Kamis, 16 Desember 2010

Halte

Lewat denting hujan dan gemuruh langit, ada irama yang memainkan musik kesendirian dengan syairsyair kerinduan , dimana sepi menari dengan bising yang hening, jalan-jalan yang lenggang, hanya sekalikali ingatan membalikkan waktu tentang luka yang masih terbuka lebar di hati yang kini telah menjadi kenangan, tak pernah kembali dan tak akan pernah, seperti waktu yang terus berjalan kedepan dan yang tertinggal hanyalah pertanda merah di almanak.
Hanya malam yang selalu menjadi saksi ketika halte ini, mempertemukan kau dan aku pertama kali, ketika rintik hujan membuatmu duduk di sampingku, itulah pertama kalinya aku melihat matamu, ada semacam getar muncul secara tiba-tiba yang sekarang baru aku mengerti artinya, cinta pada pandangan pertama. Sedikit kedinginan dan kelelahan terpancar di wajahmu, namun wajahmu tetap kelihatan cantik dan aku tahu para lelaki di halte ini memenjarakanmu di sudut matanya dan termasuk aku.
Sejak hari itu, aku putuskan untuk selalu berada di halte ini sepulang kerja, sama dengan jam keberadaanmu di halte itu dan aku telah sangat hafal. Walau telah sering kita bertemu tak pernah sekalipun aku berani untuk berkenalan denganmu, mungkin karena telah sering bertemu akhirnya kita saling mengenal rupa dan setiap bertemu sekalikali kita saling bertukar senyum ketika matamu dan aku secara tak sengaja berpapasan. Dan semua selalu berakhir ketika sedan berwarna hitam berhenti dan kaupun masuk kedalamnya, namun senyummu tetap tertinggal di halte ini, bersamaku.
Waktu terus berlari meninggalkan semua tanpa pernah berulang, kecuali kejadian aku selalu menantimu di halte ini, entah apa yang ada di pikiranku, namun yang kutahu ketika tak kutemui kau seperti di hari-hari libur kerja waktu seakan berjalan pelan, setiap detiknya adalah penyiksaan akan rindu untuk menatapmu, hanya menatapmu, itu sudah cukup untuk membuatku tidur larut malam dan berkhayal tentangmu.
Akhirnya, kesempatan untuk kita saling berkenalan pun tiba, ketika Jakarta dilanda banjir dimana-dimana dan mobil sedan berwarna hitam terlambat untuk menjemputmu dan dalam hatiku berharap mobil itu tak akan pernah datang. Karna hanya tinggal kita berdua di halte itu, akhirnya aku berani mengajakmu berbicara, walau pertanyaan pertamaku agak aneh sepertinya, mungkin karena ketololan atau karna gugup, aku tak tahu pasti yang mana yang dominan.
“maaf mba, jam berapa sekarang.” Tanyaku, kaupun menjawab dengan sebuah senyuman, sebuah senyum yang paling manis yang pernah aku tahu dan jantung kembali berdebar dengan kencang. Cukup lama aku membutuhkan waktu untuk menenangkan diri dan kembali membangun kepercayaan diri untuk kembali membuka pembicaraan.
“maaf mba sekali lagi, jam berapa ya sekarang.”
“sekarang jam sembilan lewat sepuluh menit mas, oh ya, jamnya rusak ya mas.” Jawabmu sambil tersenyum.
Dengan gerakan refleks aku langsung memegang pergelangan tanganku, kudapati sebuah jam tangan model digital ada di pergelangan tanganku dan jam itu menunjukkan jam sembilan lewat sepuluh menit.
“ oh ya, maaf mba, aku lupa bahwa aku memakai jam.” Jawabku sambil tertawa, walau sebenarnya adalah jawaban yang paling bodoh, tetapi setidaknya aku dapat membuatmu untuk ikut tertawa denganku.
Keheningan yang cukup lama terjaga akhirnya mulai sedikit mencair, berawal dari sebuah pertanyaan tolol itu akupun mengetahui namamu dan arah pulangmu yang sangat berlawanan dengan arah rumahku.

