Kamis, 16 Desember 2010

Puisi Terakhir

Sepagi ini kabut masih turun di kotaku, sesuatu yang sudah sangat jarang terlihat lagi di kota ini, mungkin karena saat ini perkembangan pembangunan dan penambahan kepadatan penduduk membuat perubahan terhadap suhu kota ini. Udara dingin yang lindap di sampingku membuat tubuhku agak mengigil, apalagi kendaraan melaju dengan laju yang agak kencang.
Tepat jarum jam menunjukkan jam 4:30 aku tiba di rumahmu untuk menjemput dan mengantarkanmu ke kostanmu dan tempat kerjamu di daerah Tangerang, seperti biasa kulakukan setiap hari senin, tapi pagi ini sengaja aku datang agak pagi karna hari ini aku ingin menikmati setiap detik perjalanan bersamamu.
Jalanan Depok sepagi ini masih lenggang tak begitu banyak lalulalang kendaraan, dengan tak begitu kencang kupacu motorku dengan mantap untuk melahap jarak sedikit demi sedikit, kurasakan lembut tanganmu memeluk pinggangku dan kurasakan sedikit kehangatan merambat pelan keseluruh sisi di hatiku, walau telah lama bersamamu tapi masih saja kurasakan debar jantungku seperti pertama kali cinta ini menetap dihatiku, tak pernah berubah sedikitpun.
Memasuki jalanan arteri pondok indah matahari telah terbangun dan cahaya terang sedikit demi sedikit terasa pasti menganti gelap malam, di sebuah perempatan lampu merah kuhentikan motorku ketika lampu berwarna merah menyala, diantara ramainya pengendara lain aku gengam jemarimu, merasakan setiap lembut kulit di telapak tanganmu, aku suka saat ini, saat kau membalas gengaman jemariku serasa kau juga mengengam hatiku, ada kedamaian menjalar diantara riuh degup jantungku yang semakin kencang, saat-saat seperti inilah yang selalu membuat aku semangat untuk tetap ingin mengantarkanmu, walau aku tahu waktu dan jarak yang kutempuh begitu jauh.
Roda motor terus berputar dengan pasti, sepasti kisah yang kita jalani selama lima tahun ini, dimana kebahagian selalu hinggap di harihari kita, bersamamu, senyum dan tawa selalu menjadi obat ampuh untuk melepaskan penat di setiap keletihan raga setelah seharian bergulat dengan urusan pekerjaan.
Di sebuah warung di jalan Ciledug raya kuhentikan laju motor, di warung ini kita selalu beristirahat untuk sedikit melepas lelah perjalanan atau sekedar istirahat untuk minum segelas kopi. Pagi ini sengaja aku duduk berhadapan denganmu, agar dengan leluasa kupandangi wajahmu, ahh, betapa cantiknya wajahmu, wajah yang selalu menghiasi setiap detik di harihariku dan wajah yang selalu membuat kerinduan di dadaku. Pagi ini juga tak banyak kata yang keluar dari mulutku, karna pagi ini, aku hanya ingin menikmati wajahmu dan setiap detik kebersamaan denganmu, setiap detik yang terasa begitu cepat berlalu, andai saja bisa kubunuh waktu agar tak bergerak dan membuat kebersamaan ini akan abadi selamanya. Tapi, laju waktu memang tak pernah bisa kita hentikan dan perjalanan harus kita lanjutkan.
Memasuki batas kota Tanggerang, laju motor semakin aku perlambat dan kurasakan pelukanmu semakin kencang di pinggangku seakan kau tak ingin melepaskan kebersamaan ini, dan aku kembali mengengam jemari tangan sebelah kirimu, kali ini aku gengam dan menempelkannya di dadaku agar bisa kau rasakan betapa jantungku selalu berdebar kencang ketika kumenyentuhmu dan juga agar kau tahu betapa besar rasa cintaku kepadamu, perlahan kurasakan mataku berair dan dadaku sesak. Dan tentu kau takkan pernah tahu, karna tak akan pernah kuperlihatkan itu semua di depanmu.
“gak ikut masuk?” ucapmu, sesampainya kita di rumah kostanmu.
“gak, aku menunggu disini aja, aku ingin menikmati lalulalang orangorang yang lewat.” Jawabku dengan alasan sekenanya saja.
“ya udah, tunggu sebentar ya.”
Sambil menunggumu menganti baju dengan seragam kerja, aku hafalkan bentuk rumah dan linkungan sekitar serta kebiasaan orangorang sekitar sini, tempat yang sangat nyaman dan para penduduk yang ramah, ahh, mengapa baru aku memperhatikannya. Tak berapa lama kau pun keluar dari rumah kostanmu, dan kau bertambah cantik dengan seragam kerjamu.
“lama ya nunggunya?” ucapmu. Sambil kubalas dengan tersenyum.
Lalu, aku mengandeng tanganmu untuk menyebrang jalan, karna tempat kerja dan kostanmu bersebrangan jalan, dan dadaku kembali berdebar dengan kencang.
“terima kasih sayang.” Ucapmu sesampainya di depan kantormu.
Aku kembali tersenyum.
“oh ya, ini untukmu.” Ucapku, setelah dari kantong baju kukeluarkan sebauh amplop berwarna biru, warna kesukaanmu.
“apa ini? Pasti puisi lagi ya? Tumben kali ini ngasih puisinya pake amplop, biasanya hanya kertas yang di coretcoret biasa atau hanya menandai di note facebook aja.” Ucapmu sambil tersenyum. Betapa cantiknya kau, bisik di hatiku.
“mungkin itu puisi, jika memang itu puisi maka itu adalah puisi terakhir yang kutulis dan aku tak ingin menulis puisi lagi.”ucapku.
“lohh, kenapa?. Padahal aku sangat suka dengan puisipuisimu, puisi yang selalu kau tujukan untukku, dengan puisimu aku bisa merasakan betapa kau menyayangiku.” Tanyamu.
“gak apaapa kok, ya udah gak usah dibahas.”jawabku.
“aku gak ngerti.” Ucapmu lagi.
“ya sudahlah, kamu masuk gih, ntar kamu telat lagi masuk kantornya.” Jawabku untuk menghindar dari pertanyaanmu.
“ya sudah, kamu hatihati ya ke kantornya, gak usah ngebut bawa motornya.” Ucapmu sambil mencium tanganku dan memintaku untuk mencium keningmu, sebuah kebiasaan yang selalu kita lakukan ketika bertemu dan berpisah.
“oh ya, jumat malam jangan lupa untuk memjemputku ya, aku sayang kamu dan pasti tak sabar menungu jumat malam untuk bertemu denganmu kembali.” Ucapmu. Dan aku hanya tersenyum mendengarnya.
Inilah untuk pertama kali aku tak membalas ucapan sayangmu.
Sambil berlari kecil kau masuk kekantormu.
Cukup lama aku tetap berdiri di depan kantormu, memandang kearah terakhir tubuhmu menghilang dari pandanganku. Secara perlahan kembali kulangkah kakiku menuju tempat motorku parkirkan, kembali kuhidupkan mesin motorku untuk menuju kekantorku di daerah Jakarta utara, namun, ketika tiba di persimpangan jalan aku tak jadi melanjutkan perjalan kekantorku, hari ini aku memilih untuk mengulang kembali jalan yang selalu kulewati bersamamu, namun kali ini aku ingin melewatinya sendirian dan mengingat kembali semua kenangan bersamamu di jalan itu.
di tengah perjalan pikiranku terus mengingat isi amplop biru yang kuberikan kepadamu, sebuah surat untukmu.



