dapati sebuah taman yang indah, dimana berupa bunga-bunga mewanggi dan mekar tanpa henti di kehidupanmu. jangan pernah ingkari, dahulu, ketika kukecup lembut bibirmu, kau menutup matamu dan membayangkan semua itu.
sebab, diam adalah keramaian dinikmati sendiri oleh hati, semacam kerahasian yang selalu terjaga, tersimpan rapi dalam ingatan, ada kamu, ya kamu, yang selalu bermain dalam kenangan, dalam gerak bayang yang terasa nyata, bahkan terlalu nyata dalam kesendirianku. ini bukanlah ke-tidakwarasan, tetapi hanyalah rindu yang terlalu merindui akan hadirmu.
***
satu yang tak pernah kusesali dari perpisahan kita dahulu, bahwa kini kau tersenyum bersamanya.
***



0 komentar:

Posting Komentar