***
“baru keluar kantor?.”
“iya nih, tadi agak banyak kerjaan, kamu udah dari tadi?”
“enggak baru kok, tadi juga lagi banyak kerjaan di kantor.” Jawabku sedikit berbohong, sebenarnya walau di kantorku banyak kerjaan pasti akan kutinggalkan untuk bisa bertemu denganmu.
“temanmu belum jemput?.” Tanyaku lagi, sebuah pertanyaan yang juga sedikit bodoh bisik di hatiku, karna kalau jemputannya sudah datang pasti dia sudah ikut pulang.
“belum nih, tadi pas aku bilang mau lembur, dia bilang di kantornya juga lagi banyak kerjaan dan mungkin jemputnya agak terlambat.”
“oh ya, kamu belum naik angkutan umum?” ucapmu.
“belum, jam segini masih macet dan aku agak males kalo macet, jadi aku tunggu agak malaman sedikit baru aku naik.”alasanku sekenanya, padahal sebenarnya ingin bisa lebih lama bersamanya.
“oh iya sih, daerah sana memang macet sepertinya.” Ucapmu yang semakin membuatku mempunyai alasan untuk lebih lama bersamamu.
Pembicaraan berlanjut hingga akhirnya aku bisa mendapatkan alamat YM dan pin BBnya, malam ini sepertinya bintang dan bulan bersinar lebih terang di mataku, setiap detik serasa begitu hangat, di halte ini sepertinya hanya ada aku dan dia, entahlah dengan yang lain, perhatianku hanya tertuju kepadanya dan hanya kepadanya. Tak lama berselang akhirnya jemputannya pun datang, seorang wanita berambut pendek dengan sedan berwarna hitam.

***

Jam sepuluh siang telpon gengamku bergetar, sebuah pesan masuk, sebuah pesan yang membuat jantungku berdetak dengan sangat cepat, seakan tak percaya kupandangi kembali telpon gengamku dan secara perlahan kubaca nama yang tertera di sana, kupu-kupu, nicknamemu di YM, cukup lama kupandangi telpon gengamku sebelum setengah otak sadarku menyuruhku untuk menjawab pesan itu. Dan akhirnya kita saling bertukar pesan.
“hi juga.”jawabku
“sibuk?.”
“gak juga. Kamu?”
“lagi enggak nih. Siang ini udah punya rencana makan siang dimana?.” Tanyamu.
“belum, kenapa?” kubalas pesannya dengan cepat.
“ooo, makan siang bareng yuk..” jawaban yang membuat aku setengah berteriak dan terloncat dari bangku kerjaku dan di ikutin oleh pandangan aneh para karyawan lainnya.
“boleh, mau makan siang dimana?” jawabku setelah menenangkan diriku.
“terserah kamu deh”
“oo, kamu aja deh yang pilih tempat, gimana?”
“baiklah kalo begitu, gimana kalo kita makan di restoran cepat saji yang di ujung jalan?”
“okay.”
“ ya udah kutunggu di halte ya, jam setengah dua belasan..”
“baiklah, aku akan datang tepat waktu..”

Ketika jarum jam menunjukkan jam sebelas aku sudah sampai di halte yang selalu menjadi tempat pertemuan dan sekaligus perpisahan aku dan kamu. Dengan tersenyum aku ingat kembali peristiwa pertama kali aku melihatmu di halte ini, dimana pertama kali aku jatuh cinta kepadamu dengan pandangan pertama.
Tepat jam setengah dua belas kau datang.

***
Tiga bulan telah berlalu sejak pertama kali kita janjian makan siang, sejak hari itu kita semakin sering janjian untuk makan siang, melewati hari dengan obrolan ringan atau seputar masalah kerjaan dan tak pernah menyinggung masalah pribadi. Kau dan aku semakin akrab dan sekarang saat kita berjalan pun sudah saling berpengangan tangan, layaknya sepasang kekasih, harihari selalu kita jalani dengan canda dan tawa dan tak pernah ada pertengkaran di antara kita.
Tapi, satu pertanyaan selalu mengajal dipikiranku, tentang permintaanmu yang hanya boleh menghubungimu di jam-jam kerja saja. Banyak pertanyaan mampir di otakku, diantara sekian banyak pertanyaan itu, satu perntanyaan cukup sering muncul; apakah kau sudah memiliki suami? Namun, jika memang kau telah memiliki suami kenapa tak pernah kulihat cincin di jarimu. Tapi, sebagai lelaki yang mencoba mengerti pasangannya aku menyetujui permintaanmu, karna kupikir setiap orang mempunyai privacy masing-masing dan aku menerima semua itu.

