Senin, 25 April 2011

Malam Yang Kautakuti.

Di ujung hari, semakin cemas tak lepas kau tatap senja seperti waktu-waktu lalu, seiring semburat merah semakin cerah diufuk barat, debar detak di jantungmu semakin bergema tak teratur. Kepadaku pernah kau katakan “aku tak suka senja, merahnya isyaratkan luka dan perpisahan.”. namun, tetap saja kau pandangi lekat semburat di kaki langit barat itu, seakan tak ingin melepas cahya matari ke keperaduannya.
“bukanlah malam kutakutkan, tetapi, sepi yang terbawa dalam gelapnya itulah menyimpan gelisah.”. Begitulah ucapmu, setelah malam mencuri kembali keriuhan dan membawa sepi, dan sendiri, dan kenangan.
Ya, kenangan. Menurutmu, adalah sebuah belati pengkhianatan diri terhadap diri sendiri, walaupun kau tahu waktu tak akan menghapusnya, tetap saja kau tusukkan belati itu berulang-ulangkali ke jantungmu ketika gelap merampas keperawanan malam. Begitulah, kita tak bisa memilih atas kenangan, karna pada dasarnya hati dan pikiran adalah dua kehidupan yang hidup dalam satu wadah, dan kenangan selalu ada di-antara-nya.
Sebenarnya kaupun tahu, tak ada alasan untuk kautakuti sepi malam serta kenangan yang merajam ingatanmu, selayaknya ingatan, adalah guratan yang telah tercatat dalam lembaran buku kehidupan dengan tinta-tinta keabadian. Kau pun tahu, masing-masing kisah yang terlewat adalah judul-judul bab dalam buku kehidupanmu ---yang menjadikannya cerita utuh.
Malam takkan hilang walau kau tutup seluruh pintu dan jendela, menyalakan suar dan seribu lilin dalam ruang serta mengambar matahari dilangit-langit kamar. Karna malam yang sesungguhnya adalah urat di lehermu, jalur kehidupan antara hati dan pikiran, seimbangkan masalalu, saat ini dan masa akan datang.
Ingin sekali kutemani kau meretas malam yang kautakuti dengan cahyaku, mendekapmu dengan kehangatan, namun, waktu mempunyai detaknya sendiri, sepertiku ---yang siang.

0 komentar:

Posting Komentar