Selasa, 15 Maret 2011

Dari rindu dan detak jantung

Rindu itu, lin. Rindu yang kita cipta ketika jarak semakin memperlebar dekapan, tepat di saat waktu hampir saja kita hentikan, namun, sekali lagi ia menang dan mempecundangi kita dengan telak. Ia, rindu, pelan tapi pasti diciptanya sebuah pusaran air dari samudera keterpisahan, membangun gelombang-gelombang yang semakin besar dan mungkin akhirnya membangun tsunami, menyapu seluruh pulau-pulau kenangan, pulau yang selama ini kita tempati.
Detik-detik terus berdetak, hari-hari terus berganti, namun rindu (sebuah pengharapan akan kebersamaan) terus mengambil alih detakdetik dan hari-hari di hariku. Aku takut, sunguh, aku takut semua ini tak nyata lagi, kemudian secara perlahan berubah menjadi hanya sebuah mimpi ketika kesadaran kita terambil alih oleh logika.
Ingatkah kau, lin, ketika malam untuk pertama kali kita buat persembunyian, hanya kau, aku dan malam, berbicara berbisik sebab kita tahu hari esok mungkin akan mendengar hingga lekas ia suruh pagi menculik salah-satu dari kita. Sementara kita tahu, kita baru saja menelajangi diri, menghafal setiap lekuk tubuh, agar ketika kita bertemu lagi nanti, kita sudah saling mengenal. Saat ini, masihkah kau kenali aku, ketika jarak semakin samarkan ingatanmu?
Tahukah kau, lin. Siang ini matari bersinar dengan pongahnya, mengeringkan setiap jiwa yang merindu, membakar setiap lembar kenangan yang hinggap di atas pucuk pohon ingatan, tapi, masih saja wajahmu, hadir dalam kekeringan berkepanjangan akan sebuah penantian hujan, ya hujan, yang selalu menjadi penanda kedatanganmu, lewat rintik, kau belai lembut tanah-tanah kerontang di jiwaku, mengalirkan kesejukkan hingga kembali suburkan tunas-tunas rasa cinta di dadaku. Lalu, dengan mengendarai pelangi kau turun memelukku. Semoga, ini bukan mimpi di tidur siangku.
Lin, masihkah kau simpan detak itu? Detak yang kuberikan padamu di perjumpaan pertama kali, detak yang kau kenali asing saat itu. Lin, untuk mengenali keasingan detak itu tak usah kau turut meng-asing pula, detak itu adalah jantungmu sendiri, yang dulu kau berikan kepadaku ketika kita belum saling mengenal, tak usah bingung lin, karna detak itu adalah detak jantungku juga.

Dari rindu dan detak jantung
aku selipkan harapan kepada malam
tentang keusaian kesendirian
dan penantian
maka, langkahkanlah kakimu mendekat
sangat dekat
hingga ketika berdekap
kita tak mampu saling tatap.

0 komentar:

Posting Komentar