Rabu, 02 Maret 2011

sayang, aku menunggumu datang

Di setiap kilometer terbentang adalah ukuran kepedihan dari rindu yang menjadi musafir di dadaku, begerak bebas menyayat setiap inchi dinding hati. Nyanyian burung-burung yang mencari sarang untuk bermukim, melawan musim yang semakin ekstrim. Cuaca tak lagi menentu, seribu pintu seakan membisu, ketika jarak mencipta rindu.

Sementara subuh ini, dingin gigilkan mimpi-mimpi para perindu dan sayup-sayup angin seakan mengantar suaramu, pelan, membisikkan kata-kata “aku datang, lewat angin malam yang sesatkan cahaya, sementara aku kehilangan arahmu.”. ahh, kapankah purnama menunjukkan jejak langkahku, agar kau tahu dimana aku menunggumu, di sebuah rumah yang kubangun dari seribu tiang-tiang rindu dan beratap ketulusan cinta.

Dan ketika kau tiba, kau akan tahu seberapa dahsyat sayatan rindu itu telah mengores tubuhku, semoga, masih kau kenali aku seperti pertama kali kau melihatku. Ketika pertama kali rindu itu terlahir dari rahim malam yang kita cipta dari percintaan sesaat.

Waktu, ya, waktu. Seperti juga rindu dan jarak selalu saja melahirkan kecemasan dan getar-getar nada dalam gemetar yang samar. Tentang kabar kehilangan mercusuar dalam pelayaran di keluasan samudera dan ombak besar selalu akan datang menghadang dan meradang, semoga tak karamkan biduk sebelum pencapaian dermaga; tempat ketika hatimu dan hatiku menyatu.

Keterpisahan, membuat jalan-jalan lengang, tak ada jari tuk digengam ketika melengang. Dan sayang, aku menunggu datang di sebuah rumah yang kubangun dari seribu tiang-tiang rindu dan beratap ketulusan cintaku kepadamu.

0 komentar:

Posting Komentar