Minggu, 26 Desember 2010

Bintang-bulan di langit kamarmu.

Pagi ini aku rindu bintang-bulan yang kuletakkan di langit-langit kamarmu, masih tetap bersinarkah? Ketika jarak tak bisa lagi memperpendek mimpi yang telah terlampaui, ada kamu dan aku, yang mempermainkan segala dan kita samasama menghujam dada sendiri dengan belati kemunafikan.

Sepertinya kabut pagi ini telah mengenapi topeng muka dan menghias wajahwajah dunia. Kita berlari menjauh, walau sebenarnya kita malah mendekat, namun mengingkari, inilah dunia-dunia yang telah melahirkan kita, membatasi semua dengan apa yang kita tetapkan sendiri, menciptakan perbedaanperbedaan, lalu meneriakan kemerdekaan; terpenjara di penjara yang kita buat sendiri.

aku rindu melihat bintang-bulan di kamarmu, seperti aku merindumu. ketika dalam gelap kita menjadi diri sendiri dan mereka bersinar lebih terang, kita mulai membuat sajak-sajak sebagai alasan untuk menelanjangi diri, bercinta dalam barisan rima-rima dan makna yang hanya kau dan aku yang mengerti.

Sungguh aku rindu bintang-bulan kau-aku. Satu rasa dalam jarak yang tak pernah mendekat, hanya berbagi cahaya dan kita mulai menyebutnya cinta. Begitulah, aku rindu bintang-bulan di langit kamarmu, sebenarnya aku lebih merindukan kau-aku.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Di ujung penghabisan waktu ini

Sengaja kuletakkan jubah kemunafikanku yang membungkus lembut hatiku

Dan kutelanjangi hati ini dari ketakberdayaan diri untuk berbicara

Disinilah aku, polos; tanpa rias, tanpa topeng

Melepaskan semua norma logika yang merantaiku, membebaskan hati berbicara utuh padamu


Aku berada di depan pintu kenanganku tentangmu

Yang masih sibuk mengatur suasana hati dan selaraskan deru jantung yang bergemuruh riuh

Masih ada rindu yang tercecer disepanjang kolong jalan yang pernah kita lalui bersama

Wajahmu terus menghiasi setiap tanah tempatku berpijak dalam kesendirian

Menuntun arah langkah kepulangan hati ketika kutemukan persimpangan

Rindu ini masih sama, tak berubah dan sungguh terlalu menyiksaku nyali hatiku!

Merindukanmu utuh tak bersisa

Suaramu

Tawamu

Senyumanmu

Pelukanmu

Genggaman tanganmu

Ciuman hangatmu

Aroma tubuhmu

Bahkan aku merindukan asap rokokmu yang kau tau sangat kubenci


Lewat bahasa jiwamu, kau kenalkan aku pada apa yang kau sebut puisi

Tapi bagiku, kau sendiri adalah puisiku yang tak pernah dapat kutuntaskan

Seribu kata tak cukup dapat untuk menggambarkan dirimu yang hidup menggenang dihatiku

Saat tangan kanan ini mulai mengukir perlahan namamu diatas kertas kumal

Didalam ketaktenanganku masih saja ku bentuk rapi susunan rasa yang kusebut cinta ; Untukmu


Sempat kucoba selingkuhi dirimu dihatiku , mengisi kekosongan dengan kebohongan

Dengan dia tanpa sesuatu yang ku sebut rasa

Berjalan bersamanya denganmu yang menjadi bayangan diselaput mataku

Menjadi saksi ketika ku pilih peran pendusta dan saat kularungkan setiap rinduku untukmu padanya

Dan menangis sendu saat kutemui malam dan kau menghakimiku

Dalam dimensi ruang dimana kau tinggalkan jiwamu dan hidup menetap didinding hati

Menyadarkan diriku kepada siapakah sesungguhnya rindu ini harus kutuju


Saat Merindumu;

Saat ku seduh kopi, dan kulihat wajahmu tergambar di warna hitamnya

Saat kukenakan bajumu dan merasakan pelukan hangatmu

Saat kususuri pantai ,dan masih ada bekas jejakmu yang mengabadi disisi pinggir pantai

Saat malam tiba, dan hanya dirimu yang masih hiasi setiap mimpi

Saat kutatap bintang dan bulan di atap kamarku,

cahayanya masih gambarkan senyumanmu yang terus temani tidurku

Saat kurebahkan raga di ranjang yang kini terlalu luas untuk kutiduri sendiri

Dan adakah saat merinduku yang terselip diantara sela-sela nafas hidupmu untukku?

Masih dapatkah kau(aku) menghempaskan rindu ini,saling tatap, tipiskan jarak?


Beranda, tempat biasa kau dan aku menikmati hujan yang berbahasa rindu

Kini menjadi tempatku merebahkan semua kelelahan hati; bercerita padamu lewat angin yang temani sepi

Menenangkan hati yang terlalu ingin bertemu denganmu

Menikmati hujan dan rindu bersama kumpulan nyayian burung walet dan warna langit yang kusuka

Dengan segelas susu coklat panas kesukaanmu, kunikmati wajahmu yang terlukis dalam sebentuk awan

Saat airmata kembali memberitahu suasana dalam hati yang kau porakporandakan

Perihnya luka tak sebanding dengan beratnya rindu yang harus ku tandu


Diujung waktu ini, kuserahkan rindu yang tak berujung ini kepada pemiliknya

Sebelum akhirnya waktu memberikan garis akhir untukku(mu)

Dan aku akan tetap memilih hidup dan tinggal bersama dengan kenangan

Kenangan ; adalah yang berbicara tentang keberadaamu yang akan terus hidup dihati


Balikpapan,
Sepertinya tangan ini masih tak bisa berhenti menulis tentangmu.


Kuucapkan, selamat menyambut tahun yang baru. dan masih terselip doaku untuk semua kebaikanmu. Selalu.

Posting Komentar