Untukmu, sayangku.

Sayang, ketika pertama kali mimpiku kau jadikan nyata dengan menerimaku menjadi kekasihmu, sungguh, tak ada selain itu yang aku inginkan dan sejak saat itu kau telah menjadi tujuan di hidupku. harihari bersamamu adalah kebahagian, tak pernah ada airmata yang pernah menetes di mata dan hatiku, untuk itu kuucapkan terimakasihku.

Sayang, terkadang waktu selalu menjadikan kita pelupa dan membuat kita harus memilih langkah mana yang harus kita pilih, seperti perjalanan selalu saja ada persimpangan yang selalu membuat kita tertarik dan melupa tujuan akhir dari sebuah tujuan awal dan memang begitulah kehidupan. Dan seperti layaknya sebuah pilihan akan selalu ada yang di korbankan, karna kita pasti samasama tahu untuk mendapat sesuatu kita harus kehilangan sesuatu, dan aku memilihkan itu untukmu.

Sayangku, rasa adalah sesuatu yang ikhlas tanpa pernah bisa dipaksa, sesuatu yang tak bisa di duga datang dan perginya. Tapi menurutku, rasa cinta tak akan pernah bisa hilang, mungkin hanya bisa berkurang kadarnya, karena kenangan adalah hal yang selalu akan tetap ada seperti sebuah ketetapan yang tak pernah bisa di rubah oleh apa dan siapapun.

Aku tahu, sayang. Saat ini hatimu sedang memilih dan aku tahu itu dari perubahan-perubahan sikapmu, walau kau berusaha untuk tak pernah merubah atau memperlihatkan itu kepadaku, tapi, tak ada kebohongan yang sempurna. Ingatkah kau sayang, dulu penah kukatakan kepadamu, aku bukan sebuah pilihan dan ketika hatimu sudah mulai memilih maka saat itu kau juga telah kehilangan diriku. Dan inilah aku sekarang, membebaskanmu untuk pergi.

Selamat tinggal, sayangku. Semoga bahagia dan tetaplah tersenyum.



Dengan cinta,


Yang tak bisa lagi bersamamu.

0 komentar:

Posting Komentar