***

Pas lima bulan sejak pertama kali kita janjian makan siang, kau mengajakku untuk pergi liburan ke taman safari, tapi tentunya di hari kerja, hingga kita harus membuat alasan untuk tidak masuk kerja dan kita memilih hari jumat karna esoknya adalah hari libur. Di halte itu kita kembali janjian bertemu dan menunggu bis.
Sesampainya di taman safari udara terasa begitu segar, tidak seperti udara yang biasa kita hirup di Jakarta, dimana udara telah tercemari oleh polusi-polusi, disini udara terasa lebih segar dan membuat pikiran terasa begitu rileks. Sepanjang jalan kulihat wajahmu begitu bahagia, kau seperti seseorang yang baru mendapatkan kebebasan dan gengaman tanganmu tak pernah lepas dari tanganku.
“kau senang?” tanyaku, setelah berada diatas mobil yang disediakan oleh pihak kebun binatang untu berkeliling.
“aku senang sekali, disini begitu damai, begitu bebas, terima kasih telah membawaku kesini.”jawabmu sambil kau memeluk tubuhku dan merapatkan tubuhmu ke tubuhku.
“lihatlah, disini tidak seperti kebun binatang lain, disini binatangnya bebas berkeliaran.” Ucapmu.
Mobil terus berjalan hingga di pemberhentian terakhirnya, kau dan aku pun turun dan terus kita memilih untuk menonton acara drama yang bercerita tentang negeri koboi yang di perankan oleh manusia dan hewan, aku begitu gembira melihat aksi mereka yang begitu mempesona dan juga lucu, setelah acara itu kita melanjutkan kembali berjalan-jalan tanpa pernah melepaskan gengaman tangan kita, menyaksikan binatangbinatang dan keunikan mereka, betapa menarik kehidupan mereka.
Tak terasa mentaripun telah mengurangi sinarnya dan sore hari akan menjelang, kita memutuskan untuk mengakhiri perjalanan dan segera pulang agar tak terlalu malam sampai di Jakarta.
Bis berjalan memasuki tol jagorawi, kau menyederkan kepalamu di bahuku, secara perlahan kubelai rambutmu dan dengan pelan kucium kepalamu.
“aku mencintaimu.” Ucapku.
Kau pun tersenyum mendengarnya, tapi, di balik senyum itu kulihat kegusaran di wajahmu, walau tak begitu jelas kau siratkan namun aku telah memahami perubahperubahan di wajahmu.
“ada apa?, kau tak suka dengan kataku yang barusan?”tanyaku.
“tidak. Aku sangat senang mendengarnya, jujur, akupun begitu mencintaimu. Tapi…”
“tapi apa?”tanyaku dengan suara yang cukup lirih.
“hmm…..ada sesuatu yang belum kau ketahui tentangku.”
“maka beritahulah aku biar aku mengerti.”
“aku takut, setelah aku beritahu tentang siapa aku sebenarnya, kau akan membenciku.”
“kenapa aku harus membencimu?”
“karna aku tak seperti gadis normal yang lainnya.”
“normal? Maksudmu?.”
“iya, kau hadir di hidupku dan membuktikan bahwa apa yang sedang kulakukan ini salah, keadaanku saat ini tidak normal untuk orang lain dan kau datang memberikan kembali apa yang tak pernah kurasa, mencintaimu, mengembalikan diriku sebagai wanita sesungguhnya.” Airmata menetes di kedua pipimu, wajahmu menampakkan penyesalan yang sangat dalam.
“aku mencintaimu dengan tulus, aku akan menerima semua masalalu, apapun itu yang pernah kaulakukan..”jawabku sambil menghapus airmata di kedua pipimu, lalu, kucium lembut kening serta bibirmu, agar kau yakin akan ketulusan cintayang terus mekar di hatiku.
“terima kasih sayang, aku bahagia sekali..”jawabmu.
Lalu, keadaan kembali hening dan aku tak ingin memaksamu untuk mengatakan tentang keadaanmu, aku telah mencintaimu dengan tulus tanpa syarat dan akan menerima apa adanya dirimu.
“sayang, biarlah aku menyelesaikan semua keadaan dan masalahku saat ini sendiri, sabtu dan minggu besok semua akan selesai, dan di hari senin aku akan utuh menjadi milikmu seorang.”tiba-tiba suara memecah keheningan, muka menampakkan wajah keyakinan.
“seorang?. Jadi selama ini kau punya lelaki lain?.” Jawabku.
“percayalah, aku tak pernah mempunyai lelaki lain di hidupku selain kamu?” jawabmu sambil kau mencium lembut tanganku.
“jadi apa?”
“hari senin aku akan menceritakan semuanya kepadamu dan sekarang biarkan aku menyelesaikan semua ini.”jawabmu
“kenapa harus menunggu hari senin, akupun telah siap kok menerima apapun dirimu.”
“sudahlah tak usah dibahas lagi, saat ini, aku hanya ingin menikmati perjalanan ini dalam pelukanmu.” Ucapmu sambil kau memeluk lenganku dan merapatkan tubuhmu di tubuhku.
Bis terus berjalan dan saat ini sudah memasuki Jakarta, tepat di halte biasa kau dan aku bertemu dan berpisah kita turun, jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam.
“mau kuantar pulang?”tanyaku.
“nggak usah, aku naik taksi aja.”
“ya sudah, ntar pulang di jalan hatihati ya.” Jawabku sambil memberhentikan taksi warna biru dan menyuruh masuk kedalam taksi
“sayang, terima kasih ya hari ini, aku bahagia sekali..dan hari senin semuanya akan baikbaik saja dan kita pasangan yang sama dengan yang lainnya..” ucapmu.
Dan aku hanya menjawabnya dengan tersenyum walau di kepalaku katakatamu menyisakan pertanyaan.
“ya sudah, ketika sampai usahakan untuk menelponku hanya untuk memberi kabar bahwa kau baikbaik saja.”ucapku.
“aku mencintaimu.” Balasmu dan menutup kaca taksi dan segera taksi berjalan, aku masih berdiri di pinggir jalan.
Sambil menunggu angkutan yang kearah rumahku, aku tersenyum mengingat perjalanan tadi, betapa semua begitu indah dan betapa aku mencintainya.
Malam semakin larut sudah lima belas menit aku menunggu angkutan, seakan tak sabar menunggu angkutan di halte, aku berdiri di pinggir jalan dan masih tetap dengan lamunanku tentang kejadian hari ini, tanpa sadar sebuah mobil sedan berwarna hitam yang di kendarain oleh wanita yang berambut pendek melaju dengan kecepatan tinggi arahku, dalam sekejap membuat tubuhku terpental cukup jauh dari tempatku berdiri terakhir kalinya dan setelah itu membuatku tak ingat apa-apa lagi.
Treeetttt….treeetttttttt..
Treeetttt….treeetttttttt..
Suara telpon gengamku membuatku tersadar, dengan tergopoh-gopoh aku berjalan kearah telponku yang berada cukup jauh dariku, aku lihat namamu di layarnya, segera aku ingin mengangkatnya ketika kusadari tak bisa tanganku menyentuhnya dan kuulang kembali untuk menyentuh telpon gengamku dan tetap tak bisa kumenyentuhnya. Belum hilang kebingunganku, aku mendengar suara ribut-ribut orang orang yang sedang berkerumun di dekat halte, berkerumum membentuk setengah lingkaran, dengan perasaaan yang agak penasaran tentang apa yang mereka lihat, aku berjalan kearah kerumunan itu, dan kulihat sesosok tubuh penuh darah tergeletak di sana, tubuh yang sangat aku kenali, tubuh yang sudah sangat aku hafal setiap detilnya, tubuh yang telah menemaniku dari kecil dan tubuh itu adalah tubuhku.




Bekasi.

0 komentar:

Posting Komentar